Find Us On Social Media :

Kisah Tragis Para Tentara Bayaran AS yang Terbunuh di Fallujah Irak: Sudah Dibakar, Digantung Pula di Jembatan

By Moh Habib Asyhad, Minggu, 27 Agustus 2017 | 15:30 WIB

Tugas pengiriman itu sebenarnya sederhana. Personil Blackwater yang mengendarai mobil pengawal tinggal memandu sekaligus mengawal konvoi truk menuju lokasi yang dituju.

Jika tak ada halangan konvoi logistik akan tiba tepat waktu dan misi pun bisa dilbilang sukses.

Walaupun prosedur pengiriman logistik merupakan pekerjaan rutin, Blackwater tetap merancang proses pengiriman secara matang sehingga baik personil yang mengawal maupun barang yang dikirim bisa terjamin keselamatannya.

Untuk sebuah misi pengiriman logistik Blackwater menerapkan sistem pengawalan standart 6 personil PMC didukung oleh 2 ranpur lapis baja seperti Humve.

Dalam formasi pengawalan, mobil pertama yang ditumpangi 3 personil Blackwater akan bertugas di depan konvoi truk sedangkan satu mobil lagi yang juga berisi 3 personil bertugas mengawal di belakang konvoi.

Persenjataan yang dipegang PMC merupakan senjata standart seperti senapan M-4 dan pistol Glock.

Sementara senjata seperti senapan mesin dipegang oleh orang ketiga yang duduk di bagian belakang mobil pengawal.

Jika disergap oleh penyerang, penumpang di samping sopir bisa menembakkan senjata ke arah samping kanan, sopir yang terlatih mengemudi sambil menembak menghadang lawan dari arah kiri, sementara penumpang di bagian belakang siap menghadapi penyerang dari arah belakang.

Dengan sistem pertahanan seperti itu secara teori personil PMC yang masih berada di dalam mobil bisa memberikan perlawanan memadai saat disergap.

Tapi pada misi pengawalan dari Kuwait ke Taji, Blackwater ternyata menyiapkan fasilitas pengamanan yang tidak memenuhi standar.

Mereka hanya menyediakan 4 personil PMC bersenjata standar yang menumpang mobil SUV Mistshubishi Pajero.