10 Hal tentang Antibiotika yang Harus Kita Tahu, Salah Satunya Tentang Alasan Kuman Semakin Kebal Terhadap Antibiotika

Ade Sulaeman

Penulis

Bagaimana antibiotika selayaknya digunakan, ternyata tidak semua orang tahu. Berikut ini 10 hal tentang antibiotika.

Intisari-Online.com – Antibiotika tentu bukan sesuatu yang asing. Namun, bagaimana antibiotika seiayaknya digunakan, tak semua orang tahu.

Berikut ini tulisan dr. Handrawan Nadesul, 10 Hal tentang Antibiotika, yang dimuat di Tabloid NOVA, edisi Januari 2003.

Apa sebetulnya manfaat antibiotika?

Antibiotika adalah senyawa kimia yang dibuat untuk melawan bibit penyakit, khususnya kuman. Ada beragam jenis kuman, ada kuman yang besar, ada yang kecil, dengan sifat yang beragam pula.

Kuman cenderung bersarang di organ tertentu di tubuh yang ditumpanginya. Ada yang suka di otak, di paru-paru, di usus, saraf, ginjal, lambung, kulit, atau tenggorok, dan lainnya.

Baca Juga : Antibiotik hingga Kurangi Bau Mulut, Ini 5 Manfaat Madu dan Cara Menggunakannya

Di organ-organ tempat bersarangnya itu, kuman tertentu menimbulkan infeksi. Kuman tipus menimbulkan penyakit tipus di usus, kuman TBC di paru-paru, selain bisa juga di tulang, ginjal, otak, dan kulit.

Kuman lepra di saraf dan kulit, kuman difteria di tenggorokan, tetanus di saraf, dan banyak lagi.

Awalnya, ditemukan jenis antibiotika penisilin, lalu sulfa, yang digunakan untuk mengobati semua penyakit infeksi.

Sekarang, sudah berpuluh-puluh jenis antibiotika ditemukan, baik dari rumpun yang sama, maupun dari jenis yang lebih baru.

Baca Juga : Inilah Makanan yang Harus Dikonsumsi Bila Mengonsumsi Antibiotik

Setiap antibiotika memiliki kemampuannya sendiri dalam melawan kuman. Itu sebab, setiap rumpun kuman memiliki penangkalnya masing-masing yang spesifik.

Namun, kebanyakan antibiotika bersifat serba mempan atau broadspectrum. Artinya, semua kuman dapat dibasminya.

Selain itu, ada pula jenis antibiotika yang sempit pemakaiannya, spesifik hanya untuk kuman-kuman tertentu saja. Misalnya, antibiotika untuk kuman TBC [mycobacterium tuberculosis), untuk lepra atau kusta (mycobaterium leprae), atau untuk tipus (salmonella tyhphi).

Kapan antibiotika digunakan?

Baca Juga : Ingat! Jangan Sembarang Minum Antibiotik, Ini Cara Tepat Obati Flu

Antibiotika digunakan jika ada infeksi oleh kuman. Infeksi terjadi jika kuman memasuki lubuh. Kuman memasuki tubuh melalui pintu masuknya sendiri-sendiri.

Ada yang lewat mulut bersama makanan dan minuman, lewat udara napas memasuki paru-paru, lewat luka renik di kulit, melalui hubungan kelamin, atau masuk melalui aliran darah, lalu kuman menuju organ yang disukainya untuk bersarang.

Gejala umum tubuh terinfeksi biasanya disertai suhu badan meninggi, demam, nyeri kepala, dan nyeri. Infeksi di kulit menimbulkan reaksi merah meradang, bengkak, panas, dan nyeri.

Contohnya bisul. Di usus, bergejala mulas, mencret. Di saluran napas, batuk, nyeri tenggorok, atau sesak napas. Di otak, nyeri kepala. Di ginjal, banyak berkemih, kencing merah atau seperti susu.

Baca Juga : Tak Perlu Beli, Antibiotik Bisa Dibuat Sendiri dengan Bahan Alami

Namun, gejala suhu tubuh meninggi, demam, nyeri kepala, dan nyeri, bisa juga bukan disebabkan oleh kuman, melainkan infeksi oleh virus atau parasit. Dari keluhan, gejala dan tanda, dokter dapat mengenali apakah infeksi disebabkan oleh kuman, virus, atau parasit.

Penyakit yang disebabkan bukan oleh kuman tidak mempan diobati dengan antibiotika. Untuk virus diberi antivirus, dan untuk parasit diberi antinya, seperti antimalaria, antijamur, dan anticacing.

Jika infeksi oleh jenis kuman yang spesifik, biasanya dokter langsung memberikan antibiotika yang sesuai dengan kuman penyebabnya. Misal bisul di kulit, tetanus, difteria, tipus, atau infeksi mata merah.

Untuk infeksi yang meragukan, diperlukan pemeriksaan khusus untuk memastikan jenis kuman penyebabnya. Caranya dengan melakukan pembiakan (kultur) kuman.

Baca Juga : Hebat! Meski Tak Berputing, Platipus Mampu Hasilkan Susu Guna Atasi Resistensi Antibiotik Manusia

Bahan biakannya diambil dari darah atau air liur, dahak, urine, tinja, cairan otak, nanah kemaluan, atau kerokan kulit.

Dengan biakan kuman, selain menemukan jenis kumannya, dapat langsung diperiksa pula jenis antibiotika yang cocok urtfuk menumpasnya (tes resistensi). Dengan demikian, pengobatan infeksinya lebih tepat.

Jika tidak dilakukan tes resistensi, bisa jadi antibiotika yang dianggap mampu sudah tidak mempan, sebab kumannya sudah kebal terhadap jenis antibiotika yang dianggap ampuh tersebut.

Kenapa semakin banyak kuman yang kebal antibiotika?

Pemakaian antibiotika di negara-negara sedang berkembang sering tidak terkontrol dan cenderung serampangan.

Baca Juga : Bagi Orangtua yang Belum Tahu, Anak Diare Tak Perlu Diberi Antibiotik Ya!

Antibiotika yang bisa dibeli bebas, ketidaktahuan pemakaian, dan tidak dipakai sampai tuntas, menimbulkan generasi kuman yang menjadi kebal (resisten) terhadap antibiotika yang digunakan secara tidak tepat dan serampangan itu.

Pemakaian antibiotika yang tidak dihabiskan, atau menebusnya setengah resep, misalnya.

Semakin sering dan banyak disalahgunakan suatu antibiotika, semakin cepat menimbulkan kekebalan kuman yang biasa ditumpasnya.

Pemakaian anlibiotika golongan erythromycine yang paling banyak dan luas dipakai di dasawarsa 80-an, semakin banyak melahirkan generasi kuman yang kebal terhadapnya.

Baca Juga : Inilah Alasan Sebenarnya Mengapa Kita Harus Menghabiskan Antibiotik, Anda Harus Tahu!

Lalu, dibuat generasi baru dari rumpun yang sama. Setiap beberapa tahun, lahir jenis generasi antibiotika baru untuk membasmi jenis kuman yang sudah kebal. Tentu, dengan harga yang lebih mahal.

Apa efek samping antibiotika?

Seperti obat umumnya, antibiotika juga punya efek samping masing-masing. Ada yang berefek buruk terhadap ginjal, hati, ada pula yang mengganggu keseimbangan tubuh.

Dokter mengetahui apa efek samping suatu antibiotika, sehingga tidak diberikan pada sembarang pasien.

Pasien dengan gangguan hati, misalnya, tidak boleh diberikan antibiotika yang efek sampingnya merusak hati, sekalipun ampuh membasmi kuman yang sedang pasien idap. Dokter perlu memilihkan antibiotika lain, mungkin kurang ampuh, namun tidak berefek pada hati.

Baca Juga : Jangan Salah Kaprah, Flu Tidak Memerlukan Antibiotik

Namun, jika suatu antibiotika tidak ada penggantinya, antibiotika tetap dipakai, dengan catatan, bahaya efek samping pada seorang pasien memerlukan monitoring oleh dokter, jika dipakai untuk jangka waktu yang lama.

Antibiotika untuk TBC, misalnya, yang diminum sedikitnya 6 bulan, perlu pemeriksaan fungsi hati secara berkala, agar jika sudah merusak hati, obat dipertimbangkan untuk diganti.

Apa bahaya terlalu sering menggunakan antibiotika?

Pemakaian antibiotika yang terlalu sering tidak dianjurkan. Di negara kita, orang bebas membeli antibiotika dan memakainya kapan dianggap perlu.

Sedikit batuk pilek, langsung minum antibiotika. Baru mencret sekali, langsung antibiotika. Padahal belum tentu perlu. Kenapa?

Baca Juga : Dokter Ini Menyarankan untuk Tak Habiskan Antibiotik, Begini Alasannya

Belum tentu batuk pilek disebabkan oleh kuman. Awalnya oleh virus. Jika kondisi badan kuat, penyakit virus umumnya sembuh sendiri.

Yang perlu dilakukan pada penyakit yang disebabkan oleh viais adaJah memperkuat daya tahan tubuh dengan cukup makan, istirahat, dan makanan bergizi.

Pemberian antibiotika pada batuk pilek yang disebabkan oleh virus hanya merupakan penghamburan dan merugikan badan, sebab memikul efek samping antibiotika yang sebetulnya tak perlu terjadi.

Kasus batuk pilek virus yang sudah lama, yang biasanya sudah ditunggangi oleh kuman, baru membutuhkan antibiotika untuk membasmi kumannya, bukan untuk virus flunya.

Baca Juga : Kabar Bahagia Bagi Dunia Medis, Ternyata Jamur yang Tumbuh di Danau Bekas Tambang Bisa Jadi Antibiotik Baru

Minum antibiotika kelewat sering juga mengganggu keseimbangan flora usus. Kita tahu, dalam usus normal tumbuh kuman yang membantu pencernaan dan pembentukan vitamin K.

Selain itu, di bagian-bagian tertentu tubuh kita juga hidup kuman-kuman jinak yang hidup berdampingan dengan damai dengan tubuh kita.

Di kemaluan wanita, di kulit, di mulut, dan di mana-mana bagian tubuh ada kuman yang tidak mengganggu namun bermanfaat (simbiosis).

Terlalu sering minum antibiotika berarti membunuh seluruh kuman jinak yang bermanfaat bagi tubuh. Jika populasi kuman jinak yang bermanfat bagi tubuh terbasmi, keseimbangan mikroorganisme tubuh bisa terganggu, sehingga jamur yang tadinya takut oleh kuman-kuman yang ada di tubuh kita berkesempatan lebih mudah menyerang.

Baca Juga : Ilmuwan: Darah Komodo Bisa Jadi Obat Antibiotik yang Ampuh Hancurkan Bakteri Tanpa Tinggalkan Jejak

Berapa lama seharusnya konsumsi antibiotika?

Lama pemakaian antibiotika bervariasi, tergantung jenis infeksi dan kuman penyebabnya. Paling sedikit 4 -5 hari. Namun, jika infeksinya masih belum tuntas, antibiotika perlu dilanjutkna smapai keluhan dan gejalanya hilang.

Pada tipus, perlu beberapa minggu. Demikian pula pada difteria, tetanus. Paling lama pada TBC yang memakan waktu berbulan-bulan. Termasuk pada kusta.

Pada infeksi tertentu, setelah pemakaian antibiotika satu kir, perlu dilakukan pemeriksaan biakan ku man ulang untuk memastikan apakh kuman sudah terbasmi tuntas.

Infeksi saluran kemih, misalnya, setelah selesai satu kir antibiotika dan keluhan gejalanya sudah tiada, biakan kuman dilakukan untuk melihat apa di ginjal masih tersisa kuman. Jika masih tersisa kuman dan antibiotikanya tidak dilanjutkan, penyakit infeksinya akan kambuh lagi.

Baca Juga : Bakteri yang Kebal Terhadap 26 Jenis Antibiotik Membunuh Seorang Perempuan AS

Kenapa antibiotika bisa tidak mempan?

Antibiotika tidak mempan karena dua hal. Yang paling sering, kuman penyebab penyakitnya sudah kebal terhadap antibiotika tersebut.

Untuk itu perlu dicari antibiotika jenis lain yang lebih sensitif. Biasanya perlu dilakukan tes resistensi mencari jenis antibiotika yang tepat.

Yang kedua karena tidak dilakukan tes resistensi dulu dan langsung diberikan antibiotika secara acak, sehingga kemungkinan pilihan antibiotikanya tidak tepat untuk jenis kuman penyebab penyakitnya. Antibiotikanya memang tidak mempan terhadap kuman penyebabnya.

Kita mengenal ada kuman jenis gram-negatif. Untuk itu perlu antibiotika untuk jenis kuman itu. Jika diberikan antibiotika untuk jenis kuman gram-positif, tentu tidak akan mempan, sebab antibiotikanya salah sasaran.

Baca Juga : Video Ini Tunjukan Betapa Menyeramkannya saat Bakteri Bermutasi Sehingga Kebal Terhadap Antibiotik

Atau bisa oleh karena infeksinya bukan disebabkan oleh kuman, melainkan oleh virus atau parasit. Jamur kulit tak mempan diberi salep atau krim antibiotika, misalnya.

Apa artinya antibiotika yang keras?

Artinya tidak perlu antibiotika dari generasi yang baru, kalau dengan antibiotika klasik (golongan penicillin) masih mempan. Namun, untuk infeksi ringan saja (flu), seringkali diberikan antibiotika generasi mutakhir.

Selain jauh lebih mahal, tubuh pun memikul efek samping yang biasanya lebih berat. Semakin ampuh antibiotika, biasanya semakin keras pula efek sampingnya.

Membunuh lalat tak perlu pakai panah, cukup ditepuk. Begitu pula untuk infeksi enteng. Kalau bisa, jangan lekas-lekas memakai antibiotika.

Baca Juga : Tak Melulu Berupa Obat, Antibiotik Juga Bisa Kita Peroleh di Dapur

Tubuh kita memiliki perangkat antibodi. Setiap bibit penyakit, apa pun jenisnya, yang masuk ke dalam tubuh, akan dibasmi oleh sistem kekebalan tubuh sendiri.

Tubuh baru menyerah kalah jika bibit penyakitnya sangat ganas, jumlahnya banyak, dan daya tahan tubuh sedang lemah.

Tidak setiap kali dimasuki bibit penyakit, tubuh kita akan jatuh sakit. Jika kekebalan tubuh prima, bibit penyakit yang sudah memasuki tubuh akan gagal menginfeksi, dan kita batal jatuh sakit.

Infeksi umumnya baru terjadi jika tubuh sedang lemah. Untuk itu, perlu bantuan zat anti yang dikirim dari luar. Kiriman zat anti dari luar itulah yang diperankan oleh antibiotika.

Baca Juga : Beli Antibiotik Sendiri? Kemungkinan Besar Hanya Akan Mubazir

Kenapa orang bisa pingsan usai minum atau disuntik antibiotika?

Adakalanya, sehabis minum atau disuntik antibiotika bisa pingsan. Orang-orang tertentu yang berbakat alergi, umumnya tidak tahan terhadap antibiotika golongan penisilin, baik yang diminum maupun yang disuntikkan.

Beberapa menit sampai beberapa jam sesudahnya muncul reaksi alergi. Rasa tebal dan gatal di bibir, pusing, mual, muntah, lalu pingsan.

Jika ringan hanya gatal-gatal mirip biduran. Reaksi hebat bisa menimbulkan reaksi kulit melepuh, berbisul-bisul (Steven-johnson syndrome).

Bagi yang berbakat alergi, perlu dites dulu sebelum mendapat suntikan antibiotika golongan penisilin. Jika positif, jangan diberikan. Atau jika pernah ada riwayat gatal sehabis minum atau disuntik antibiotika, buatlah catatan, agar lain kali dapat mengingatkan dokter kalau tidak tahan antibitioka tersebut.

Baca Juga : Sakit Flu Tidak Harus Minum Antibiotik

Sekarang reaksi alergi terhadap antibiotika sudah jarang terjadi, sebab tersedia banyak pilihan antibiotika yang lebih unggul dari penisilin tanpa risiko alergi.

Apakah semua antibiotika hanya untuk diminum?

Tidak. Selain dalam bentuk obat minum [oral), ada juga dalam bentuk suntikan (parenteral), salep, krim, supositoria (dimasukkan ke liang dubur atau vagina); lotion, dan tetes.

Infeksi kulit memakai salep atau krim antibiotika, infeksi mata merah memakai tetes atau salep mata, infeksi telinga tengah memakai tetes kuping antibiotika, keputihan kuman dipakai antibiotika berbentuk peluru yang dimasukkan ke dalam vagina (bagi yang sudah menikah, tidak buat yang masih gadis).

Baca Juga : Rahasia tentang Antibiotik yang Disembunyikan oleh Para Dokter (2)

Antibiotika streptomycine, garamycine, hanya dalam bentuk suntikan, tidak tersedia dalam bentuk tablet atau kapsul. Sebaliknya, kebanyakan antibiotika yang diminum belum tentu ada dalam bentuk suntikannya. Tapi, ada juga antibiotika baik dalam bentuk suntikan maupun yang diminum.

Membubuhi serbuk antibiotika pada lubang gigi yang sakit seperti kebiasaan sementara orang atau pada luka, tidak terlalu tepat.

Efek penembusan antibiotika ke jaringan gusi yang terinfeksi tidak sebaik jika diminum, atau bisa menyerap optimal seperti antibiotika yang sudah dalam bentuk salep atau krim jika untuk dipakai pada kulit.

Jadi, bijaklah dalam pemakaian antibotika…

Baca Juga : Saat Bakteri Penyebab Penyakit Tak Lagi Ampuh Dilawan Antibiotik

Artikel Terkait