Penulis
Intisari-Online.com - Untuk melancarkan misi tempur ke Irak, Afghanistan, dan Suriah, militer AS memiliki pangkalan udara yang sangat besar di Al Udeid Air Base, Qatar.
Sebagai negara kecil di kawasan Teluk, Qatar yang merupakan negara terkaya di dunia memang butuh pasukan pengaman.
Apalagi penduduk Qatar hanya 2,7 juta dan semuanya hidup makmur.
Jarang ada yang mau jadi tentara sehingga banyak pekerjaan yang bersifat mempertahankan negara diisi oleh orang-orang bukan Qatar.
Pesawat-pesawat tempur Qatar yang jumlahnya ratusan sebagian besar di antaranya diterbangkan oleh pilot-pilot bayaran dan bukan warga negara Qatar.
Maka ketika militer AS meminta Qatar untuk digunakan sebagai pangkalan militernya, Qatar langsung menerima.
(Baca juga: Hubungan Diplomatik Diputus, Inilah yang akan Terjadi dengan Jalur Penerbangan Qatar Airways ke Depannya)
(Baca juga: Pemutusan Hubungan Diplomatik Negara-negara Arab terhadap Qatar adalah Buntut Panjang dari Perang Teluk)
(Baca juga: Negara-negara Arab Ramai-ramai Memutus Hubungan Diplomatik dengan Qatar: Bagaimana Nasib Piala Dunia 2022?)
Pemerintah Qatar bahkan membantu membuatkan pangkalan udara AS, Al Udeid Air Base dengan mengucurkan dana sendiri sebesar 1 milliar dollar AS.
Pangkalan udara AS di Al Udeid pun menjadi pangkalan militer terbesar AS di kawasan Teluk dengan jumlah personel mencapai 10.000 ribu orang.
Selain mendapat jaminan keamanan secara otomatis dari AS, Qatar juga mendapatkan pemasukan dari 10.000 personel militer AS yang membelanjakan uangnya di Qatar.
Puluhan ribu personel militer AS itu sama saja dengan kehadiran turis yang tidak perlu diundang.
Tapi seperti biasa, suatu negara yang bekerja sama dengan AS secara militer, lama-lama akan terpengaruh oleh sepak terjang AS jika tidak memiliki sikap tegas.
Ciri khas AS adalah politik bermuka dua dan standar ganda karena terbiasa memperlakukan kawan kadang sebagai lawan. Atau lawan diperlakukan sebagai kawan.
Itu bisa terjadi karena militer AS dan agen rahasia CIA memiliki strategi yang berbeda.
Pemerintah AS sedang gencar memerangi terorisme, tapi pada saat tertentu, CIA bisa menggunakan para teroris untuk menyerang targetnya.
Misalnya saja kelompok militan ISIS yang sedang diperangi, bisa saja ‘’dibayar’’ CIA untuk menyerang pasukan Rusia atau pasukan Suriah pro pemerintah.
Dana yang diperoleh oleh CIA bisa saja merupakan hasil penjualan senjata kepada Qatar, lalu digunakan untuk ‘’membayar jasa ISIS’’.
Apalagi Qatar telah membeli 36 jet tempur F-15 produk AS yang nilainya mencapai ratusan milliar dollar.
Qatar bersama negara-negara Arab lainnya sebenarnya telah menandatangani kesepakatan untuk memerangi terorisme, khususnya kelompok ISIS dan al-Qaeda.
Jika Qatar sampai ‘’terpeleset’’ akibat ulah CIA dan secara tak sengaja justru telah mendukung terorisme, maka menjadi masuk akal jika negara-negara Arab yang kecewa, ramai-ramai memutuskan hubungan diplomatik.
Qatar sebenarnya masih kebingungan atas sikap negara-negara Arab itu.
Pasalnya Qatar merasa tidak melakukan pelanggaran tapi tiba-tiba langsung mendapatkan tindakan keras berupa pemutusan hubungan diplomatik dari negara-negara Arab.
Jika bisa memahami sepak terjang militer AS dan agen rahasia CIA, Qatar seharusnya bisa bersikap.
Dengan pemahaman itu , Qatar dimungkinkan tidak demikian mudah terseret oleh manuver-manuver ‘’licik’’ baik yang dilakukan militer AS maupun CIA.