Find Us On Social Media :

Angka Keberuntungan ‘3’ dan ‘8’ dalam Pertarungan David Melawan Goliath di Dunia Penerbangan

By K. Tatik Wardayati, Senin, 29 Oktober 2018 | 18:15 WIB

Intisari-Online.com – Masih harus dibuktikan apakah super-jumbo Airbus A380 merupakan pesawat baru yang cocok bagi abad baru – abad 21. Ataukah justru pesawat Boeing 787 yang hanya mengangkut sekitar 270 penumpang? Inilah pertarungan David melawan Goliath dalam dunia penerbangan.

Simak tulisan Dudi Sudibyo, Si Gendut Penjelajah Angkasa, seperti yang pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Februari 2006.

Angka keberuntungan "tiga" dan "delapan" yang disandang A380 sedikitnya membuka tabir misteri tersebut. Produk industri pesawat terbang Eropa ini diramalkan bakal sukses sesuai angka "keramat" budaya Cina yang disandangnya.

Boeing pun ikut latah, tidak mau ketinggalan menyelipkan angka "8" bagi pesawat mid-size "Dreamliner" Boeing 787-nya yang dibuat untuk menjawab pesaing dari Eropa.

Baca Juga : (BREAKING) Lion Air JT 610 Jatuh, Basarnas Berhasil Temukan Korban dan Saat Ini Sedang Diidentifikasi

Jika A380 menjual kapasitas, maka Boeing 787 Dreamliner mengiming-imingi kecepatan dan irit bahan bakar.  Medan "perang" Airbus lawan Boeing sekarang berubah jadi (ukuran) besar versus kecepatan!

Kedua musuh bebuyutan memang mengincar pasar Asia, yang sedang tumbuh dinamis (pasar Amerika Serikat dan Eropa sedang menjenuh). Abad ke-21, Cina diproyeksikan menjadi raksasa pariwisata dan perdagangan maupun induslri. Di belakangnya menyusul India, Korea Selatan, dan Thailand.

Perlu 11 jam untuk berembuk bagi para direksi Airbus guna mengisi dua digit terakhir A3XX, sebutan semula bagi burung besi raksasa ini. Selain mengaitkan dengan " angka keramat" Asia, penomoran ini sekaligus menggambarkan lompatan besar dari A330/A340, pesawat Airbus terbesar yang diproduksi sebelumnya.

Diuji 20 pilot

Baca Juga : Lion Air JT 610 Jatuh, Hanya Lion Air yang Gunakan Boeing 737 MAX 8 di Indonesia, Ini Kelebihannya

Lengkap sudah sekarang keluarga pesawat Airbus – dari badan sempit (A318/A319), badan lebar (A310, A300, A330, dan A340), ukuran sedang (A350 yang bakal dibuat, pesaing langsung Boeing 787), dan superjumbo (A380).

Sebelumnya, hanya Boeing yang  menjadi satu-satunya pabrik pesawat lerbang di dunia yang menawarkan suatu keluarga pesawat terbang mulai dari badan sempit (737), badan lebar (767 dan 777), midsize (787), hingga pesawat jumbo 400 penumpang Boeing 747.

Dengan diluncurkannya A380, otomatis mahkota superjumbo B747 berpindah kepala. Hingga 5 September lalu, pesawat nomor satu (MSN1) yang menjadi primadona pameran dirgantara Paris Airshow 2005 Juni, sudah mengantungi lebih dari 250 jam terbang sejak terbang perdana 7 April 2005.

Lebih dari 20 pilot uji termasuk dari Inggris dan Prancis yang bekerja pada European Aviation Safety Agency (Badan Keselamatan Penerbangan Eropa) telah menerbangkan dan menguji burung besi goliath itu.

Baca Juga : Lion Air JT 610 Jatuh, Pesawat Baru Berusia 3 Bulan, Layak Terbang dan Pengalaman Pilot Sudah Ribuan Jam Terbang

Mereka menerbangkan untuk mengejar sertifikasi agar jadwal penyerahan kepada pemesan pesawat tidak mengulur lagi.

Singapore Airlines sebagai launch customer semula akan menerima pesawat pertamanya pertengahan 2006, terpaksa mundur hingga awal 2007.

Keterlambatan akibat sejumlah lah teknis. Misalnya, kompleksitas sistem perkabelan di dalam kabin yang tidak diperhitungkan oleh Airbus akibat mengakomodasi rancangan interior kabin  yang diinginkan pemesannya. Untuk mengatasinya, Airbus menambah jumlah insinyurnya.

Penyerahan komponen dari para vendornya yang melewati tenggat waktu ikut memperparah molornya jadwal penyerahan. Sebagai bentuk rasa tanggung jawabnya, Airbus memberi diskon bagi mereka.

Baca Juga : Pesawat Lion Air JT 610 yang Jatuh Gunakan Boeing 737 MAX 8 Terbaru, Apa Keistimewannya?

Di luar masalah tadi, semua berjalan sesuai dengan rencana. "Uji aerodinamisnya sesuai dengan perhitungan (sejak pesawat terbang perdana)," jelas Vice President Flight Testing Fernando Alonso dengan bangga.

Saat makan siang bersama di restoran pabrik di kawasan Blagnac, di Kota Toulouse, selatan Prancis pertengahan Mei lalu, Senior Vicepresident Flight Operations merangkap Experimental Test Pilot Claude Lelaie yang menjadi kepala pilot uji menambahkan,

"A380 benar-benar pesawat aerodinamis yang excellent dalam penerbangan kecepatan tinggi maupun stall. Kami masih merasakan nyaman sewaktu terbang dengan kecepatan M 0,89. Tidak ada vibrasi. Kecepatan jelajahnya sesuai dengan yang diharapkan."

Proses sertifikasi pesawat raksasa ini tergolong lancar. Ada lima A380 yang dilibatkan untuk program uji terbang dan sertifikasi, ditambah satu pesawat yang tidak pernah terbang karena khusus untuk uji struktur.

Baca Juga : Lion Air JT 610 Jatuh, Ini 5 Kecelakaan Pesawat Paling Tragis di Indonesia, Salah Satunya Pilot Diduga Bunuh Diri

Pesawat MSNl (nomor satu) didedikasi untuk uji terbang, instrumentasi, sistem kendali, dan kinerja.

Nomor dua (MSN4) juga didedikasi untuk program yang sama. Sementera MSN2 untuk uji terbang dengan kabin terpasang lengkap dengan kursi, toilet, dapur, dan Iain-lain. Pesawat keempat (MSN7) dengan kabin lengkap didedikasi untuk evaluasi kabin dan route proving.

Pesawat nomor lima (MSN9) digunakan untuk menguji mesin Engine Alliance GP 72000, yakni  mesin pilihan lain di samping Rolls-Royce Trent 900. Kedua mesin itu masuk kategori mesin hijau y ng ramah lingkungan karena sangat rendah kebisingannya.

Setara hotel bintang lima

Baca Juga : Lion Air JT 610 Jatuh, Ini Foto & Video Penemuan Puing dan Barang Penumpang oleh Basarnas di Perairan Karawang

Versi pertama A380 dirancang untuk mengangkut 555 penumpang. Namun tak semua maskapai yang membelinya akan membawa penumpang sebanyak itu. Maskapai Virgin milik miliarder Inggris, Richard Branson, akan mengangkut kurang dari 500 penumpang karena pesawatnya butuh ruang bagi kasino, gym, tempat tidur, bar, serta berbagai fitur lainnya.

Lain lagi dengan Singapore Airlines yang berencana melengkapi kabinnya dengan 480 kursi. Alasan bos SIA, Chew Choon Seng, maskapainya ingin para penumpang berjalan-jalan selama penerbangan.

"Itu akan baik bagi kesehatan mereka," ujarnya. Malaysia Airlines System dan Qantas Airways dari Australia juga tidak akan melengkapi pesawat goliathnya dengan 555 kursi.

Kapasitas 555 kursi itu sebetulnya mencakup beberapa kelas. Jika dijadikan kelas ekonomi semua, kapasitasnya akan membengkak menjadi 800 kursi. Tentunya kenyamanannya berkurang meski jarak antarkursi masih lebih longgar dibandingkan dengan susunan kursi pesawat lain.

Baca Juga : Lion Air JT610 Jatuh, Basarnas Temukan Puing Pesawat, Pelampung, Kursi Hingga Potongan Tubuh

Namun, berhubung untuk jarak amat jauh seperti Melbourne - Los Angeles (12.749 km) yang akan dilayani Qantas misalnya, susunan kursi seperti itu masih terasa kurang nyaman. Untuk itulah flag carrier Australia ini hanya mengangkut 501 penumpang dalam tiga kelas.

Lain lagi dengan Emirates dari Timur Tengah, pemesan terbesar A380, yakni 43 pesawat! Pesawatnya akan dilengkapi dengan dua kelas, mengangkut 650 penumpang.

Sementara untuk jarak ultra-jauh tapi jumlah penumpangnya tidak padat seperti Dubai – Sydney dan Dubai - New York, A380-nya diisi 480 - 490 penumpang. Kelas utamanya setara dengan hotel berbintang lima.

Kemewahan interiornya dengan tangga untuk naik ke dek atas, mengingatkan kita pada kapal trans-Atlantik Circa 1925 yang serba mewah. Kesan inilah yang bakal diperoleh para penumpang kala berada dalam perut pesawat raksasa A380.

Baca Juga : Bukan Cuma karena Kesalahan Teknis , Kecelakaan Pesawat Juga Bisa Terjadi Gara-gara Logat Pilot

Memang ada yang tidak tanggungtanggung menambah kemewahan kabin A380 seperti Emirates yang akan lebih serba wah. Harga pesawatnya sendiri sudah wah, antara AS $ 240 juta (sekitar Rp 2,47 triliun) hingga AS $ 290 juta (Rp 2,75 triliun)!

Sungguh mahal harga si goliath A380 yang sanggup terbang sejauh 15.000 km tanpa henti ini.

Perlu 25 tahun

Airbus dan Boeing bukanlah yang pertama membuat pesawat berkapasitas 500 kursi lebih, dalam arti lain membuat pesawat serba raksasa ukurannya.

Baca Juga : Tak Melulu Tragis, Kecelakaan Pesawat Juga Bisa Punya Kisah Lucu, Salah Satunya Jatuh di Tengah Hajatan

Di masa silam, Igor Sikorsky dari Rusia (kemudian hijrah ke AS dan terkenal dengan helikopter Sikorsky-nya) dengan bantuan Tsar Rusia, membuat pesawat raksasa pertama dunia – Ilya Muromets.  Bentang sayapnya sama dengan jumbo 747.

 Versi militernya adalah pesawat pembom dan versi sipilnya pernah terbang dari Moskwa ke St. Peterburg.

Empat puluh tahun terakhir ini, pabrik pesawat AS Lockheed, Douglas, Boeing, dan pabrik lain  telah pula melakukan studi membuat pesawat raksasa yang sanggup mengangkut 500 - 600 penumpang.

Pada dekade 1960 setelah keputusan Pentagon membeli C-5A, pesawat angkut berat militer yang dikembangkan Lockheed-Gerogia, pabrik ini langsung merancang versi sipilnya dengan sebutan L-500.  Versi sipil ini dirancang untuk mengangkut 660 – 900 penumpang kelas ekonomi.

Baca Juga : Alami Kecelakaan Pesawat 50 Tahun Lalu, Jasad Tentara India Ini Ditemukan di Himalaya

Suatu program ambisius kala itu mengingat teknologi yang ada baru terbatas pada daya angkut 100 penumpang lebih seperti Boeing  707 dan DC-8. Berat maksimum lepas landas (maximum take-offweight) L-500 sekitar 332.727 kg, sama dengan versi angkut militer C-5A.

Pabrik Douglas Aircraft kala itu juga melakukan studi kemungkinan  membuat pesawat D-950, pesawat double-decker berkapasitas 403 - 458 penumpang. Versi lainnya, D-952, dirancang dengan 498 kursi.

Kedua rancangan pesawat itu diberi nama DC-10 sebelum studinya di-hentikan dan atribut itu kemudian diaplikasi pada pesawat bermesin tiga.

Boeing kala itu lebih hati-hati memperkenalkan proyek ambisiusnya, setelah kalah tender dengan (C-5A) Lockheed untuk kebutuhan Pentagon, mengajukan pesawat 747-100 berkapasitas 360 penumpang.

Baca Juga : 3 Hari Sebelum Kecelakaan Pesawat DC-10, Seorang Pria Sudah Melaporkan ‘Ramalannya’ ke Petugas Bandara

Pan American World Airways tertarik kemudian menjadi launch customer-nya dan meluncurkan program 747 April 1966, beberapa tahun sebelum Eropa memutuskan mendirikan pabrik pesawat terbang Airbus Industrie dalam upaya merebut pasar pesawat penumpang dunia.

Tepat seperempat abad kemudian, industri pesawat terbang Eropa (Airbus Industrie) berhasil merebut imbang pasar yang sebelumnya hanya dinikmati pabrik-pabrik AS.

Dengan burung besi goliathnya, Eropa saat ini merebut peringkat teratas manufaktur pesawat terbang dunia, menggeser raksasa Boeing yang hampir empat dekade tidak tersisihkan.

Akankah A380 sesukses jumbo Boeing 747? Sejarah akan mencatatnya.

Baca Juga : Pesawat Siluman F-20 Rusak Parah tapi Bukan oleh Jet Tempur Lawan