Advertorial
Intisari-Online.com -Perang mulut antara pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terus berlanjut.
Tapi untuk kali ini, Kim Jong-un dianggap telah menunjukkan kecerdasannya.
Kim menuduh Presiden Trump sengaja memelihara ketegangan di Semenanjung Korea demi kepentingan bisnis dan bukan karena ingin mencari perdamaian.
(Baca juga:Kim Jong-Un dan Joseph Stalin, Dua Diktator yang Sama-sama Tak Ragu Bantai Keluarganya Sendiri)
“Ia seorang pedagang perang dan pencekik upaya perdamaian,” ucap Jong-un seperti dikutip oleh Cnn.com.
Akibat konflik Korut-AS yang makin memanas, Korsel dan Jepang sebenarnya menjadi negara yang lebih terancam dibandingkan AS sendiri.
Bukti bahwa rudal balistik Korut sudah dua kali meluncur di atas pulau Hokkaido di Jepang menunjukkan bahwa Korut bisa merudal Jepang kapan saja.
Sedangkan meriam-meriam altileri Korut juga pernah menghajar kawasan Yeongpeong, Korsel, tanpa bisa ditangkis sistem pertahanannya.
Meski di sepanjang perbatasan Korut-Korsel telah digelar berbagai persenjataan canggih untuk mendeteksi dini ancaman serangan dari Korut, nyatanya itu seolah sia-sia belaka.
Dengan kondisi yang selalu rawan serangan dari Korut itu maka baik Korsel maupun Jepang secara militer memang sangat tergantung kepada persenjataan-persenjataan canggih buatan AS demi mengantisipasi serangan militer dari Korut.
Khususnya ketika Korut menerapkan sistem perang asimetris dengan cara meyerang menggunakan rudal-rudalnya.
Setiap persenjataan antirudal yang dimiliki Jepang dan Korsel, seperti Patriot PAC-2 yang jumlahnya mencapai ratusan unit dan harga satu rudalnya 4 juta dolar AS, tidak diberikan oleh AS begitu saja tapi harus dibeli baik oleh Korsel maupun Jepang.
Korsel dan Jepang juga sudah memesan jet tempur siluman berteknologi paling canggih buatan AS, F-35 Lighning II, yang jumlahnya ratusan unit dan harga setiap unitnya sekitar 85 juta dolar AS.
Dari nilai penjualan persenjataan antirudal Patriot PAC-2 dan jet tempur F-35, pemerintah AS jelas sudah mendapat income yang sangat besar.
Nilai jual itu belum termasuk persenjataan canggih lainnya yang telah dibeli Korsel dan Jepang dari AS sejak tahun 2011 seperti radar, tank lapis baja, kapal perang, dan sebagainya.
Ketegangan di Semenanjung Korea memang telah memberikan keuntungan yang luar biasa bagi AS karena sebagai pedagang mesin-mesin perang terbesar di dunia, AS memang membutuhkan pembeli potensial, terutama negara-negara sekutu AS yang sedang terancam serangan militer dari negara lain.
Ironisnya, jika tidak ada koflik, AS akan berusaha menciptakannya demi melancarkan penjualan mesin-mesin perang produksinya.
Kebetulan Presiden Trump juga seorang pebisnis ulung, maka mejadi tidak aneh jika ada konlik yang terkait dengan kepentingan AS, konlik itu langsung dijadikan ajang bisnis untuk menjual persenjataan.
(Baca juga:Ancaman AS untuk Hancurkan Korut Bukan Gertak Sambal, karena Pernah Dilakukan saat Perang Korea)
Maka menjadi tidak salah jika Kim Jong Un dalam sekian episode perang mulutnya kemudian menjuluki Presiden Trump sebagai presiden yang sengaja “memanfaatkan perang demi bisnis (senjata) dan berusaha mencegah terciptanya perdamaian”.