Find Us On Social Media :

Rencana Deportasi WNI Terafiliasi ISIS: Benarkah 'Mantan' Anggota ISIS Bisa Insaf?

By Agus Surono, Rabu, 19 Juli 2017 | 11:30 WIB

Siapa Sebenarnya yang Mendanai ISIS?

Intisari-Online.com - Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu berkeras ratusan warga negara Indonesia yang dideportasi karena terlibat ISIS.

Ryamizard berpendapat, lebih baik mereka tidak usah kembali ke Indonesia.

"Enggak usah balik lagilah. Kalau mau berjuang, ya berjuang saja di sana sampai mati," ujar Ryamizard di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (17/7/2017).

Diberitakan, pemerintah Turki mendeportasi 152 WNI yang diduga kuat berafiliasi pada ISIS.

Tidak hanya 152 itu saja, WNI juga menangkap 435 WNI yang terlibat ISIS. Sebanyak 435 WNI itu direncanakan juga akan dipulangkan ke tanah air.

Kelompok ISIS yang dipimpin Abu Bakr al-Baghdadi memang memiliki banyak “jurus” untuk memburu calon anggota baru. Segala cara mereka tempuh, mulai dari menjual jargon hidup mulia atau mati syahid hingga menawarkan kehidupan bak surgawi.

(Baca juga: Joanna Palani, Si Sniper Cantik yang Menjadi Most Wanted-nya ISIS)

Tak sedikit orang dari berbagai latar belakang yang terjerat dengan rayuan maut ISIS. Mereka rela meninggalkan keluarga, mengorbankan harta benda atau mungkin kehidupan mapan untuk terbang ke sejumlah ladang konflik, seperti Suriah dan Irak demi bergabung dengan kelompok teroris itu.

Namun, ternyata banyak juga yang kemudian merasa menyesal telah masuk ke kelompok ISIS.

Misalnya, Mohamad Jamal Khweis (26). Melalui sebuah wawancara dengan stasiun televisi Kurdistan 24 dan dikutip Fox News, Khweis menjelaskan ia berangkat ke Mosul, Irak, yang dikuasai ISIS setelah bertemu dengan seorang perempuan di Turki semasa bepergian ke negara tetangga Suriah itu. 

Khweis tak bisa memastikan identitas perempuan yang berangkat bersamanya ke Mosul. Kepada The Daily Beast, sejumlah pejabat Amerika Serikat (AS) mengatakan, ISIS telah membentuk sebuah jaringan perempuan yang bertanggung jawab untuk merekrut anggota baru.

Akan tetapi, pria itu hanya mampu bertahan tinggal di Mosul selama satu bulan. "Saya merasa sangat sangat sulit untuk hidup di sana. Saya menemukan seseorang yang bisa mengantarkan saya kembali ke Turki. Awalnya dia mengatakan bisa, namun ternyata sulit. Dia hanya mampu membawa saya ke dekat perbatasan Turki," jelas Khweis.