Find Us On Social Media :

Bupati Bekasi Ditangkap KPK: Mengapa Kepala Daerah 'Doyan' Korupsi? Benarkah karena Warisan Orde Baru?

By Intisari Online, Selasa, 16 Oktober 2018 | 11:15 WIB

"Dan karena mahal itu orang-orang yang di politik praktis itu cari uang sekalian. Electoral threshold-nya kan juga rendah, sehingga partai banyak. Semakin banyak partai semakin mahal biaya politiknya. Coba kalau 10 persen, itu pasti hanya 4-5 partai," lanjut dia.

Baca Juga : Suami Ovi Sovianti Tak Tertarik dengan Bentuk Tubuh Istrinya, Pakar: Pria Memang Tak Peduli Bentuk Tubuh Wanita

Selain itu, biaya kontestasi politik juga tak murah.

Agus mencontohkan, biaya saksi untuk mengawasi tempat pemungutan suara dan pembuatan alat kampanye sangat besar. Di satu sisi, partai tak mungkin menanggung seluruhnya.

"Tidak mungkin digotong sendiri, atau partai mendukung sepenuhnya, enggak mungkin. Partai (modalnya) dari mana?" ujar Agus.

Faktor kedua, lanjut Agus, warisan pemikiran korup di era Orde Baru.

Baca Juga : Pidato Pangeran Andrew Sukses Bikin Tamu Undangan Menangis di Pernikahan Putri Eugenie

Menurut Agus, sebagian besar kepala daerah dilahirkan dan dibesarkan oleh keluarga yang hidup pada era tersebut.

Salah satu hal yang paling menonjol adalah sikap permisif melakukan korupsi yang melekat pada waktu itu.

"Karena sistem pemikiran kita memang korup zaman Orde Baru. Kan pendidikan itu kan didapatnya begitu karena orangtuanya bisa kaya karena ikutan korupsi misalnya, dia juga ikut akhirnya," kata Agus.

"Atau yang tadinya miskin kemudian dia bisa macam-macam, sukses di pendidikan, dia berhasil. Dia lihat situasinya semua orang bermanipulasi, mencuri, korupsi dan sebagainya, dia ikut. Nah jadi secara sosial seperti itu," ujar dia.

Selain itu, Agus juga menyoroti kecemburuan yang cukup tinggi ketika melihat pihak lain memiliki kehidupan yang lebih baik.