Advertorial
Intisari-online.com - Gubernur nonaktif Jambi Zumi Zola diduga menerima gratifikasi dari berbagai rekanan dan konsultan proyek infrastruktur di Pemerintah Provinsi Jambi.
Zumi diduga menggunakan hasil gratifikasi itu untuk membiayai keperluan pribadi dan keluarganya.
Hal itu diuraikan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (23/8).
Berikut 19 kepentingan pribadi Zumi yang diduga dibiayai menggunakan uang hasil gratifikasi seperti dilansir dari Kompas.com:
Baca juga:Gara-gara Radio Dangdut Nelayan, Penerbangan Pesawat di Langit Indonesia Dianggap Berbahaya
1. Uang sejumlah Rp 500 juta untuk membantu Zumi membiayai acara pisah sambut Muspida pada Mei 2016.
2. Uang sejumlah Rp 156 juta untuk membeli 10 hewan kurban atas nama Zumi pada Hari Raya Idul Adha, September 2016.
3. Uang tunai sebesar Rp 300 juta ke rekening biro perjalanan umrah di Bank Mandiri. Uang itu untuk biaya umrah Zumi dan keluarganya.
4. Zumi melalui asistennya, Apif Firmansyah, meminta Arfan selaku Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk membayar uang jahit pakaian yang akan digunakan untuk pelantikan pada 12 Februari 2016 sejumlah Rp48 juta.
5. Arfan diminta membayar biaya sewa di Hotel Borobudur Jakarta sejumlah Rp20 juta ke Biro KAHA di Mangga Besar, Jakarta.
6. Uang 30.000 dollar Amerika Serikat untuk untuk membiayai keperluan Zumi saat berkunjung ke Amerika Serikat.
7. Membayar action figure seharga Rp 52 juta yang dipesan Zumi Zola pada 2016. Pembayaran dengan cara ditransfer ke penjual yang berada di Singapura.
8. Membayar pelunasan pemesanan 9 patung action figure Marvel dari Singapura seharga 6.150 dollar Singapura.
9. Membayar 16 item orderan Zumi Zola di XM Studios seharga 5.600 dollar Singapura, dengan cara setor tunai.
Baca juga:Dwitunggal yang Akhirnya Tanggal: Saat Bung Hatta Berpisah Jalan dengan Bung Karno
10. Uang Rp250 juta untuk membayar jasa event organizer (EO) kegiatan “Buka Bersama” di Masjid Agung Al Falah yang diadakan Zumi.
11. Uang Rp600 juta kepada anggota DPRD Provinsi Jambi agar Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Zumi selaku Gubernur Jambi dapat diterima.
12. Uang Rp 50 juta untuk pembelian sapi dalam rangka acara Zumi di Kabupaten Tanjung Jabung.
13. Uang Rp 500 juta untuk untuk melobi pejabat di Jakarta guna meminta Dana Alokasi Khusus (DAK) Provinsi Jambi.
14. Uang 106.000 dollar Singapura diserahkan kepada Budi Nurahman sebagai Kepala Seksi SDA Dinas PUPR. Hal itu bertujuan untuk melobi agar Harun dapat menjadi kepala Balai Wilayah Sungai VI Jambi.
15. Pembelian 1 unit mobil Toyota Alphard yang dibeli dari diler Wijaya Toyota di Bandung.
16. Uang Rp400 juta untuk untuk membeli hewan kurban atas nama Zumi sebanyak 25 ekor.
17. Biaya operasional Rp1 miliar.
18. Membayar pembelian pakaian Zumi Zola di Plaza Indonesia Jakarta sejumlah Rp50 juta.
19. Membeli dompet dan ikat pinggang senilai Rp 40 juta.
Bandingkan dengan Mohammad Hatta, founding father sekaligus Wakil Presiden Pertama Indonesia.
Gemala Rabi'ah Hatta, putri kedua Bung Hatta bercerita kepada Intisari bahwa dirinya pernah mendapat teguran dari ayahnya saat berkuliah di Sidney (Australia) 1974-1976.
Kala itu Gemala kerap surat menyurat dengan sang ayah. Bung Hatta sering memberikan semangat, hiburan, bahkan materi untuk tugas makalah anaknya.
Pada penutup surat bertanggal 26 Maret 1975, Gemala mendapat teguran kecil itu.
"....kalau menulis surat kepada ayah dan lain-lainnya janganlah memakai kertas Konsulat Jenderal RI. Surat-surat Gemala kan surat prive bukan surat dinas."
"Alamak, sebuah teguran yang memalukan," kenang Gemala.
Kisah lain betapa kerasnya Bung Hatta untuk tidak memakai uang negara atau uang yang bukan haknya terjadi pada 1971.
Saat itu Bung Hatta didampingi istrinya, Rachmi Hatta dan putri bungsunya, Halida Nuriah Hatta berobat ke Belanda.
Karena menyandang status mantan wapres, maka semua biaya pengobatan Bung Hatta ditanggung negara.
Usai berobat dan pulang ke Jakarta, Bung Hatta meminta sekretaris pribadinya, Iding wangsa Wijaya untuk merinci semua pengeluaran selama berobat di Belanda.
Pengeluaran itu kemudian dibandingkan dengan uang yang diterima dari Sekretariat Negara.
Setelah dihitung ternyata ada uang tersisa. Hatta lalu memerintahkan Iding Wangsa mengembalikannya ke Sekretariat Negara.
Sepulang dari Sekretariat Negara Iding wangsa malah stres. Sebab staf Sekretariat Negara menolak pengembalian sisa uang perjalanan Bung Hatta.
Baca juga:Kemenangan Ginting berkat Minyak Urut Karo Milik Ibunya, Apa Khasiat yang Terkandung di dalamnya?
Pihak Sekretariat Negara berkata, uang yang sudah dikeluarkan dianggah menjadi milik orang yang dibiayai negara.
Sementara saat Iding menyerahkannya lagi ke Hatta, pria sederhana itu menolak untuk menerima dan memaksa Iding mengembalikannya lagi ke Istana.
Hatta memang selalu tegas dalam memegang prinsipnya satu itu. Pada 1952, misalnya.
Bung karno pernah menawari pesawat terbang yang biayanya ditanggung negara untuk pergi haji. Namun Hatta menolak.
Dia memilih berhaji sebagai rakyat biasadengan memakai honornya sebagai penulis.
Kisah lain yang tak kalah mengharukan adalah saat Hatta merahasiakan rencana pemerintah melakukan senering atau penyederhanaan mata uang rupiah kepada keluarganya.
Ceritanya, Rachmi Hatta tiap bulan menyisihkan uang belanja untuk ditabung. Rencananya, andai sudah terkumpul akan dipakai membeli mesin jahit.
Tak dinyana saat uang sudah terkumpul, tiba-tiba pemerintah mengumumkan kebijakan pemotongan nilai mata uang rupiah, Rp1.000 menjadi Rp1.
Dengan sedih Rachmi mendatangi suaminya:
"Pak, Bapakkan pasti tahu pemerintah akan melakukan senering. Mengapa Bapak tidak memberitahu Ibu?"
Bung Hatta menjaawab, "Bu, itu kan rahasia negara. Kalau Bapak beritahu Ibu, itu bukan rahasia lagi."
Begitulah karakter Hatta. Sampai titik darah penghabisan, dia tidak pernah dan tidak akan mau mengambil uang milik negara walau sepeser pun.
Baca juga:Kisah Keanu Reeves yang Menyayat Hati: Duka Bisa Berubah Bentuk Tapi Tak Akan Berakhir