Belasan kali gagal tak membuat Farrel menyerah. Sebab, prinsip hidupnya, menyerah bukanlah solusi dan menyerah adalah kesalahan dalam hidup. Karenanya, dalam kamus hidup Farrel tidak ada kata menyerah.
"Thomas Alva Edison 1.000 kali gagal, mosok saya baru 11 kali terus menyerah. Untuk jadi Alva Edison saya butuh 989 kali mencoba, saya hitung terus dan masih lama, masih lama," urainya.
Sampai suatu hari, Farrel melihat sebuah pengumuman dari Google di media online tentang lomba penelitian.
Ia pun tidak ingin melewatkan kesempatan itu dengan mengajukan proposal ke perusahaan raksasa teknologi itu.
"Namanya submit reset, saya sudah pasrah dan enggak mikir diterima. Eh, ternyata setelah satu minggu ada e-mail masuk, memberitahu kalau saya lolos," kata Farrel.
Setelah proposalnya dinyatakan lolos, Farrel masih harus menjalani tes wawancara untuk memastikan penelitiannya adalah asli karyanya.
Dalam wawancara itu, Farrel ditanya mengenai dasar pemikiran, teori, sampai dampak penelitiannya.
"Saat dinyatakan lolos wawancara, satu yang saya pikirkan, yakni uang, karena tidak ada biaya akomodasi. Lalu saya hanya ada waktu dua minggu untuk mengurus surat-surat, termasuk mencari uang akomodasi. Tapi ternyata Tuhan memberi jalan, dapat sponsor dan mengurus visa bisa cepat, sampai akhirnya berangkat," ujarnya.
Pada 15-20 Februari 2017, Farrel berada di kantor Google Mountain View, California, Amerika.
Selama di kantor Google, Farrel mempresentasikan penelitiannya di hadapan seluruh peserta dari sejumlah negara yang lolos.
"Saya satu-satunya dari Indonesia, dan selama di sana itu presentasi, diskusi, sharing dengan orang-orang dari negara-negara lain yang lolos. Kami masing-masing didampingi satu mentor dari Google," bebernya.
Farrel mengaku senang berada di kantor Google. Farrel merasa takjub dengan sistem dan teknologi yang diterapkan di kantor Google.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR