Find Us On Social Media :

Inilah Alasan Sebenarnya Laksamana Muda Maeda Biarkan Rumahnya Jadi Tempat Menyusun Naskah Proklamasi. Jangan Kecewa, Ya!

By Ade Sulaeman, Rabu, 16 Agustus 2017 | 17:15 WIB

Karena itu diputuskan berapat pada tanggal 16 Agustus jam 10 agi di kantor Dewan Sanyo Pejambon 2.

Pertemuan itu urung, karena hari itu jam 4 pagi Bung Karno dan Bung Hatta oleh pemuda-pemuda Sukarni-Chairul Saleh dibawa ke Rengasdengklok.

Di antara pejabat-pejabat tinggi Jepang tokoh Laksamana Muda Maeda dari Kaigun sungguh menarik.

Oleh historicus Belanda H.J. De Graaf, Maeda dilukiskan sebagai seorang perwira Angkatan Laut yang karena lbeih banyak melihat dunia dalam tugasnya, lebih luas, dan lebih terang pandangannya terhadap situasi yang sebenarnya daripada perwira-perwira Angkatan Darat.

Ia berusaha mengadakan kontak dengan masyarakat a.l. melalui Kantor Penerangan yang pimpinannya dipegang oleh Subardjo SH.

Sayuti Melik dari semua tertarik oleh sikap Laksamana Muda Maeda. Sebagai seorang pejuang kemerdekaan yang banyak makan garam, ia tak lantas percaya akan sikap baik perwira tinggi itu.

Ia mencari motifnya. Motif yang ia peroleh dari Maeda begitu bersifat manusiawi, sehingga ia dapat menerimanya.

Menurut Sayuti motif itu ialah: Setelah Jepang kalah, Maeda percaya tamatlah riwayat negara dan dirinya. Berakhirlah hidupnya.

Apakah ia membantu kemerdekaan bangsa Indonesia atau tidak, bagi dirinya sendiri sama ialah tamat riwayatnya.

Daripada pergi tanpa meninggalkan jasa, lebih baik pergi dengan meninggalkan nama. Kenangan baik itu ialah sikapnya yang bersimpati terhadap kemerdekaan Indonesia.

Pada tanggal 16 Agustus pagi-pagi buta, Sayuti dibangunkan dan diberi tahu bahwa Bung Karno, Bu Fatmawati, dan Guntur tak ada.

Mereka mencari keterangan ke Subardjo SH, kemudian ke Maeda, tetapi tiada mendapatkan.