Find Us On Social Media :

Menurut Putrinya, Meski Seorang Proklamator Bung Hatta Tak Pernah Sombong

By Intisari Online, Jumat, 26 Oktober 2018 | 18:45 WIB

Kekeliruan ini kemudian diperbaiki, sehingga sesudah tahun 1968 beliau kembali mendapat undangan.

Bung Hatta sedapat mungkin menyempatkan diri hadir di istana, kecuali apabila kesehatan beliau tidak mengizinkan.

Ibu tentu saja mendampingi beliau. Bila ayah tidak hadir, ibu dan salah seorang anak menjadi wakil beliau untuk hadir, meskipun kami setiap tahun selalu hadir karena mendapat undangan tersendiri sebagai putra-putri proklamator Bung Hatta.

Cukup banyak peringatan 17 Agustus yang telah kami lewatkan bersama. Ketika belum ada TVRI, ayah mendengar acara peringatan melalui RRI.

Pidato Presiden Soekarno yang berlangsung lebih dari dua jam tentu tidak terlalu menarik untuk didengar sampai habis oleh kami yang masih anak-anak, tetapi ayah tetap mendengarkannya.

Anak-anak baru bergabung kembali pada saat sirene dan dentuman meriam diperdengarkan dan ketika bendera pusaka dinaikkan.

Ciuman untuk ayah

Pernah pula, pada tanggal 17 Agustus 1959, kami berada di rumah adik ayah, Ny. Sanusi Galib, di Bandung.

Masyarakat Bandung merayakannya dengan mengadakan pawai masal, dan dari halaman rumah adik ayah saya itu, kami menyaksikan perayaan tersebut.

Sejumlah orang merasa heran atau kaget melihat Bung Hatta berada di Bandung dan menyaksikan mereka berpawai, sehingga mereka memberi salam dan menegurnya dengan gembira.

Sejak adanya TVRI, kami tak pernah absen menyaksikan upacara tersebut dari TV. Ini terjadi pada tahun-tahun ketika Bung Hatta tidak hadir di istana.

Di depan TV, kami ikut mengheningkan cipta dan berdoa bagi keselamatan dan kelanggengan negara. Adik saya, Halida, pernah mengutarakan perasaannya saat itu.