Find Us On Social Media :

Misteri Kurdaitcha, Awalnya Nama Sandal kok Tiba-tiba Menjadi Pemburu Orang yang Bersalah

By Moh Habib Asyhad, Jumat, 14 Juli 2017 | 20:30 WIB

Kurdaitcha, dari nama sandal hingga jadi pemburu orang bersalah

Proses itu dirahasiakan bagi kaum wanita dan semua orang yang bukan termasuk anggota suku.

Jika terdakwa telah meninggalkan desanya, tulang berisi itu diberikan pada kurdaitcha, para pembunuh ritual suku tersebut.

Nama kurdaitcha berasal dari sepasang sandal istimewa yang dipakai ketika mereka sedang memburu orang yang bersalah.

Sandal itu dijalin dari bulu burung kakatua dan rambut manusia. Sandal itu tidak meninggalkan jejak.

Para pemburu menutupi tubuhnya dengan rambut kangguru, yang direkatkan pada kulit mereka setelah sebelumnya melumuri dirinya dengan darah manusia.

Mereka membuat topeng dari bulu emu. Biasanya mereka maju berkelompok dua atau tiga orang tanpa ada rasa takut.

Kalau perlu mereka  akan mengejar sasarannya selama bertahun-tahun.

Ketika para pemburu itu akhirnya berhasil menyudutkan korbannya, mereka mendekatinya hingga jarak 30 cm dan satu kurdaitcha atau "si pemburu' jatuh berlutut, memegang tulang itu dalam genggamannya lalu menodongkannya seperti pistol.

Seketika itu juga, orang terhukum itu menjadi kaku ketakutan. Kurdaitcha mendorong tulang itu ke dekatnya dan menyebutkan suatu mantra singkat.

Bersama dengan rekan pemburunya, mereka kemudian menarik diri dan meninggalkan korbannya sendirian.

Sekembali di desanya, kundela itu lalu dibakar dalam sebuah upacara.

Orang yang dihakimi itu mungkin saja masih hidup beberapa hari atau minggu lagi.

(Baca juga: Pemburu Terkenal Ini Tewas Tertindih Gajah yang Ia Tembak Sendiri, Apakah Ini Karma?)

Namun, karena meyakini kuasa kundela yang mematikan, keluarga dan anggota suku lain yang ditemuinya (yang pasti sudah mendengar tentang pengadilannya) menganggapnya seakan-akan sudah mati.

Upacara mengisi kundela menciptakan kekuatan psikik tulang itu, yakni sebuah "tombak pemikiran", sebagaimana dijelaskan yang akan menembus terdakwa ketika tulang itu diarahkan kepadanya.

Sekali terluka, kematian korban sudah pasti, ibarat sebuah tombak asli telah menembus dirinya.

(Seperti pernah dimuat di Buku Ratapan Arwah; Kisah Nyata Kutukan & Tulah – Intisari)