Find Us On Social Media :

Kisah Tragis Para Tentara Bayaran AS yang Terbunuh di Fallujah Irak: Sudah Dibakar, Digantung Pula di Jembatan

By Moh Habib Asyhad, Minggu, 27 Agustus 2017 | 15:30 WIB

Intisari-Online.com - Anggota pasukan sewaan Private Military Company (PMC) yang dikirim AS ke kawasan Irak dan Afghanistan umumnya mantan pasukan khusus yang telah memiliki pengalaman tempur.

Dalam penugasan, meskipun bukan anggota militer lagi mereka tetap berkoordinasi dengan militer AS dan memiliki persenjataan lengkap serta bekerja berdasarkan komando.

Namun, dalam situasi genting ketika para PMC terlibat baku tembak dengan milisi bersenjata, militer AS akhirnya turut terlibat sehingga menjadi tidak ada bedanya antara peran PMC dan militer AS. Lebih-lebih karena mereka menghadapi musuh yang sama.

Menjadi anggota PMC juga kerap dilakukan oleh para agen CIA yang sedang menyamar. Anehnya, para milisi Irak atau Afghanistan umumnya juga  menganggap semua anggota PMC adalah agen CIA.

Dengan demikian dari sisi target serangan, para anggota PMC justru memiliki risiko ganda.

Setiap personil PMC yang dikirim ke medan tempur semuanya sadar bahwa dirinya memiliki risiko yang tinggi untuk kehilangan nyawanya.

Apalagi dalam setiap misinya saat melaksanakan tugas pengawalan personil PMC tidak mendapat perlindungan dari pasukan militer regular AS atau Irak.

Dengan bayaran tinggi yang diterima setiap harinya personil PMC yang secara motivasi bekerja di medan tempur demi uang memang bekerja dengan cara tersendiri.

Semua kebutuhan dipenuhi oleh institusinya dan mereka tinggal menjalankan tugas saat perintah tiba.

Namun jika fasilitas yang disediakan bagi PMC untuk menjalankan tugas berisiko tingginya tidak beres nyawa merekalah yang menjadi bayarannya.

Peristiwa yang berakibat fatal itu dialami oleh 4 personil Blackwater saat bertugas di Fallujah, Irak.

Tugas Blackwater yang dilaksanakan pada bulan November 2004 adalah mengirimkan logistik untuk keperluan dapur bagi markas militer AS di kota Taji,Camp Ridgeway.

Tugas pengiriman itu sebenarnya sederhana. Personil Blackwater yang mengendarai mobil pengawal tinggal memandu sekaligus mengawal konvoi truk menuju lokasi yang dituju.

Jika tak ada halangan konvoi logistik akan tiba tepat waktu dan misi pun bisa dilbilang sukses.

Walaupun prosedur pengiriman logistik merupakan pekerjaan rutin, Blackwater tetap merancang proses pengiriman secara matang sehingga baik personil yang mengawal maupun barang yang dikirim bisa terjamin keselamatannya.

Untuk sebuah misi pengiriman logistik Blackwater menerapkan sistem pengawalan standart 6 personil PMC didukung oleh 2 ranpur lapis baja seperti Humve.

Dalam formasi pengawalan, mobil pertama yang ditumpangi 3 personil Blackwater akan bertugas di depan konvoi truk sedangkan satu mobil lagi yang juga berisi 3 personil bertugas mengawal di belakang konvoi.

Persenjataan yang dipegang PMC merupakan senjata standart seperti senapan M-4 dan pistol Glock.

Sementara senjata seperti senapan mesin dipegang oleh orang ketiga yang duduk di bagian belakang mobil pengawal.

Jika disergap oleh penyerang, penumpang di samping sopir bisa menembakkan senjata ke arah samping kanan, sopir yang terlatih mengemudi sambil menembak menghadang lawan dari arah kiri, sementara penumpang di bagian belakang siap menghadapi penyerang dari arah belakang.

Dengan sistem pertahanan seperti itu secara teori personil PMC yang masih berada di dalam mobil bisa memberikan perlawanan memadai saat disergap.

Tapi pada misi pengawalan dari Kuwait ke Taji, Blackwater ternyata menyiapkan fasilitas pengamanan yang tidak memenuhi standar.

Mereka hanya menyediakan 4 personil PMC bersenjata standar yang menumpang mobil SUV Mistshubishi Pajero.

Empat personil PMC yang rata-rata telah memiliki pengalaman tempur itu antara lain Scott Helvenston, Mike Teague, Wes ley JK Batalona, dan Jerry Zovko.

Pihak Blackwater yakin kendati misi pengawalan logistik itu berisiko tinggi dan harus melintasi kota Fallujah yang rawan serangan, personil PMC-nya bukan merupakan sasaran serangan utama bagi kelompok perlawanan yang berada di Fallujah.

Oleh karena itu, dengan tenaga empat orang dan tanpa kendaraan lapis baja misi mengirim logistik dari Kuwait menuju Camp Ridgeway di kotav Taji positif dilaksanakan.

Dari keempat PMC yang ditugaskan Wesley JK Batalona merupakan anggota tertua dan berumur 48 tahun.

Selama 20 tahun ia bergabung dengan US Ranger dan ketika pensiun pangkat terakhirnya adalah Sersan.

Sebagai orang Hawaii asli usai bertugas dari Ranger, Wesley bekerja sebagai petugas keamanan di hotel Hilton Waikoloa Village.

Ketika Perang Irak meletus..Wesley yang kesulitan keuangan dan harus menanggung biasa rumah sakit ayahnya yang sakit-sakitan memutuskan bergabung sebagai tenaga PMC.

Tapi faktor utama Wasley bergabung dengan PMC adalah dirinya sudah sangat merindukan dunia pertempuran seperti saat masih bertugas di US Ranger.

Wesley yang lebih menyukai tampil dengan pakaian santai ala Hawai itu  kemudian bergabung dengan Blackwater dan ditugaskan di Irak.

Personil PMC  kedua dan berumur paling muda seorang pemuda berdarah Kroasia berumur 32 tahun yang lahir di Cleveland, AS, Jerry Zovko.

Dalam tugas sebagai PMC, Zovko merupakan teman akrab Wesley.

Zovko pernah bergabung dengan US Army dan kemudian bertugas sebagai Polisi Militer di Fort Bragg.

Anggota PMC ketiga adalah pria berumur 38 tahun yang juga mantan anggota Ranger, Michael R “The Ice Man” Teague.

Setelah bertugas di Ranger, Michael kemudian bergabung dengan satuan elit SOAR (Special Operations Aviation Regiment) sebagai door gunner.

Selama berakier sebagai tentara selama 12 tahun, Michael pernah bertempur di Grenada, Panama, dan Afganistan.

Anggota PMC keempat Scott Helvenston  bukan berasal dari Ranger tapi SEAL.

Bagi mantan anggota SEAL yang biasa bertempur di laut, bertugas di daratan Irak memang merupakan hal baru apalagi Scott yang juga dikenal sebagai aktor terkenal itu belum memiliki pengalaman perang.

Scott pernah berperan sebagai seorang tokoh militer dalam film Face Off dan Three Ninjas.

Pada film yang dibintangi oleh Demi Moore itu, Scott memerankan instruktur SEAL bernama Ridley Scott. Tayangan reality show yang materinya tentang survival, “Combat Mission”, juga dibintangi oleh Scott Helvenson.

Dengan berbagai peran di layar televisi dan film Scott pun menjadi public figur yang memiliki banyak uang.

Tapi pada tahun 2001, bisnis Scott di dunia hiburan surut dan akhirnya mengalami kebangkrutan.

Setelah sempat bekerja sebagai petugas keamanan yang gajinya tak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup istri dan kedua anaknya, Scott kemudian bergabung dengan Blackwater.

Pascamendapat pelatihan secukupnya Scoot kemudian ditugaskan di Kuwait dan mulai berkenalan dengan ketiga rekannya yang mantan anggota US Ranger.

Blackwater sebenarnya lebih menyukai untuk menerima tenaga PMC yang mempunyai pengalaman tempur di darat dan bukan pasukan professional yang biasa bertempur di laut.

Bagi Blackwater motivasi SEAL saat menjalankan misi juga berbeda karena dalam setiap misi tempurnya, SEAL bertugas secara rahasia demi membela negara dan bukan karena faktor uang.

Sedangkan pasukan yang biasa bertempur di darat menurut pemahaman Blackwater selain telah terbiasa dengan sejumlah misi operasi tempur terbuka  yang selama ini dilaksanakan oleh para PMC Blackwater, mereka juga tak tabu jika membicarakan masalah gajinya

Sebagai anggota tim November One yang akan ditugaskan ke daerah rawan di Irak, posisi Scott sebenarnya sudah diisi oleh orang lain, T-Boy yang mantan anggota USMC.

Tapi pada waktu yang ditentukan T-Boy yang terbang menggunakan pesawat komersil menuju Kuwait pesawatnya mengalami kendala sehingga T-Boy terlambat tiba di Kuwait.

Tim November One yang dikendalikan oleh Justin McQuown yang juga mantan pelatih Scott di Blackwater kemudian memasang Scott sebagai pengganti posisi T-Boy.

Saat tim November diberangkatkan dari Kuwait menuju Irak, T-Boy yang ditunggu-tunggu ternyata juga belum muncul sehingga Scott bersama tiga rekan Ranger-nya pun segera diberangkatkan. 

Pada tanggal 29 Maret tim November One yang telah tiba di Baghdad, Irak, mulai berkemas-kemas di sebuah hotel yang juga berfungsi sebagai markas besar Blackwater.

Tim November One tampak sedang serius mempelajari run down proses pengiriman logistik menuju Taji yang akan dilaksanakan keesokan harinya.

Tak ada yang sulit dalam run down tersebut. Rinciannya,  tim yang terbagi dalam dua regu akan  mengendarai dua mobil Mistshubishi Pajero dan melaju menuju kota Taji yang berlokasi di sebelah utara Baghdad.

Di kota Taji tim November One selanjutnya akan menjemput tiga truk barang milik ESS yang berada di markas militer AS, Camp Ridgeway.

Markas militer AS ini berada di sebelah barat Baghdad, dan harus melintasi kota yang sangat rawan oleh serangan para resisten Irak, Fallujah.

Bagi Batalona dan Zovko yang sudah pernah bertugas di kawasan yang harus dilewati  itu tugas mengawal tiga truk ESS itu terasa ringan karena bukan merupakan pengawalan barang hidup seperti bus penumpang.

(Baca juga: Kontak Senjata di Irak Pengaruhi Pelemahan Rupiah di Indonesia)

Demikian juga bagi Helvenston dan Teague terasa tak ada kendala. Hanya saja kedua orang ini belum pernah memasuki kawasan yang akan dilintasi sehingga jika mendapat serangan keduanya bisa kehilangan orientasi dan  berakibat fatal.

Esok harinya  (31 Maret) setelah beristirahat satu hari  tim November One berangkat menuju Taji.

Untuk meperjelas identitas  Batalona dan Zovko mengendarai mobil Misubishi Pajero warna  biru sedangkan Helvenson dan Teague  mengendarai Pajero warna merah.

Perjalanan menuju kota Taji untuk menjemput tiga truk ESS berjalan  lancar. Konvoi kemudian melanjutkan perjalanan menuju Camp Ridgeway.

Formasi konvoi  kendaraan sipil itu terdiri atas tiga truk Mercedez Benz, dua Pajero Blackwater, dan dua truk milik pasukan pertahanan sipil Irak.

Selama perjalanan posisi Pajero yang dikendarai oleh Batalona dan Zovko berada di belakang truk Irak diikuti tiga truk milik ESS dan paling belakang adalah Pajero yang dikendarai oleh Helvenson dan Teague.

Ketika perjalanan konvoi memasuki kota Fallujah semua kendaraan melaju di jalan raya Highway 10 dan terus menuju pusat kota yang kiri serta kanan jalannya dipenuhi oleh bangunan industri. 

Perjalanan melintasi setengah kota Fallujah berjalan cukup lancar meskipun jalanan cukup padat.

Tapi kelancaran konvoi sontak berubah drastis. Ketika tiba di perempatan jalan yang sibuk truk milik pertahanan sipil Irak yang berada di posisi paling depan berhenti mendadak.

Kendaraan di belakangnya pun otomatis berhenti dan semua pengemudi bertanya-tanya terhadap apa yang akan terjadi.

Semua personil Blackwater juga masih tetap berada di dalam Pajeronya dan mengira penghentian mendadak itu karena kepadatan lalu lintas.

Mereka bahkan sama sekali tak menaruh curiga  dan menganggap kemacetan itu merupakan hal biasa.

Tapi tanpa diduga sama sekali ketika semua mobil sedang berhenti sekelompok pemuda Fallujah yang dari semula bersembunyi di belakang sebuah toko muncul dengan menembakkan senjata AK-47.

Rentetan peluru kaliber 7.62 mm itu ternyata ditujukan kepada Pajero yang berada di posisi paling belakang.

Hamburan peluru AK-47 yang juga berasal dari arah belakang Pajero dengan mudah menembusi kaca dan bodi mobil. Akibatnya Helvenson dan Teague tewas sebelum meraih senjatanya.

Pengemudi truk ESS yang ketakutan begitu mendengar suara tembakan, dua di antaranya langsung membawa truknya keluar dari formasi dan kemudian tancap gas kabur.

Zovko dan Batalona tak bereaksi terhadap dua truk ESS yang kabur itu.

Mereka langsung memutar balik mobilnya menuju Pajero yang ditumpangi Helvenson serta Teague yang saat itu sudah jadi mayat.

Tapi manuver Pajero Zovko hanya berlangsung sementara dan akibat berondongan peluru yang datang dari semua arah serta jarak dekat, mobil pajero itu oleng dan kemudian menabrak bemper Toyota warna putih.

Zovko dan Batalona pun tewas dengan luka tembak di sekujur tubuh  tanpa sempat memberikan perlawanan.

Melihat para korbannya sudah tak berdaya para resisten Fallujah pun turun ke jalan dan bersorak-sorai penuh kemenangan di sekitar dua Pajero Blackwater yang bersimbah darah.

Suara tembakan juga mengundang makin banyak  penduduk sekitar untuk keluar dan kerumunannya memenuhi jalanan kota Fallujah.

Sejumlah orang merekam mayat  4 personil Blackwater yang bersimbah darah, beberapa orang lagi melepaskan tembakan ke udara sebagai tanda kemenangan, dan hampir semua orang berteriak-teriak serta berdansa untuk merayakan kemenangannya terhadap AS.

(Baca juga: Ternyata Indonesia Pernah Bantu Pejuang Afganistan Lawan Uni Soviet Lewat Strategi yang Sangat Rumit)

Tiba-tiba bensin mulai disiramkan kepada kedua Pajero dan api pun segera mengepul membakar empat personil Blackwater yang sudah tak bernyawa.

Suasana horor pun segera memenuhi udara seputar Fallujah ditingkahi oleh penduduk yang masih menari-nari serta berteriak-teriak penuh rasa kemenangan.

Horor terus berlanjut. Semua mayat anggota Blackwater yang sudah menjadi arang kemudian diikat tali dan dikaitkan pada bamper mobil dan diarak sepanjang jalan utama kota Fallujah,  Sheik Ahmed Yassin Street.

Sepanjang jalan penduduk Fallujah yang berkumpul terus meneriakan kemenangannya terhadap penjajah AS dan Israel.

Polisi Irak yang menyaksikan kejadian itu tak berani berbuat apa-apa dan mereka menganggap peristiwa brutal tersebut merupakan urusan AS.