Advertorial

Kisah Gadis 6 Tahun yang Selamat dari Siksaan Selama 5 Hari karena Dituduh sebagai Tukang Sihir

Moh Habib Asyhad

Editor

Gadis ini diperkusi oleh massa hanya karena dirinya adalah putri dari seorang perempuan muda yang dituduh sebagai tukang sihir, yang dibakar hidup-hidup pada 2013 lalu.
Gadis ini diperkusi oleh massa hanya karena dirinya adalah putri dari seorang perempuan muda yang dituduh sebagai tukang sihir, yang dibakar hidup-hidup pada 2013 lalu.

Intisari-Online.com -Seorang gadis berusia enam tahun di Papua Nugini dituduh sebagai tukang sihir.

Dan karena tuduhan itu, ia disikwa warga, selama lima hari.

Ajaibnya, ia lolos dari kematian setelah ditolong oleh anggota badan amal setempat dan seorang misionaris Cile.

Korban, yang tidak mau disebutkan namanya karena alasan hukum, menderita luka bakar tingkat pertama, setelah disiksa menggunakan parang yang dipanaskan dengan api.

Menurut Gary Bustin dari Papua New Guinea Tribal Foundation—badan amal yang menyelematkan si gadis—parang itu digunakan untuk mengelupas kulit dan dagingnya.

“Anak itu ada di desa saat diserang,” ujar Bustin kepada News.com.au. “Seperti yang bisa Anda bayangkan, ia telah mengalami trauma dan hanya mau menemui keluarga dan tim medis.”

(Baca juga:Nella Jones Tukang Sihir (1): Bertemu Seorang Nenek Berpakaian Serba Hitam Bertopi Runcing)

(Baca juga:Kita Semua Memiliki Ilmu Sihir di Dalam Diri)

Terlepas dari upaya berabad-abad oleh pendidikan dan kelompok gereja, kepercayaan terhadap sihir, guna-guna, atau “sanguma” nyatanya tetap bertanam dalam jiwa masyarakat setempat.

“Ada lebih dari 800 budaya yang berbeda di Papua Nugini dan kepercayaan terhadap ilmu sihir tersebar luas di antara mereka,” kara Richard Eves, antropolog Australia dari Australian National University, Canberra.

Pembunuhan terkait sihir, di mana massa marah setelah ada ada kematian yang tak bisa dijelaskan atau karena HIV/AIDS, masih sering terjadi di Papua Nugini.

Korbannya hampir selalu perempuan yang termarjinalkan: ibu tunggal, janda, orangtua, atau orang cacat.

Menurut misionaris Anton Lutz, enam perempuan telah terbunuh setelah dituduh sebagai tukang sihir di Provinsi Enga, Papua Nugini tengah, dalam dua bulan terakhir.

Laporan lain menyebut, korban-korbannya biasanya dipenggal, didorong dari tebing, disetrum listrik, dilempari batu, ditembak, atau, dalam skenario terburuk, dibakar hidup-hidup.

Gadis (yang dituduh) penyihir

Gadis yang disiksa di Provinsi Enga minggu lalu itu adalah putri Leniata Kepari, 20, dari kota Mounth Hagen.

Leniata pernah dituduh melakukan sihir dan diculik oleh gerombolan pada 2013 lalu setelah seorang anak mati tiba-tiba.

Gerombolan itu menelanjanginya, lalu menusuk alat vitalnya dengan parang, tepat di siang bolong, di tengah ratusan pasang mata.

Massa kemudian melempar Kepari ke tumpukan ban lalu membakarnya.

Akibat desakan kelompok hak asasi manusia, Papua Nugini akhirnya menerapkan kembali hukuman mati.

Desakan tersebut juga menyebabkan dicabutnya Undang-undang Sihir tahun 1971, yang mengkriminalisasi tukang sihir dan mengurangi hukuman bagi warga yang mengklaim bahwa korban mereka adalah tukang sihir.

Awal tahun ini, Pengadilan Tinggi Madang telah mengadili 122 laki-laki, beberapa di antaranya masih berusia 10 tahun.

Mereka dituduh melakukan penyerangan terhadap sebuah desa pada 2014 lalu, di mana mereka membakar rumah-rumah dan membunuh tujuh orang yang dianggap sebagai tukang sihir.

Dua di antara mereka adalah bayi perempuan yang direnggut dari tangan ibu mereka dan dirobek dengan parang hingga mati.

Meski begitu, pengadilan untuk pembunuhan terkait sihir belum sesuai dengan harapan.

Meskipun telah difoto oleh beberapa penonton yang ada di lokasi, nyatanya tidak satu pun dari mereka yang dianggap bertanggung jawab atas kematian Kepari dibawa ke pengadilan.

(Baca juga:Beginilah Fakta Mengejutkan dari Kehidupan Ponari si 'Dukun Cilik' yang Sempat Kantongi Uang Rp1 Miliar)

(Baca juga:Wajahnya Terkena Infeksi, Bocah Ini Justru Dibawa ke Dukun Ilmu Hitam. Hasilnya Mengerikan)

Dan sekarang, bahkan putrinya telah membayar harga yang tak kalah mengerikan.

“Satu-satunya cara untuk menghentikan perilaku barbar ini adalah melalui penangkapan dan penuntutan terhadap mereka yang bertanggung jawab,” ujar Bustin.

“Sampai saat ini, Papua Nugini akan dikenal sebagai negara yang, tidak hanya menyiksa secara keji orang yang dituduh sebagai penyihir, tapi juga anak-anak yang tidak bersalah.”

Investigasi dan kutukan

“Gadis itu didampingi ayahnya ke desa Tukusanda saat rumor sanguma mulai berkeliaran,” ujar komandan polisi Provinsi Enga Epenes Nili kepada portal berita Loop Papua New Guinea.

“Dan karena ibunya adalah almarhum Leniata Kepari, yang dibakar hidup-hidup pada 2013 lalu di Mount Hagen karena dituduh tukang sihir, semua mata tertuju pada gadis kecil itu.”

“Ketika penduduk tahu bahwa ia adalah putri Leniata, mereka menduga bahwa ia mungkin juga punya senguma.”

“Mereka percaya ia akan membunuh banyak orang dari mereka di desa sehingga mereka pikir, pantas untuk menghentikan hidupnya.”

Nili mengatakan bahwa gerombolan tersebut juga memastikan bahwa ayah korban tidak bisa meminta bantuan.

“Mereka memastikan dirinya tidak punya telepon genggam; memastikan dirinya tidak bisa keluar. Mereka juga menjaganya,”tambah Nili.

Di sisi lain, gubernur Provinsi Enga Sir Peter Ipatas telah mengajukan banding ke warga yang taat hukum untuk membantu membasmi praktik menuh orang sebagai tukang sihir itu.

“Minggu ini saja, ada dua insiden tuduhan sanguma di Provinsi Enga dan 20 perempuan tak berdosa di bulan yang lalu telah menjadi korban kekerasan berbasis tuduhan ini,” ujar Ipatas.

“Saya mengutuk kekerasan dan tuduhan palsu ini. Tuduhan itu harus dihentikan sekarang. Penyiksaan dan tuduhan harus dihentikan sekarang.”

Ia juga meminta masyarakat di luar dan di dalam provinsinya bekerja sama dengan polisi untuk memulihkan hukum dan ketertiban, dan tidak terprovokasi oleh massa.

Peran media sosial?

Menurut Eves, kepolisian dan hukuman yang lebih keras saja tidak akan mengakhiri kekerasan terkait isu sihir di Papua Nugini.

Ironisnya lagi, “Polisi di Papua Nugini juga sama-sama percaya bahwa terdakwa bersalah seperti yang dituduhkan,” tambah Eves.

Lebih dari itu, ia menegaskan bahwa yang bisa mengubah ini semua adalah inisiatif dan tekonlogi di akar rumput.

Upaya pencegahan kekerasan berbasis isu sihir juga dilakukan oleh dokter-dokter di Papua Nugini.
Ia menyontohkan, di Provinsi Simbu yang disebut sebagia pusat kekerasan terkait sihir, dokter-dokter di sana membantu kerabat orang-orang yang meninggal memahami penyebab medis kematian mereka.

(Baca juga:Percaya atau Tidak, Elemen-elemen Ini Dianggap Ampuh Menangkal Santet)

(Baca juga:Warga Dusun Kasuran: Jangan Tidur di Kasur Jika Ingin Terbebas dari Santet)

Secara tidak langsung, ini adalah upaya mencegah terjadinya penyiksaan terkait isu sihir.

Misionaris seperti Lutz juga melatih sukarelawan untuk memberi wejangan terkait isu ini di pemakaman-pemakaman dan meningkatkan alarm melalui pesan teks atau media sosial saat sebuah perburuan penyihir akan terjadi.

Bulan lalu di kota terbesar kedua di Lae, Papua Nugini, para saksi memasang foto tertuduh penyihir di Facebook yang diserang massa.

Polisi lalu bersiaga dan menyelamatkan tertuduh itu, yang seorang perempuan, sebelum ia benar-benar dihabisi. Eves juga merekomendasikan standarisasi hukuman denda untuk mencegah tuduhan sihir.

“Di Provinsi New Ireland, saya tahu jarang terjadi tuduhan sihir karena orang-orang sangat takut dibawa ke pengadilan desa dan digugat karena menyebar fitnah,” tutupnya.

Artikel Terkait