Find Us On Social Media :

Ajaran Bung Hatta untuk Anaknya: Membantu Orang Lain Tak Harus Menjadi Jutawan Dulu

By K. Tatik Wardayati, Jumat, 26 Oktober 2018 | 21:30 WIB

Intisari-Online.com – Kejujuran Hatta sudah terkenal dan lewat kejujuran itu Hatta menunjukkan integritasnya. Tapi integritas sering pula mendatangkan kerepotan.

Salah satunya, ketika pemerintah RI memberlakukan sanering (pada 25 Agustus 1959 - Red.). Menurut penuturan Meutia, ibunya sempat “komplain” kepada suaminya, “Kenapa tidak bilang?” Maklum, Ibu Rahmi sedang menabung untuk membeli mesin jahit.

Hatta menjawab, “Tidak bisa, karena itu rahasia negara. Ya sudah, kamu menabung saja lagi. Nanti kan bisa (terkumpul lagi) ....”

Kenyataan bahwa sejak akhir tahun 1956 Hatta sudah bukan pejabat negara, ternyata tidak mengurangi integritasnya.

Baca Juga : Kesederhanaan, Sifat Bung Hatta yang Paling Banyak Dikagumi, Namun Justru Paling Sulit Ditiru

Tertib dalam penggunaan dana negara ditunjukkannya dengan  mengembalikan sisa uang saku setelah kembali dari perjalanan tugas, termasuk ketika negara membiayainya untuk berobat ke Belanda pada tahun 1971.

”Ayah selalu melihat uang itu sebagai uang rakyat Indonesia dan masih banyak orang lain yang membutuhkan sisa uang itu,” tulis Gemala.

Sekretaris pribadinya, Wangsa Widjaja, yang harus mengurus pengembalian tersebut, bercerita kepada Gemala, “Saya jadi bahan tertawaan semua orang di Setneg.”

Gemala sendiri mengisahkan teguran yang pernah diterimanya dari sang ayah, saat ia berkuliah pencatatan medis di Sydney, Australia 1974 - 1976.

Baca Juga : Cucu Bung Hatta Berang: Sepatu Bally dan Kisah Kesederhanaan Sang Proklamator yang Mungkin Sulit 'Ditiru' Siapapun

Lewat surat-menyurat yang selalu dibuka dengan “Gemala yang manis” dan ditutup dengan “Peluk cium Ayah”, Hatta memberikan semangat, menghibur, bahkan mengirimkan materi untuk penulisan makalah anaknya.

Pada penutup surat bertanggal 26 Maret 1975, ayahnya menyelipkan teguran kecil kepadanya,

“ ... kalau menulis surat kepada Ayah dan lain-lainnya janganlah dipakai kertas Konsulat Jenderal RI. Surat-surat Gemalakan surat prive, bukan surat dinas.”