Advertorial
Intisari-Online.com – Alkisah, seorang tua pernah bertengkar dengan anak tunggalnya.
Dia mencoba meminta maaf berkali-kali tapi pemuda itu tidak mau mendengarkan.
Sang ayah tidak pernah menyerah karena dia mencintai anaknya dengan segenap hatinya, tapi anak itu tidak mau menerimyanya, karena dia terlalu dibutakan oleh harga dirinya.
(Baca juga:Memaafkan Membuat Hidup Kita Lebih Bebas, Bugar, dan Berarti)
Tahun-tahun berlalu dan saat orang tua itu terbaring di ranjang kematiannya, ia melakukan usaha terakhir untuk berdamai dengan anaknya.
Tapi tetap saja sang anak tidak mau mendengarkan. Dan ayahnya meninggal dengan ikhlas.
Sang anah bertumbuh menjadi pria dewasa. Sedikit pun ia tidak pernah menyebutkan nama ayahnya. Dan saat anaknya bertanya tentang kakeknya, ia hanya mengatakan kepada anaknya untuk tidak pernah menyebutkan kakek lagi.
Pada suatu hari, mereka terlibat pertengkaran sengit dan anaknya melarikan diri seperti yang dilakukan ayahnya puluhan tahun sebelumnya.
Pria itu sangat sedih dan kali ini ia bukan lagi tidak memiliki harga diri, tapi ia merasa benar-benar terasing.
Ia takut kehilangan anaknya untuk selamanya dan untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun ia berpaling kepada Tuhan dalma doa.
Pada saat itu ada sesuatu yang memenuhi hatinya dan ia menyadari bagaimana perasaan ayahnya bertahun-tahun yang lalu.
Ia ingat bagaimana ia telah menyakiti orangtuanya dan pada saat itu ia menyadari tingkat luka yang ia sebabkan.
Semakin ia berpikir, semakin ia mengerti betapa tidak adilnya apa yang dilakukannya pada ayahnya, pria yang memberinya segalanya sepanjang hidupnya.
(Baca juga:Memaafkan Orang yang Kita Cintai Akan Meringankan Kesedihan)
Dengan sedih ia memikirkan hal itu, sampai tertidur di sofa. Keesokan harinya ketika ia membuka matanya, ia mendapati dirinya berada di tempat tidurnya dan di depannya berdiri anaknya.
Pria itu tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Keduanya saling berpelukan hingga mereka menangis bersama.
Setelah meminta maaf berkali-kali, pemuda itu menjelaskan bahwa ia merasa sangat membenci ayahnya. Hingga pada suatu malam ia bermimpi aneh yang menyentuh hatinya.
Ia bermimpi seorang pria tua memeluknya. Dan saat ia memeluknya, semua kebenciannya berubah menjadi cinta. Orang tuanya itu kemudian memintanya untuk memaafkan dan melupakannya. Begitu ia terbangun, ia berlari ke rumah ayahnya.
Pria tersebut mengatakan kepada anaknya bahwa pada malam yang sama, ia pun mendapatkan pelajaran penting. Bagaimana ia membiarkan ayahnya merana saat ia masih muda.
Pemuda itu ingin tahu lebih banyak tentang kakeknya yang tidak pernah ia kenal atau lihat. Dan inilah saat yang paling tepat.
Pria itu menghampiri rak buku tua dan mengambil sebuah album keluarga tua. Ia kemudian mengambil foto tua ayahnya dan ketika pemuda itu melihatnya, ia terpana.
Pemuda itu kemudian menjelaskan bahwa pria dalam foto itu sama seperti yang datang dalam mimpinya.
(Baca juga:Beri Kuliah Umum di ITB, Menteri Susi Langsung Minta Maaf karena Pakai Sandal. Ini Alasannya!)