Advertorial
Intisari-Online.com - Pasukan Nazi Jerman yang berjaya pada 1939-1945 memiliki banyak pasukan tempur yang terkenal brutal dan kejam, yakni para Polisi SS (SS-Polizei).
Pasukan Polisi SS yang notabene merupakan para polisinya pasukan militer SS Nazi itu bisa dengan mudah membunuh orang terutama para warga Yahudi hanya karena alasan sepele.
Miisalnya Polisi SS itu tiba-tiba menembak mati orang Yahudi hanya karena “tidak suka dengan cara jalan orang Yahudi itu”.
Meskipun terdiri dari para polisi, SS-Polizei demi kebutuhan peperangan dilengkapi dengan ratusan panzer sehigga menjadi kekuatan tempur yang makin mematikan.
Kekuatan tempur pasukan Polisi SS yang dilengkapi panzer itu kemudian dinamai SS-Polizei Panzergrtenadier.
(Baca juga: Didorong Sikap Fanatik Terhadap Hitler, Ribuan Anak Muda Ini Menjelma Jadi Pasukan Berani Mati Nazi)
(Baca juga: Bukan Hanya Orang Bule, Orang Indonesia Juga Ada yang Jadi Tentara Nazi)
Dari sejarahnya, satuan SS-Polizei Panzergrenadier Division dibentuk pada tahun 1939 dan dikontrol langsung oleh petinggi Polisi SS, Reichsfuhrer SS Heinrich Himmler.
Pada awal pembentukkan anggota Polizei Division terdiri 15.000 personel kepolisian yang selanjutnya mendapat pelatihan sebagai pasukan tempur menggunakan panzer dan kuda.
Kekuatan tempur yang dimiliki Polizei Division makin lengkap ketika kemampaunnya ditingkatkan menjadi Panzergrenadier (Divisi Panzer), yakni 4th SS-Polizei Panzergrenadier Division.
Sebagai divisi yang menjadi salah satu kekuatan tempur Nazi, SS-Polizei Panzergrenadier kemudian dikirim ke sejumlah medan perang, seperti ketika Nazi Jerman menyerbu Polandia dan Perancis.
Di medan perang Perancis, pasukan SS Polizei terkenal dengan cara bertempur menggunakan alat transportasi kuda dan bertarung di sepanjang sungai Aisne dekat Selat Ardennes dan Hutan Argonne.
Setelah menunjukkan kehebatannya di merdan tempur Perancis, pasukan SS-Polizei kemudian ditransfer sebagai kekuatan cadangan di Army Group North.
Bersama pasukan Army Group North, SS-Polizei Panzergrenadier lalu dikerahkan ke medan perang Rusia.
Sebanyak 2000 personil SS-Polizei dibawah komando Jenderal Arthur Mulverstadt bertempur mati-matian melawan pasukan Rusia yang jumlahnya lebih besar.
(Baca juga: Klaus Barbie si Penjagal dari Lyon, Gembong Nazi Terakhir yang Ditangkap, dan Betapi Kejinya Politik)
(Baca juga: Tidak Hanya Dihajar di Dunkirk, Pasukan Inggris Juga Pernah Babak Beluk oleh Pasukan Jerman Nazi di Libia)
Pertempuran yang berlangsung di kawasan Luga itu bertujuan memperebutkan jembatan yang membentang di atas danau .
Pasukan SS-Polizei yang bertarung secara frontal dan brutal akhirnya berhasil menghancurkan pertahanan pasukan Rusia.
Mereka dengan kejam membantai pasukan Rusia yang sebenarnya sudah menyerah kalah.
Pada tahun 1943 SS-Polizei masih bertempur di Rusia dan setelah berhasil menahan serangan balik pasukan Rusia di Kolpino, SS-Polizei kemudian ditugaskan di kawasan Balkan.
Sebagai pasukan yang dikenal sangat brutal dan kejam, SS-Polizei terlibat dalam aksi pembantaian ratusan penduduk sipil di desa Distomo, Yunani yang kemudian lebih dikenal dengan Distomo Massacre.
Meskipun pada akhir perang SS-Polizei berhasil dihancurkan oleh Tentara Merah Rusia, sisa-sisa pasukan SS-Polizei untuk menghindari aksi balas dendam pasukan Rusia, berusaha keras menyerahkan diri kepada pasukan AS.
Pasalnya jika ditawan oleh pasukan AS, para personel SS-Polizei akan diperlakukan sebagai tawanan perang sesuai Konvesi Jeneva.
Tapi jika sampai jatuh ke tangan pasukan Rusia, mereka akan dibantai atau digantung dan sedikit saja yang bisa selamat hidup-hidup.
Bagi tawanan yang hidup pun, pasukan Rusia akan memasukkan mereka ke tahanan berupa kamp kerja paksa dan di tempat itu para tawanan secara perlahan akhirnya akan tewas.