“Alamak, suatu teguran yang memalukan,” tulisnya.
Baca Juga : Antara Bung Hatta dan Zumi Zola, Sepenggal Kisah yang Mengiris Hati
Tak mengherankan jika di mata Meutia, ayahnya adalah istimewa. “Karena karakternya yang istimewa. Perjalanan hidupnya selalu menempatkan dia dalam posisi yang dihargai orang. Ayah menjaga martabatnya.”
Dalam soal etiket, ini berarti menjaga perilaku yang pantas. Dalam hal etika, ditampakkannya melalui kejujuran dan integritas yang tidak dapat ditawar.
Gemala juga mengingat, bagaimana ayahnya menyuruh dia tak berlama-lama sekolah di Australia.
Pada tahun 1928, dalam pledoinya di Pengadilan Pemerintah Kolonial di Den Haag, Belanda, Hatta mengutip puisi Rene de Clerq, pujangga Belgia, “Hanya ada satu negara yang menjadi negaraku. Ia tumbuh dengan perbuatan, dan perbuatan itu adalah perbuatanku.”
Baca Juga : Sepenggal Kisah Bung Hatta, Garang Memimpin Revolusi tapi Takut Mengambil Buah Prune
Demikianlah Hatta menularkan cintan tanah air kepada puterinya.
Setelah mengundurkan diri dari jabatan wapres, Hatta ditawari untuk tetap tinggal di istana wapres.
Tetapi ia memilih pindah ke rumah pribadi di Jln. Diponegoro 57, Menteng, Jakarta Pusat, yang dibelinya secara mengangsur.
Jejak ayah pada putri-putrinya
Baca Juga : Yang Dilakukan Para Pemuda Terhadap Soekarno-Hatta adalah Operasi militer, Bukan Penculikan