Ir Soeratin, Pahlawan PSSI yang Rela Miskin Demi Sepak Bola

Hery Prasetyo

Editor

Ir Soeratin Sosrosoegondo mendirikan PSSI sebagai alat perjuangan dan membentuk karakter bangsa.
Ir Soeratin Sosrosoegondo mendirikan PSSI sebagai alat perjuangan dan membentuk karakter bangsa.

Intisari-Online.com - Pahlawan PSSI, Ir Soeratin Sosrosoegondo. adalah orang terpelajar dan terpandang. Dia digaji 1000 gulden oleh perusahaan konstruksi milik Belanda, Bouwkundig Bureu Sitsen en Lausada, di Yogyakarta. Tapi, demi persatuan dan sepak bola Indonesia, dia memilih meninggalkan jabatannya dan hidup miskin.

Baginya, PSSI merupakan bagian dari semangat Soempah Pemoeda 1928 untuk mewujudkan persatuan bangsa dan menyiapkan perjuangan kemerdekaan. Sepak bola tak akan hanya menjalin persatuan, tapi juga membangun karakter, eksistensi, dan kebesaran bangsa.

Maka, dia mempelopori terbentuknya wadah sepak bola nasional. Dan, pada 19 April 1930, ia memimpin kongres pertama. Kongres dihadiri perwakilan dari VIJ Jakarta (Voetbalbond Indonesche Jakarta), BIVB Bandung (Bandoeng Inlandsche Voetbal Bond), IVBM (Indonesche Voetbalbond Magelang), MVB (Makassar Voetbal Bond), SIVB (Soerabhaiasche Indonesische Voetbal Bond), VVB (Vorstenlandsche Voetbal Bond), dan PSIM (Yogyakarta).

Dari situ berdirilah Persatouan Sepakbola Seloeroeh Indonesia (PSSI). Dia langsung menjadi ketua umum 11 periode sampai 1940. Di bawah kepemimpinannya, sepak bola Indonesia lahir dan makin membesar, menyatukan bangsa, juga mengangkat kehormatan.

Bahkan, pada 1938, Indonesia sudah tampil di Piala Dunia. Hanya saja, saat itu masih mewakili Hindia Belanda. Tapi, setidaknya sepak bola semakin populer sebagai alat pemersatu, sekaligus membentuk karakter bangsa.

Karena kesibukannya mengurus PSSI itulah dia memilih meninggalkan pekerjaan yang terhormat itu. Lulusan sekolah teknik di Jerman ini merasa PSSI lebih penting sebagai alat perjuangan bangsa, daripada sekadar memikirkan gaji besar.

Apalagi, pada 1931, kompetisi sudah mulai digulirkan. Kesibukannya semakin padat.

Pada 1940, dia memutuskan mundur dari PSSI dan posisinya diganti oleh Artono Martosoewignyo. Kehidupan Suratin tak seperti nama besarnya. Dia hidup melarat di Bandung dan sering sakit-sakitan.

Meski begitu, dia tetap berjuang dalam setiap aktivitas merebut kemerdekaan. Rumahnya pernah diobrak-abrik Belanda, karena dia aktif di Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Sang pendiri PSSI itu akhinya mengembuskan napas terakhir dalam keadaan miskin pada 1 Desember 1959. Dia dimakamkan di Kompleks Pemakaman Umum Muslim Sinaraga Bandung.

Tokoh yang lahir di Yogyakarta pada 17 Desember 1898 itu meninggalkan jasa besar. PSSI terus berkibar sampai terjadi konflik pada 2016 dan PSSI dibekukan.

Kamis (10/11/2016) ini, PSSI mengadakan kongres di di Hotel Mercure Ancol. Semangat yang dibawa Ir Suratin untuk membawa PSSI sebagai alat perjuangan dan pembentukan karakter bangsa, sudah semestinya menjadi visi dan misi PSSI.

Harapannya, PSSI baru akan lebih baik dan fokus pada pembinaan serta prestasi, bukan perebutan kekuasaan atau bahkan korupsi. Sehingga, sepak bola Indonesia kembali berkibar dan menjadi simbol kehormatan bangsa.

Artikel Terkait