Intisari-Online.com – Desa Seraya, Kecamatan Karangasem, Bali, memiliki wilayah geologis perbukitan yang kering kerontang.
Apalagi di kala musim kemarau, masyarakat menderita karena hasil panen tak bisa maksimal.
Untuk mendatangkan hujan, warga Seraya mempunyai kiat unik.
(Baca juga: Gunung Agung Meletus, Setengah Triliun Rupiah pun Berpotensi Melayang)
(Baca juga: Kepala Pusat Data dan Humas BNPB: Ada Potensi Terjadinya Erupsi yang Lebih Besar di Gunung Agung)
Mereka bukan memanggil pawang hujan, tapi menggelar tarian gebug ende; tarian sakral dan dianggap menyimpan kekuatan magis untuk mendatangkan hujan.
Upacara ini menjadi keyakinan turun temurun.
Menurut I Ketut Jineng (60), yang waktu itu Kepala Desa Seraya, tarian gebug ende pengundang hujan itu warisan sejak Kerajaan Karangasem.
Berawal dari keberangkatan pasukan perang yang dipimpin Raja Karangasem diikuti warga Seraya menuju Teh Melet, melawan Raja, Klungkung dan Sasak (Lombok).
Seusai perang, Raja Karangasem memperingati kegiatan megegebug.
Megegebug kemudian berubah menjadi gebug (pukul) yang dilakukan dua penari membawa pemukul dan semacam tameng, yang disebut tamiang ende.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR