Find Us On Social Media :

Romeo dan Juliet ala Toraja yang Tak Terpisahkan Hingga di Alam Kematian

By Ade Sulaeman, Jumat, 1 September 2017 | 13:00 WIB

Biaya diperoleh dari sanak keluarga. Konon biaya pesta kematian Pak Markus sekitar Rp 8 juta. Jumlah babi yang disembelih sudah lima puluh ekor saat kami tiba.

Itu pun belum semua, karena dalam perjalanan kembali kami masih berpapasan dengan beberapa rombongan yang menggotong babi yang meronta-rota dan menguik menuju ke tempat pesta.

Daging dan jeroan babi dibagikan pada tamu. Bulu babi dibersihkan dengan cara dibakar di atas bara api.

Kepala kerbau rupanya merupakan bagian yang paling dihormati. Kepala ditambah paha kerbau dibagikan kepada para bangsawan, kerabat dekat dan orang yang dihormati.

Bagian yang paling tidak penting, yakni telapak kaki, boleh diminta siapa saja. Saya melihat seorang anak berusia sekitar delapan tahun dengan bangga  menenteng dua telapak kaki kerbau untuk dibawa pulang.

Jangan sampai kelaparan

Menurut kepercayaan orang  Toraja, kehidupan di alam baka sama seperti di dunia. Di sana mereka juga membutuhkan sandang, pangan dan papan.

Dengan mengurbankan puluhan hewan, di alam baka mereka tidak bakal kelaparan. Selain itu  pemotongan hewan juga merupakan penghargaan anak kepada keluarganya.

Tingkat upacara pemakaman tergatung siapa orang yang meninggal. Anak yang lahir dan langsung meninggal akan ditanam.

Anak yang meninggal sebelum giginya tumbuh akan dimasukkan ke dalam lubang kayu besar (liang pia) tanpa pembalut kain dan tanpa upacara seperti Pak Markus.

Upacara pemakaman terbesar dan paling mahal adalah Mangrapai. Upacara diadakan dua kali sebelum dikubur.

Upacara  pertama diadakan segera seseorang meninggal dan upacara kedua kurang lebih satu tahun sesudahnya.