Intisari-Online.com – Alkisah, seorang tua pernah bertengkar dengan anak tunggalnya.
Dia mencoba meminta maaf berkali-kali tapi pemuda itu tidak mau mendengarkan.
Sang ayah tidak pernah menyerah karena dia mencintai anaknya dengan segenap hatinya, tapi anak itu tidak mau menerimyanya, karena dia terlalu dibutakan oleh harga dirinya.
(Baca juga: Memaafkan Membuat Hidup Kita Lebih Bebas, Bugar, dan Berarti)
Tahun-tahun berlalu dan saat orang tua itu terbaring di ranjang kematiannya, ia melakukan usaha terakhir untuk berdamai dengan anaknya.
Tapi tetap saja sang anak tidak mau mendengarkan. Dan ayahnya meninggal dengan ikhlas.
Sang anah bertumbuh menjadi pria dewasa. Sedikit pun ia tidak pernah menyebutkan nama ayahnya. Dan saat anaknya bertanya tentang kakeknya, ia hanya mengatakan kepada anaknya untuk tidak pernah menyebutkan kakek lagi.
Pada suatu hari, mereka terlibat pertengkaran sengit dan anaknya melarikan diri seperti yang dilakukan ayahnya puluhan tahun sebelumnya.
Pria itu sangat sedih dan kali ini ia bukan lagi tidak memiliki harga diri, tapi ia merasa benar-benar terasing.
Ia takut kehilangan anaknya untuk selamanya dan untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun ia berpaling kepada Tuhan dalma doa.
Pada saat itu ada sesuatu yang memenuhi hatinya dan ia menyadari bagaimana perasaan ayahnya bertahun-tahun yang lalu.
Ia ingat bagaimana ia telah menyakiti orangtuanya dan pada saat itu ia menyadari tingkat luka yang ia sebabkan.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR