Intisari-Online.com – Nama sandinya F-2. Pekerjaannya mengawasi komunikasi intelijen dengan Presiden Franklin Delano Roosevelt (FDR).
Lieutenant Commander Arthur H. McCollum, si F-2 itu, memanggul fungsi krusial tersebut sejak awal 1940 sampai 7 Desember 1941.
Sebagai kepala desk Asia Timur Jauh di Office of Naval Intelligence, dia bertanggung jawab memasok segala informasi andal yang ada kaitannya dengan strategi diplomatik dan militer Jepang bagi presiden.
Maklum, masa itu masyarakat Eropa dan sebagian Afrika sudah dibikin repot oleh sikap ofensif dan agresif tiga negara biang kerok: Jepang, Jerman, dan Italia.
Sementara FDR mengawasi dengan cemas kebrutalan ketiga negara, sejumlah jajak pendapat di musim panas 1940 menunjukkan, sebagian besar rakyat Amerika ogah terlibat perang di Eropa. Mereka masih berpendapat, lebih baik tak turut campur dalam pertikaian tetangga.
Sebelum dikirim ke Gedung Putih, semua laporan diplomatik dan militer Jepang dan seluruh negara Asia Timur Jauh lain, yang berhasil dicuri dengar dan diterjemahkan dari bahasa kodenya, pasti melewati saringan seksi yang dipimpin si F-2 ini.
Laporan itu dibuat berdasarkan sadapan komunikasi radio yang dilakukan jaringan kriptografer Amerika di seluruh dunia. Kantor McCollum sendiri letaknya cuma empat blok dari Gedung Putih, di Station US, pusat kriptografik Amerika, di Markas Besar Angkatan Laut.
McCollum dituding menjadi orang penting di balik peristiwa Pearl Harbor oleh Robert B. Stinnet, penulis buku Day of Deceit (Touchstone, 2001), karena dialah yang mengirimkan anjuran memancing Jepang menyerang AS.
Sepintas memang ide gila, tapi tujuannya tak lain membangunkan kemarahan rakyat Amerika sehingga memberikan dukungan kepada pemerintahnya untuk membantu Inggris melawan tentara Jerman yang waktu itu sedang membabi buta di Eropa.
Memorandum bertanggal 7 Oktober 1940 itu ditujukan kepada dua penasihat militer FDR yang paling dipercaya Kapten AL Walter. S. Anderson dan Dudley W. Knox. Jabaran kedelapan langkah anjuran McCollum itu adalah:
1. Membuat perjanjian dengan Inggris untuk menggunakan basis-basis Inggris di Pasifik, terutama di Singapura.
2. Membuat perjanjian dengan Belanda untuk menggunakan fasilitas basis dan mengakuisisi pasokan-pasokan di Indonesia.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR