Find Us On Social Media :

Adu Domba Sah-sah Saja kok Dilakukan, di Garut Bahkan Jadi Kebiasaan

By Moh Habib Asyhad, Minggu, 17 September 2017 | 10:30 WIB

Lucunya, kabar perhelatan satwa bertanduk melengkung itu biasanya beredar hanya dengan dikabarkan dari mulut ke mulut.

Tidak ada pengumuman, entah berupa spanduk yang centang-perenang ataupun selebaran brosur.

Kabar yang mampir di telinga seketika disambut para peserta lomba.  Mereka pun sigap mendatangi tempat lomba.

Umumnya, penyelenggaraan dilakukan per wilayah atau kecamatan, meski ada pula yang cakupannya lebih luas hingga tingkat kabupaten.

Biasanya pula bunyi tanduk beradu dapat terdengar sedikitnya enam bulan sekali. Salah satunya diselenggarakan menjelang hari jadi Kota Garut.

Selain menembangkan lagu, pesinden juga bertugas memanggil peserta adu domba.

Bahkan, ini yang unik, sesekali pengumuman tentang tagihan biaya pendaftaran yang belum dibayar.

Jangan kaget pula bila tiba-tiba sang pesinden nyeletuk, "Saweran na Akang, jangan lupa." Aha,  rupanya itu memaknai ada domba yang menang. Lumayan juga, karena uang saweran itu dapat masuk ke kantong pribadi pesinden.

Banyak akal bila terpaksa tak ada pesinden live. Bagi panitia yang hanya mampu memutar kaset sebagai tembang pengiring, biasanya disediakan sedikitnya satu buah gendang.

Nantinya, gendang itu bakal dimanfaatkan pula untuk musik pengiring saat domba bertarung. Tujuannya, tak lain agar lebih meriah.

Nah, pastinya, bila tanpa pesinden biaya penyelenggaraan akan lebih murah. Lalu berapa besar biaya setiap peserta untuk ikutan mengadu domba?

Kabarnya sih tidaklah mahal. Kisarannya antara Rp 1.500,- - 2.500,-. Biasanya, biaya akan lebih mahal bila menggunakan pesinden berikut kelompok musik tradisionalnya.