Find Us On Social Media :

CIA Berhasil Bunuh Dalang Serangan 9/11 Bukan karena Kemampuan Tempurnya tapi Gara-gara Teknologi Ini

By Ade Sulaeman, Rabu, 13 September 2017 | 12:30 WIB

Jika lingkungan sekitar target yang jadi sasaran merupakan perumahan padat penduduk, warga yang sebenarnya tidak suka berperang itu akhirnya turut jadi korban.

Di sisi lain, banyaknya warga sipil yang menjadi korban Predator membuat sanak-saudara marah dan kemudian bertekad melakukan balas dendam.

Cara balas dendam yang efektif adalah tidak mau membantu sama sekali agen CIA di daerah perbatasan atau malah melaksanakan langkah ekstrem, yakni bergabung dengan kelompok Al-Qaeda.

Indikasi bertambahnya anggota Al-Qaeda atau Taliban bahkan sudah tampak, yakni banyaknya anggota anggota Al-Qaeda atau Thaliban Pakistan yang kerap melancarkan serangan di daerah perkotaan.

Munculnya Thaliban Pakistan menjadi masalah tersendiri bagi militer AS dan CIA apalagi pejuang Thaliban Pakistan telah membuat militer Pakistan tak berdaya. Guna menghadapi aksi Thaliban-Pakistan itu militer AS dan CIA harus bekerja super keras.

Tindakan represif sesungguhnya tidak lagi mempan diterapkan kepada para pejuang Taliban dan Al Qaeda yang telah kenyang pertempuran dan umumnya menganggap kematian di dalam perang sebagai jalan terbaik menuju kemuliaan.

Prinsip jihad yang dianut Taliban bukan hanya membuat mereka kebal terhadap tindakan represif tapi juga menyebabkan mereka saling berlomba untuk menjadi martir.

Dalam perkembangan terkini militer AS justru dibuat frustasi karena Taliban dan Al-Qaeda tak bisa dikalahkan.

Untuk menangkap Hekmatyar, pendukung Taliban yang dulu pernah jadi rekanan, CIA ternyata selalu gagal. Runyamnya misi tempur pasukan AS di Afghanistan bahkan ditandai dengan dicopotnya Panglima NATO asal AS, Jendral Stanley Mc Chrystal dan isu segera ditarik mundurnya pasukan AS dari Afghanistan.

Militer AS memang masih tetap mengandalkan peran agen CIA sehingga jumlah agen yang diturunkan di Afghanistan ditambah lagi sebanyak 700 personel.

Ratusan tenaga CIA itu terdiri dari tim mata-mata, analisis dan paramiliter, serta unsur-unsur terkait lainnya.

Pada intinya apapun strategi yang diterapkan CIA di Afghanistan hanya memiliki satu target.

Ratusan agen CIA yang diturunkan diharapkan mampu menembak mati musuh sebelum musuh itu sempat meledakkan bom khususnya bom yang melilit ditubuhnya.

Bertambahnya personel CIA yang juga dibarengi dengan bertambahnya anggota Al-Qaeda dan Thaliban, jelas membuat perang di Afghanistan makin berkepanjangan dan menyulitkan.

Dalam operasi rahasia CIA yang didukung oleh pasukan khusus AS, Osama Bin Laden akhirnya memang bisa tertangkap dan ditembak mati di Pakistan pada bulan Juni 2011.

Namun, terbunuhnya Osama Bin Laden ternyata tidak menghentikan aksi teror dan perlawanan pejuang Taliban terhadap sasaran militer AS baik yang berada di Afghanistan maupun Pakistan.

Perang melawan teror pun makin berkepanjangan dan diwarnai oleh makin banyaknya pasukan AS yang gugur secara sia-sia.

Bayangan kekalahan telak militer AS di Vietnam pun makin dekat di pelupuk mata. Presiden AS Donald Trump sudah memberkan pernyataan bahwa militer AS telah gagal meraih kemenangan di Afghanistan.

Oleh karena itu mulai muncul opsi untuk melakukan perundingan dengan kelompok Taliban atau malah menarik semua pasukan AS dari Afghanistan.

Jika kekalahan yang ditandai penarikan mundur pasukan AS dari Afghanistan itu akhirnya terjadi, CIA dan militer AS benar-benar telah kehilangan pamornya sebagai negara adidaya yang selalu berperan sebagai polisi dunia.