Find Us On Social Media :

Festival Gandrung Ditolak Ormas: Mengenal Gandrung Banyuwangi, Tarian 'Sakral' yang Mudah Bikin Orang Tergila-gila

By Ade Sulaeman, Kamis, 18 Oktober 2018 | 15:15 WIB

Gandrung adalah salah satu tarian orang (lare) Osing, suku asli Banyuwangi, daerah di ujung timur Pulau Jawa. Tarian ini dimodifikasi dari tari pemujaan kepada Dewi Sri, disesuaikan dengan zaman, menjadi tari kreasi pergaulan.

Selain menjadi kebanggaan dan identitas budaya, gandrung juga dipentaskan di luar Banyuwangi. Di acara pertukaran budaya di kota lain, bahkan ikut festival di luar negeri.

Pada Festival Tari Tradisional Dunia di Korea Utara (2003) yang diikuti 47 negara, gandrung Banyuwangi menjadi tarian terpopuler kedua setelah tari dari Rusia.

Hampir sama dengan jaipong di pedalaman Jawa Barat, ronggeng di sekitar Cirebon dan Indramayu, atau tayub di sekitar Blora dan Cepu, Jawa Tengah, gandrung juga menghadirkan penari, penyanyi, musik pengiring, dan penari spontan yang berasal dari penonton secara bergantian.

Memang tidak sama dengan seblang, tari ungkapan rasa syukur seusai masa panen yang mensyaratkan si penari untuk trance alias kesurupan yang juga budaya masyarakat Osing. Kalau seblang dilaksanakan dalam situasi khusus dan unsur sakralnya kuat, gandrung bersifat profan dan bisa ditampilkan setiap saat.

Di Banyuwangi, gandrung menjadi acara yang banyak ditanggap bila seseorang memiliki hajatan seperti selamatan, pernikahan, sunatan, atau membayar kaul (nyaur niat). Maka di kota di ujung timur Pulau Jawa itu bermunculan sanggar kesenian, di antaranya gandrung.

"Tahun lalu kami mencetak 33 penari gandrung," kata Kabid Pemasaran dan Penyuluhan Wisata Diparda Banyuwangi, Margono. Itu buah dari upaya pemerintah daerah ikut serta menumbuhkan budaya gandrung.

Tak semua hasil didikan Dinas menjadi penari profesional yang disebut gandrung terob. Banyak peserta yang belajar tari gandrung untuk iseng. Tapi paling tidak, kelangsungan budaya itu tetap terjaga. Sekarang ini cukup banyak penari gandrung profesional di Banyuwangi.

Beberapa merupakan bintang, yang tentu saja berhasil secara ekonomi. Posisi sosial mereka pun cukup tinggi, ibarat artis lokal.

Dewi Lestari (19) asal Sumber Sewu, Muncar, adalah salah satu remaja yang tertarik untuk melestarikan budaya lare Osing itu. Sejak kelas III SMP dia sudah bergabung di sanggar yang dipimpin Sabar Harianto.

la merupakan salah satu penari gandrung yang diutus ke Korea Utara pada 2003. Selain Korea Utara, gandrung juga pernah ditampilkan di Amerika Serikat, Belanda, Australia, Hongkong, dan Beijing, Cina.

Untuk mendukung potensi budaya daerah, stadion mini Gezibu Blambangan di tengah Kota Banyuwangi setiap bulan dimeriahkan oleh pergelaran kesenian tradisional. Selain gandrung ada janger, barong, jaran goyang, dan lagu-lagu khas Banyuwangi.