Advertorial
Intisari-Online.com - Seperti diberitakanKompas.com pada 25 Agustus 2020,Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengakui jumlah tes Covid-19 di Indonesia masih jauh dari standar Badan Kesehatan Dunia (WHO).
WHO menetapkan 1 tes per 1.000 penduduk per minggu.
Jika mengejar standar WHO, maka Indonesia harus melakukan tes terhadap 267.000 warga per minggu.
Sementara,Indonesia baru mencapai 35,6 persen dari standar yang ditetapkan WHO.
"Ini memang capaiannya masih jauh dari target yang diminta WHO dan menjadi standar internasional," kata dia.
Menurut Wiku, pemerintah berupaya meningkatkan jumlah tes, salah satunya dengan memperbanyak jumlah laboratorium.
Indonesia telah memasuki fase awal kritis
Epidemiolog Griffith University Dicky Budiman mengingatkan agar Indonesia terus melakukan penguatan kuantitas dan kualitas testing virus corona.
Menurut dia, Indonesia saat ini telah memasuki fase awal kritis akibat Covid-19.
"Indonesia ini sudah memasuki fase kritis awal yang diperkirakan mengalami puncak di awal Oktober 2020, khususnya Jawa."
"Ini bisa berlangsung lama, bisa sampai akhir tahun," kata Dicky kepada Kompas.com pada Rabu (26/8/2020).
Apa indikator fase kritis ini?
Dicky menyebutkan, ada beberapa indikator yang mendasari bahwa Indonesia kini sudah memasuki fase kritis pandemi virus corona.
Pertama, jumlah kasus baru harian yang semakin tinggi.
Hingga saat ini, menurut Dicky, hanya DKI Jakarta yang bisa dinilai secara valid karena memiliki cakupan tes memadahi dan memenuhi target Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu satu tes per seribu per minggu.
"Untuk melihat secara valid berapa kasus baru harian, tentu harus diakukan dengan testing yang optimal, baik kuantitas maupun kualitas," jelas dia.
"Bila ini tak bisa kita nilai, itu bukan sesuatu yang aman-aman saja."
"Malah sebaliknya, kita berada dalam posisi yang rawan karena kita tidak bisa menilai situasi sesungguhya di wilayah tersebut," lanjut Dicky.
Indikator kedua adalah infection rate yang juga dipengaruhi oleh kapasitas testing.
Dicky menyebut infection rate tersebut bisa menilai seberapa parah virus corona telah menyebar.
Ketiga, positivity rate baik pada level nasional maupun daerah yang berada di atas rata-rata global atau indikator WHO, yaitu di bawah 5 persen.
"Rata-rata kita di atas 10 persen, belum pernah turun di bawah 10 persen. Tentu ini situasinya rawan," kata Dicky.
Indikator terakhir untuk menilai bahwa Indonesia berada pada fase rawan adalah persentase penggunaan tempat tidur rumah sakit yang menunjukkan peningkatan.
Menurut dia, setiap daerah harus melakukan evaluasi terhadap indikator-indikator tersebut untuk melihat sejauh mana tingkat keseriusan kondisi Covid-19.
Oleh karena itu, Dicky mengimbau agar semua daerah menguatkan testing dan tracing, sehingga mendapatkan data yag memadai secara epidemiologi.
"Saya harap dalam fase rawan ini testing kita bisa menangkut, terlebih masih didominasi oleh Jakarta."
"Sementara daerah lainnya belum menerapkan testing sesuai target WHO," kata Dicky.
Ia menngatakan, jika Indonesia bisa melakukan 50.000 hingga 100.000 testing per hari, pati akan sangat menunjang keberhasilan dalam mengendalikan pandemi ini.
(Ahmad Naufal Dzulfaroh)
(Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Indonesia Disebut Memasuki Fase Kritis Covid-19, Ini Alasannya")