Advertorial

Kehebatan Pemain Brasil Dalam Menggocek Bola Ternyata Berawal Dari Perbudakan

Yoyok Prima Maulana

Editor

Di Brasil zaman dulu orang kulit hitam tidak boleh bersentuhan dengan orang kulit putih saat  bermain sepakbola.
Di Brasil zaman dulu orang kulit hitam tidak boleh bersentuhan dengan orang kulit putih saat bermain sepakbola.

Intisari-online.com -Sejak dulu, ada hal mengasyikkan bin menakjubkan ketika menyaksikan pemain-pemain Brasil beraksi di lapangan hijau. Gaya mereka yang penuh sensasi sungguh sedap dinikmati mata. Liukan gemulai melewati pemain lawan, aksi tipu daya nan memikat, serta skill olah bola yang tinggi sangat menawan hati

“Cara bermain bola orang-orang Brasil adalah sama dengan cara mereka menari,” jelas sosiolog kenamaan, Gilberto Freyre. Tak salah jika gaya permainan mereka diidentikkan dengan goyang samba, tarian terkenal Brasil.

Setelah diselidiki, ternyata ada rahasia besar kenapa pemain Brasil (yang rata-rata berkulit hitam) bisa memiliki kemampuan olah bola sedemikian hebat hingga mampu bermain cantik di setiap pertandingan.

Beberapa ahli sejarah berpendapat, semua itu terjadi karena adanya perbedaan perlakuan antara orang kulit putih (keturunan Eropa) dan kulit hitam (keturunan Afrika) di Brasil pada awal abad ke-20 ketika sistem perbudakan baru saja dimusnahkan dari bumi kaya kopi itu.

BACA JUGA:Jinichi Kawakami, Ninja Terakhir di Jepang yang Masih Mampu Mendengar Suara Jarum yang Jatuh

Perbudakan memang telah dihapus, namun mental menganggap orang hitam lebih rendah kedudukannya ternyata masih hinggap di pikiran orang-orang kulit putih, termasuk saat bermain bola. Pemain kulit hitam dilarang bersentuhan badan dengan pemain kulit putih di lapangan.

“Ketika masih kecil, aku takut sekali bermain bola. Bahkan, melihat pertandingannya pun enggan. Sebab, aku sering melihat pemain kulit hitam dipukuli dan ditendangi di pinggir lapangan jika melakukan kesalahan, termasuk bersentuhan dengan pemain kulit putih di lapangan. Kakakku-lah yang menyemangatiku agar tidak gentar, ‘Lihatlah kucing, dia selalu jatuh di keempat kakinya, mengapa kamu tidak belajar dari kucing? Bukankah kamu jago menari?’ kata kakakku,” kenang Domingos da Guia, bek kenamaan Brasil di dekade ’30-an.

Manusia memang dibekali kemampuan untuk beradaptasi dengan segala situasi. Agar tak mendapat hukuman fisik, para pemain kulit hitam Brasil lebih suka menciptakan gerakan tipuan ketimbang beradu fisik.

Da Guia kecil tercengang mendengar kata-kata kakaknya. Dia pun berlatih, berlatih, dan kemudian berhasil. “Semua berkat kakakku. Aku menggunakan kemampuan tariku untuk bermain bola. Aku jadi suka menggoyangkan pinggul saat menggiring bola dalam jarak pendek. Aku meniru itu dari miudinho, salah satu jenis tarian samba. Ternyata, gerakan itu membuatku lebih mudah untuk menghindari sergapan pemain lawan ” jelas Da Guia.

Perlahan tapi pasti, teknik-teknik untuk menghindari lawan itu semakin hari semakin bervariasi. Jadilah Brasil pusat seni meliuk-liukan tubuh di sepak bola.

ANUGERAH PERBUDAKAN

Selain faktor kondisi objektif yang terjadi saat itu, faktor genetika juga memegang peranan penting dalam penciptaan seni meliuk-liukan tubuh para pemain Brasil. Pada 1933, Freyre dalam bukunya yang kontroversial, Casa Granda e Senzala (Si Tuan dan si Budak), mengatakan bahwa masyarakat sepak bola Brasil mestinya mengucapkan terima kasih kepada perbudakan yang pernah melanda negeri mereka. Lho?

Ya, menurut Freyre, akibat adanya perbudakan itu, masyarakat Brasil mengalami era perpaduan ras akibat banyak berdatangannya segala jenis ras manusia dari berbagai belahan dunia.

“Saat itu, muncullah ras Brasil yang merupakan perpaduan dari Bangsa Eropa yang memiliki kemampuan rasio tinggi dan Bangsa Afrika dengan kekuatan fisik dan kecepatan yang tinggi,” jelas Freyre.

Jika kondisi itu dituangkan ke dalam lingkup sepak bola, Freyre mengatakan bahwa itulah yang membuat gaya permainan Brasil lain dari yang lain. Sepak bola negeri Samba itu memiliki kekhasan tersendiri.

Freyre berkata, “Sepak bola Brasil amat kontras dengan gaya Eropa karena adanya kombinasi kejutan, kecerdikan, kelincahan, dendam, dan spontanitas tiap-tiap individu.” Cara bagaimana kaum mulatto (ras campuran, Red) mengumpan, menipu lawan, dan gaya menggiring bola bisa diibaratkan bagai tarian yang mengalir dengan sendirinya di alam bawah sadar.

Lama-kelamaan, kemampuan itu menular ke semua anggota masyarakat, tidak hanya orang kulit hitam. Orang kaya, orang miskin, orang kulit putih, orang kulit berwarna, dan keturunan Indian ketularan memainkan bola dengan cara itu. (Priharsa Nugraha)

BACA JUGA:Kok Ada Orang yang Banyak Makan, tapi Tak Pernah Gemuk? Begini Penjelasannya

Artikel Terkait