Find Us On Social Media :

Saat Pemerintah DKI Kesulitan Membuang Sampah, Swedia Justru Kekurangan Sampah Sampai Harus Impor

By Ade Sulaeman,Moh Habib Asyhad, Sabtu, 20 Oktober 2018 | 13:13 WIB

Intisari-Online.com - Polemik mengenai pengangkutan sampah dari DKI Jakarta ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang masih berlanjut.

Kisruh ini mulai ramai diperbincangkan ketika 16 truk sampah milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang hendak menuju ke TPST Bantargebang dihentikan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bekasi di Jalan Jenderal Ahmad Yani, Kota Bekasi, Rabu (17/10/2018).

Belakangan diketahui bahwa awal mula dari polemik tersebut adalah soal dana hibah yang diberikan Pemprov DKI kepada Kota Bekasi.

Pemda Bekasi menuntut dana hibab sebesar Rp2,09 triliun dari Pemda DKI.

Baca Juga : 4 Cara Tangani Membludaknya Sampah Plastik di Dunia, Termasuk di Indonesia

Dana hibah tersebut kadang disebut sebagai "uang bau" karena Bantargebang yang terletak di kota Bekasi merupakan tempat pembuangan utama dari sampah-sampah yang dibuang oleh warga Jakarta.

Dana hibah sebesar Rp 2,09 triliun itu rencananya memang akan digunakan untuk pembangunan lanjutan flyover Rawapanjang dan Cipendawa untuk akses truk sampah DKI menuju TPST Bantargebang.

Itu di Jakarta (dan Kota Bekasi). Lain halnya dengan di Swedia.

Jika di Jakarta, juga Indonesia pada umumnya, masih sering mengalami kesulitan dalam menangani sampah, Swedia justru kekurangan sampah sampai harus mengimpor. Kok, bisa?

Baca Juga : Foto-foto Ini Buktikan Jumlah Sampah Plastik di Laut Sudah Tak Terhingga, Miris!

Dilansir dari Independent.co.uk, ternyata Swedia sangat baik dalam daur ulang sampah.

Bahkan dalam beberapa tahun terakhir, mereka telah mengimpor sampah dari negara lain untuk menjaga agar pabrik daur ulangnya tetap beroperasi.

Swedia adalah salah satu negara pertama yang menerapkan pajak barat untuk bahan bakar fosil pada tahun 1991.