Find Us On Social Media :

Dengan Teknologi Ini Video Hoax Pun Bisa Dibuat. Makin Brutal Saja Media Sosial

By Agus Surono, Kamis, 27 Juli 2017 | 14:00 WIB

Ilustrasi

(Baca juga: Jangan Percaya Hoax, Karena Bikin Hoax Itu Mudah)

Sebuah tim peneliti di University of Alabama di Birmingham sedang mengerjakan peniruan suara. Dengan 3-5 menit cuplikan suara korban - diambil secara langsung atau dari video YouTube atau acara lain – kita bisa menyatukan suara yang dapat menipu manusia maupun sistem keamanan biometrik suara seperti yang digunakan oleh beberapa bank dan smartphone.

Kita kemudian bisa berbicara lewat mikrofon dan perangkat lunak akan mengkonversinya sehingga kata-kata itu terdengar seperti suara yang diucapkan oleh pemilik suara asli - entah itu melalui telepon atau di acara radio.

Perusahaan rintisan asal Kanada, Lyrebird, telah mengembangkan kemampuan serupa, yang katanya dapat digunakan untuk mengubah teks menjadi audiobook yang dibacakan oleh tokoh terkenal atau karakter tertentu dalam video games.

Meskipun niat mereka baik, teknologi voice-morphing yang dikombinasikan dengan teknologi face-morphing dapat digunakan untuk membuat pernyataan palsu yang meyakinkan seolah-olah ucapan tokoh masyarakat.

Di luar berita palsu ada banyak implikasi lainnya, kata Nitesh Saxena, associate professor dan direktur riset University of Alabama di departemen ilmu komputer Birmingham.

(Baca juga: Banyak Hoax Beraroma Pornografi di Internet, Waspadalah!)

"Anda bisa meninggalkan pesan suara palsu yang menyamar sebagai ibu seseorang. Atau mencemarkan nama seseorang dan mengirim sampel audio secara online."

Teknologi morphing ini memang belum sempurna. Ungkapan wajah dalam video bisa tampak sedikit menyimpang atau tidak wajar dan suaranya bisa terdengar sedikit seperti suara robot.

Namun, seiring waktu dan penelitian yang berkelanjutan, akan sampai pada titik ketika sangat sulit bagi manusia untuk mendeteksi kecurangan tersebut.

Terlebih masih ada orang-orang yang diistilahkan sebagai bersumbu pendek. Mudah menerima informasi tanpa menelaah isinya.

Mengingat erosi kepercayaan pada media dan penyebaran berita kebohongan yang merajalela melalui media sosial, penting bagi orang atau lembaga yang berkaitan dengan media untuk meneliti konten yang terlihat dan terdengar seperti asli itu.