Advertorial

Ingat! Sibuk Bekerja Boleh Saja, Tapi Kesehatan Jangan Diabaikan

Ade Sulaeman

Editor

Sudah saatnya mengambil sikap jika gara-gara pekerjaan kesehatan fisik dan mental kita terganggu. Artinya walau kita sibuk berat, kesehatan itu harus tetap jadi prioritas nomor satu.
Sudah saatnya mengambil sikap jika gara-gara pekerjaan kesehatan fisik dan mental kita terganggu. Artinya walau kita sibuk berat, kesehatan itu harus tetap jadi prioritas nomor satu.

Intisari-Online.com—Ya kalau tidak sehat, mana bisa kita bekerja dengan maksimal.

Namun sayang sekali logika ini tidak begitu diperhatikan oleh sebagian pekerja.

Ketidakmampuan untuk menyeimbangkan kerja dengan aspek kehidupan lainnya, seringkali menjadi sumber masalahnya.

Dan yang paling miris, tidak banyak orang yang menyadari bahwa kesehatannya terancam gara-gara terlalu sibuk bekerja.

(Baca juga: Masih Saja Sibuk Kerja Sampai Tidak Sempat Berlibur? Simak Kisah Tukang Sayur Ini)

Pekerja kantoran misalnya. Umumnya menghabiskan waktu delapan jam sehari berhadapan dengan pekerjaan.

Kebanyakan juga melakukannya dalam posisi duduk di depan komputer alias termasuk perilaku sedentari.

Sehingga ia tidak merasa begitu lelah jika dibandingkan pekerja yang banyak beraktivitas fisik.

Mungkin gara-gara ini, banyak orang yang terbuai dan merasa dirinya sehat-sehat saja.

Poin paling penting yang sering kali diabaikan oleh pekerja terkait dengan kesehatan adalah manajemen waktu.

Manajemen waktu yang kurang baik dapat terlihat dari tidak adanya pembagian waktu yang seimbang dari bekerja dan beristirahat.

Saking banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan, kata istirahat seolah hilang dari kamus.

Bukan hanya itu saja, waktu 24 jam sehari seakan-akan kurang saking sibuknya.

(Baca juga: Sibuk Kerja, Gizi Terabaikan)

(Baca juga: Kisah Lalat Ini Mengajari Kita Bedanya Bekerja Keras dan Bekerja Cerdas)

“Seseorang yang bekerja delapan jam sehari, sebaiknya juga memiliki delapan jam waktu lain untuk menikmati hidup, baru delapan jam sisanya digunakan untuk tidur,” kata Dr. dr. Saptawati Bardosono, MSc, dari Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Jakarta. Begitulah keseimbangan hidup yang paling normal untuk seseorang sehari-harinya bekerja.

Menikmati hidup yang dimaksud Saptawati adalah ketika kita menggunakan waktu delapan jam di luar pekerjaan untuk berkumpul bersama keluarga, melakukan hobi, olahraga, bersosialisasi dengan orang lain, dan melakukan hal-hal yang menyenangkan.

Kalau mau kesehatan terjaga, ya seharusnya ikut aturan itu.

Namun kenyataannya, banyak orang yang gagal mengaplikasikan pembagian waktu yang ideal itu.

Misalnya, maksimal delapan jam kerja tadi akhirnya harus diperpanjang alias lembur karena pekerjaan yang tidak bisa diselesaikan sesuai waktu yang tersedia.

Jangankan untuk menikmati hidup di luar pekerjaan, kadang-kadang waktu tidur dan makan pun harus dikorbankan demi tuntutan kerja.

Satu-satunya cara agar dampak buruk kesibukan kerja tidak mengganggu kesehatan ya hanya satu itu: komitmen.

Milikilah perencanaan dan prioritas kerja yang teratur.

(Baca juga: Boleh Bekerja Keras, Asal Jangan Lupa Bersosialisasi)

?(Baca juga: Kerja Keras Saja Tak Cukup, Butuh Cara Baru untuk Hasil Berbeda)

Dan berkomitmenlah untuk mengerjakan rencana dan prioritas kerja itu.

Seseorang yang berkomitmen untuk menjaga keseimbangan hidupnya, antara pekerjaan dan aspek hidup lainnya, biasanya jauh lebih sehat ketimbang mereka yang tidak mampu mengelola waktu dengan baik.

Artikel Terkait