Find Us On Social Media :

Tato di Tubuh Pria Dayak yang Penuh dengan Filosofi Keberanian

By K. Tatik Wardayati, Selasa, 23 Oktober 2018 | 21:00 WIB

Ya, mereka ingin bertemu Presiden Sukarno. Selain ingin melihat sosok itu dari dekat, bersalaman, mereka juga ingin foto bersama. Beruntung, dalam dua hari mereka sudah bisa masuk ke Istana dan berjumpa “Putra Sang Fajar”.

Mereka bersalaman. Beberapa percakapan yang sudah lewat puluhan tahun silam masih membekas dalam ingatan Apai Agong. Soekarno, kata Apai, kaget begitu mengetahui mereka.

Baca Juga : Idi Amin Diktator Uganda Lari Terbirit-birit Tanpa Sehelai Benang saat Tertangkap Basah Mesum dengan Istri Orang

“Dia tanya, suku apa, saya jawab suku Iban. Dia terkejut, katanya, ‘Orang Iban punya ekor?’ Saya jawab ‘Bukan ekor, tapi ujung cawat seperti ekor. Inilah ekor saya’,” ucap Apai sambil terkekeh, menyusun kembali ucapan-ucapannya yang telah berlalu ditelan waktu.

Mereka berempat mengenakan cawat yang kainnya baru dibeli di Jakarta. Presiden juga menanyakan tentang sekolah. Apai Agong sempat mengenyam pendidikan sampai tangga tiga (semacam kelas tiga).

“Waktu bertemu presiden, ada orang memotret kami. Jangankan orang di kampung, orang di Jakarta saja kaget bagaimana kami bisa jumpa presiden. Fotonya kami bawa pulang, masih ada sampai sekarang. Tapi sudah agak rusak dan kabur.”

Saat berpamitan, Soekarno memberi uang Rp30 ribu untuk dibagi berempat. Jumlah yang menurut Apai Agong cukup besar untuk waktu itu. Padahal mereka sama sekali tidak minta uang, karena “Saya bisik bah duit 20-30 ribu.” Dia masih mengantongi sekitar Rp20 - 30 ribu.

Baca Juga : Eva Peron, Istri Diktator Argentina yang Jenazahnya Disembunyikan, Mengapa?

Uang dari presiden dibagi berempat dan Apai membeli pakaian dua stel. Dua pekan mereka habiskan untuk melancong di Jakarta, dan Apai menambah tatonya di kedua belah lutut.

Pasang pipa

Perjalanan kembali ke Pontianak ditempuh dengan kapal KPN, yang Apai pun tak tahu apa kepanjangannya. Sebagian uang dari presiden untuk membayar tiket, dan sebagian lagi untuk tambang atau ongkos naik bandong pulang ke kampung.

Bandong adalah perahu besar yang dibuat menyerupai rumah terapung. Jika Pontianak - Jakarta hanya ditempuh dalam dua hari dan tiga malam, perahu bandong butuh dua pekan mengarungi Sungai Kapuas untuk tiba di Desa Lanjak.