Advertorial

Mulai Ingin Gunakan Uang Elektronik? Waspadai Biaya-biaya Ini

Agus Surono

Editor

Intisari-Online.com– Tak lama lagi pembayaran uang tol berpindah ke nontunai. Tak ada lagi gerbang tol yang menyediakan pembayaran bea masuk tol dengan uang tunai.

Ini seiring dengan minat masyarakat bertransaksi memakai alat transaksi nontunai mulai dari kartu debit, kartu kredit,uang elektronikataue-wallet, yang semakin meningkat dari hari ke hari.

Untuk transaksi memakai uang elektronik saja, dataBank Indonesia mencatat sampai akhir Juli 2017 nilainya telah menembus Rp5,9 triliun. Sedangkan jumlah peredaran uang elektronik mencapai 70 juta kartu di seluruh Indonesia.

Perkembangan e-money ini diperkirakan akan semakin cepat seiring dengan kian banyaknya transaksi-transaksi yang menyediakan kanal nontunai. Bahkan beberapa transaksi justru diwajibkan memakai uang elektronik, seperti pembayaran tarif jalan tol tadi (mulai akhir Oktober).

Bertransaksi memakai uang elektronik boleh dibilang lebih praktis. Namun, kemunculan biaya-biaya terkait transaksi perlu mendapat perhatian para nasabah agar terhindar dari pengeluaran yang tidak perlu.

(Baca juga:Selamat Datang Kartu Uang Elektronik)

Juga, supaya transaksi e-money tetap membawa nilai kepraktisan.

Berikut ini daftar biaya yang perlu kita perhatikan bila bertransaksi memakai uang elektronik atau nontunai:

1. Biaya pembelian kartu uang elektronik perdana (starter pack)

Biaya pembelian perdana kartu uang elektronik adalah biaya yang dikenakan ketika kita pertama kali membeli kartu uang elektronik baik di bank penerbit atau di merchant ritel.

Biaya yang dikenakan beragam namun rata-rata mulai Rp10.000-Rp20.000 per kartu. Jadi, misalnya kita beli satu kartu uang elektronik terbitan bank A, harganya bisa dipatok Rp40.000 dengan isi saldo Rp20.000. Dengan demikian, biaya pembelian perdana adalah Rp20.000.

Bank atau institusi penerbit uang elektronik kadangkala juga merilis seri uang elektronik yang spesial (special edition). Harga perdananya juga beragam tergantung dari keunikan desain kartu. Bila seri spesial, biasanya harganya lebih mahal karena ada nilai koleksi.

2. Biaya isi ulang uang elektronik

Mulai 20 Oktober nanti, transaksi isi ulang uang elektronik yang semula tidak diatur oleh Bank Indonesia, akan mulai dikenakan biaya.

Untuk transaksi isi ulang uang elektronik di jaringan pembayaran yang dimiliki oleh bank penerbit, biayanya Rp 0 jika nilai transaksi isi ulang di bawah Rp200.000.

(Baca juga:Ini Alasan BI Mendorong Transaksi Non Tunai)

Sedangkan untuk pengisian saldo uang elektronik di atas Rp200.000 di jaringan pembayaran milik bank penerbit, akan dikenakan biaya maksimal Rp750 per transaksi.

Sebagai contoh, bila kita mengisi uang elektronik merek ABC sejumlah Rp100.000 di mesin EDC Bank ABC, maka tidak akan terkena biayatop up. Sebaliknya, bila mengisi saldo Rp250.000 di mesin EDC Bank ABC, kita akan terkena fee Rp750 per transaksi.

Adapun bila isi ulang dilakukan di jaringan yang bukan milik bank atau institusi penerbit, maka nasabah akan dikenakan biaya maksimal Rp1.500 per transaksi.

O, ya, kebijakanfee top upsejauh ini masihberupa pengaturan batas atas tarif isi ulang. Bank bisa saja tidak mengenakan biaya apapun, tergantung pada kebijakan masing-masing penerbit kartu uang elektronik. (Bambang Priyo Jatmiko)

*Artikel ini sudah tayang di Kompas.com dengan judul Inilah Biaya-biaya yang Perlu Diwaspadai bila Memakai Uang Elektronik

Artikel Terkait