Find Us On Social Media :

Mengintip Keindahan Gereja Berkubah Seperti Masjid di Rusia

By K. Tatik Wardayati, Sabtu, 6 Oktober 2018 | 20:00 WIB

Intisari-Online.com – Perjalanan sembilan hari, saya dan istri ke Rusia (Moskwa dan St Petersburg), Juli 2008, jadi mimpi kami sejak lama. Sempat tertunda beberapa kali, antara lain karena citra Rusia yang terkesan masih menyisakan keangkeran zaman Uni Soviet dulu.

Dugaan itu ternyata salah. Kami pun bisa menyaksikan sendiri keindahan tempat-tempat yang selama ini hanya tergambarkan di karya-karya pujangan seperti Tolstoy dan Chekov.

Simak kisah Taufik Hidayat, Berteman Metro di Kota Moskwa, seperti dimuat di Majalah Intisari edisi Juli 2009.

Moskwa atau Mockba (dalam huruf Cyrillic) memang sebuah kota besar nan menawan. Kota yang dibangun  sejak tahun 1140 itu merupakan ibu kota Federasi Rusia dan juga dulu ibu kota negara adidaya Uni Soviet atau CCCP (dibaca SSSR: Soyuza Sovietskaya Sotsialitskil Respubliki).

Baca Juga : Mantan Agen Rahasia Inggris Ngaku Menyesal Bantu Vladimir Putin Jadi Presiden Rusia, Ini Alasannya

Walau kini telah pecah jadi 16 negara, Rusia masih menjadi negara terluas di dunia, membentang dari Eropa ke Asia.

Di Moskwa jangan takut soal transportasi karena ada 12 jalur Metro dengan 176 stasiun yang jaringannya mencakup hampir seluruh pelosok kota. Ongkosnya untuk sekali naik, tidak peduli berapa pun jaraknya.

Penumpang mempunyai beberapa pilihan tiket: satu kali jalan 19 rubel, 10 kali jalan 155 rubel, dan 20 kali jalan 280 rubel. Pikir-pikir, lebih ekonomis beli yang 10 atau 20 kali jalan saja sekalian.

Tiketnya sudah terhitung modern, yakni berupa kartu magnet yang cukup ditempelkan di pintu yang lalu otomatis terbuka, sekaligus akan tampak saldo perjalanan kita. Tapi jangan pernah coba-coba tidak menempelkan tiket, karena pintu otomatis menutup dan nada peringatan akan berbunyi.

Baca Juga : Meski Terkenal Tangguh, Militer Rusia Hadapi Masalah Besar: Terlalu Banyak Penerjun Payung tapi Tidak Cukup Pesawat

Saya sekali mencobanya, sehingga petugas datang dan meminta saya untuk mencoba kembali menempelkan tiket, he-he-he.

Karena melayani sekitar tujuh juta penumpang per hari, frekuensi perjalanannya begitu sering sehingga metro dipastikan akan datang kurang dari satu menit. Naik metro juga jadi salah satu acara pada paket wisata, sehingga dalam perjalanan kita akan sering melihat serombongan turis dengan pemimpinnya yang membawa bendera kecil.

Selain arsitekturnya yang terkenal indah, stasiun-stasiun metro yang umumnya dibangun tahun 1930-an itu juga istimewa rancang bangunnya. Stasiun umumnya dibangun jauh di dalam tanah, sampai kedalaman lebih dari 70 m.

Jadi ketika kita di eskalator, dasarnya tidak segera terlihat dan para penumpang di atasnya terlihat seperti berdiri miring. Konon, konstruksi semacam ini sengaja dibangun untuk tempat perlindungan bila ada perang nuklir.

Baca Juga : Rencana Gila Adolf Hitler: Membantai 4 Juta Penduduk Moskow dan Menjadikannya Danau

Kita mungkin pernah mendengar perihal sikap dingin penduduk Rusia. Tapi yang kami perhatikan, meski metro ramai penumpang, ternyata mereka yang lebih muda selalu memberi kursinya kepada yang dianggap lebih tua. Maka istri saya selalu mendapat kursi. Unik betul kota ini, puji kami dalam hati.

Kontras di GUM

Dari Stasiun Ulitsa 1905 Goda, pengembaraan kami dimulai. Tujuan pertama ke Lapangan Merah, yang kami lalui dengan metro di jalur 7, pindah ke jalur 2 di Stasiun Psuhkinkaya, lalu keluar melalui Stasiun Tetralnaya.

Krasnaya Ploshad (lapangan cantik) begitu sebutan untuk lapangan berlantaikan bebatuan seluas kira-kira 330 x 70 m ini. Lokasinya di jantung Moskwa dan dikelilingi bangunan-bangunan penting seperti Kompleks Kremlin, Museum Sejarah, Katedral Kazan, Pusat Perbelanjaan GUM, dan Gereja St. Basil.

Baca Juga : Mengalah untuk Menang, Taktik Jitu Pasukan Rusia Bikin Pasukan Napoleon Terjebak dalam Musim Dingin Moskow

Tak heran jika turis selalu membanjir, termasuk kami yang sampai lima hari wara-wiri di sekitarnya.

Kami masuk dari Pintu Gerbang Kebangkitan, salah satu pintu gerbang yang tempatnya 200 m dari Stasiun Tetralnaya. Di kiri tampak Katedral Kazan yang pada zaman Stalin pernah dihancurkan lalu dibangun kembali, sedangkan di kanan berdiri megah Museum Sejarah.

Dari kejauhan Katedral St Basil dengan kubah dan asitekturnya yang unik seperti melambai-lambai. Sementara GUM dan Tembok Kremlin kokoh berdiri di kiri dan kanan lapangan. Seolah sedang menatap angkuh langkah-langkah pertama kami di senja yang cukup hangat.

GUM atau GYM dalam tulisan Rusia, terletak di antara Lapangan Merah dengan Khitay Gorod (pecinan). Pusat perbelanjaan berlantai tiga dan berarsitektur cantik ini dikenal sebagai surga belanja kalangan atas.

Baca Juga : Lapangan Merah di Moskwa Menjadi Tempat Demonstrasi Rakyat Juga Parade Tentara

Pemandangan ini sesungguhnya kontras dengan kisah-kisah di zaman Soviet dulu, ketika kaum proletar mengantre roti dan bahan pokok lain, di tempat ini juga. Kabarnya antrean bisa mengular sampai Lapangan Merah.

Tapi kini GUM malah menjadi tempat orang-orang kaya Rusia dan turis asing menghabiskan rubel mereka.

Kalau mau sekadar belanja, terutama untuk turis, ada pilihan penjual suvenir khas Moskwa dan Rusia, yang ada dekat Pintu Gerbang Kebangkitan. Harganya rata-rata ditawarkan pas. Tapi kalau gigih menawar, bisa saja dirabat 10 - 20% dari banderolnya.

Di sinilah kami kali pertama melihat seseorang yang mirip Lenin, bersedia berfoto bersama lengkap dengan bendera Rusia atau bahkan Uni Soviet dengan bayaran 400 rubel.

Baca Juga : Masih Ingat Mikhail Gorbachev? Ia Kini Sedang Menjalani Pembedahan di Rumah Sakit di Moskwa

Puas berkeliling di sekitar Lapangan Merah termasuk menikmati makan sore di GUM, kami memutuskan kembali ke Hotel. Kali ini melalui metro Okhotny Ryad sehingga mengambil jalur 1 baru pindah ke jalur 7 di stasiun Lubyanka.

LONCENG 216 TON

Kremlin menjadi acara pengembaraan berikutnya, yang kami tempuh dari jalur Bibliotika Im Lenina, dan harus transfer 4 jalur dari tiga stasun lain yaitu Arbatskaya, Aleksandrovsky Sad, dan Borovitskaya.

Sampai di sana, antrean pengunjung ternyata sudah panjang, meski tempat itu baru buka pukul 10. Kami membeli tiket untuk masuk ke kompleks  Kremlin dan akses ke katedral-katedral di dalamnya seharga 350 rubel.

Baca Juga : Pesawat Il-20 Ditembak Jatuh Israel, Rusia Akan 'Balas Dendam' dengan Cara Ini

Sebelum masuk ternyata tas ransel saya juga harus dititipkan terlebih dahulu, ongkosnya 40 rubel.

Kompleks Kremlin yang aslinya sudah ada sejak abad ke-12 ini berbentuk segitiga dengan dikelilingi tembok tinggi berwarna kemerah-merahan dengan 20 menara yang berjajar rapi di sisi-sisinya.  Jika mau diurut, panjang tembok lebih dari 2.200 m dengan ketebalan bervariasi antara 3,5 - 6 m.

Kremlin yang menjadi pusat pemerintahan Rusia, terletak  pada sebuah bangunan tiga lantai di bagian kiri, tapi sayangnya tidak terbuka untuk umum. Pengunjung terus diarahkan berjalan masuk sampai beberapa ratus meter hingga tiba di lapangan yang dikelilingi katedral dengan arsitektur khas gereja Kristen Ortodoks.

Cirinya, pada kubah-kubah keemasan mirip masjid, tapi terpasang salib di atasnya. Antara lain ada Katedral Uspensky, Arkhangelsky, dan Blagoveshchensky. Ada juga peninggalan era monarki seperti lonceng baja Tsar yang merupakan lonceng terbesar dan terberat di dunia (216 ton) serta meriam Tsar.

Baca Juga : Polemik Pembunuhan Keluarga Tsar: Saksi Melihat Lima Orang Tahanan Wanita

Kebetulan tiket yang kami miliki termasuk untuk masuk ke beberapa katedral, maka kami sempatkan pula ke Arkhangelsky Sobor atau Cathedral of Archangel untuk mengagumi keindahannya.

Di kompleks ini juga terdapat taman bunga yang disebut Taman Misteri. Sementara di bagian barat laut Museum Armory Chamber, museum yang rasanya wajib dikunjungi jika kita ke Kremlin.

Sebenarnya yang tak kalah menarik di dalam tembok Kremlin adalah Kremlin Necropolis atau kompleks makam orang penting Soviet, yang baru sempat kami kunjungi hari keempat. Saya hitung ada 12 makam dengan nisan yang berderet rapi dan patung setengah badan di atasnya.

Paling mudah dikenali tentu saja Stalin, selain masih ada Yuri Andropov, Chernenko, Bresznev, dan tokoh penting Uni Soviet lainnya.

Baca Juga : Teori Baru Mengenai Pembunuhan Keluarga Tsar Nicholas II

Mausoleum Lenin sendiri terletak di bawah tanah. Kita harus menuruni anak tangga yang gelap  dan lampu remang-remang, dikawal wajah dingin dari tentara saat memasukinya.

Pengunjung diminta tenang. Jasad Lenin yang meninggal tahun 1924 terlihat setengah badan dalam posisi berbaring di dalam keranda kaca. Wajahnya putih kemerah-merahan dengan setelan jas hitam.

Ada rumor, sebenarnya yang dipamerkan itu hanyalah patung lilin saja. Tapi tetap saja kami merasa tak lengkap jika tidak melawatnya, mumpung di Rusia.

Setelah berkeliling, baru kami tahu bahwa masih banyak makam tokoh Rusia lain. Salah satunya kosmonot terkenal Yuri Gagarin yang ditempatkan di Senatskaya Tower. Di dekat Taman Aleksander juga ada semacam memorial, tempat pemakaman para prajurit tidak dikenal saat Perang Dunia II.

Baca Juga : Perempuan Rusia Ini Siram Selangkangan Pria-pria di Kendaraan Umum, untuk Apa?

Stasiun berhias mosaik

Masili dengan bermodalkan metro kami berkesempatan mengunjungi tempat-tempat menarik, terutama dari segi arsitekturnya,  seperti Universitas Negeri Moskwa (Moskovskiy Gosudarsttvennnyy Universitet) salah satu universitas tertua yang dibangun pada 1755, Katedral St. Basil yang menjadi salah satu ikon Rusia, serta Museum Sejarah Rusia (Gasudarstvennii Istoritsieskiy Musei) yang koleksinya mencapai 4,5 juta buah.

Ada lagi tontonan yang tak kalah menarik, yakni stasiun-stasiun metro itu sendiri. .

Meski statusnya "cuma" stasiun, tapi bangunan yang umumnya dibangun tahun 1930-an itu bisa tampil cantik. Seperti Stasiun Metro Mayakovskaya  (1938) yang langit-langitnya dihiasi mosaikl Stasiun Ploshchad Revoliyutsii (1938) dengan 75 patung perunggu yang menggambarkan dunia sosialis.

Baca Juga : Dijuluki 'Fatal Beauty', Inilah Tentara Wanita Rusia dari Pasukan Khusus Spetsnaz yang Cantik Sekaligus Berbahaya

Stasiun Kropotkinskaya (1935) di mana tiang dan dindingnya terbuat dari marmer indah. Lampu-lampu kristal menggantung di Stasiun Komsomolskaya (1935). Serta Stasiun Park Pobedi (Taman Kemeriangan) berdinding mosaik bertemakan perang tahun 1812.

Di Moskwa kami juga sengaja ingin melihat masjid. Sebenarnya ada beberapa tempat, tapi kami disarankan ke dekat Stasiun Metro Prospek Mira. Dengan bertanya sana-sini dan mencari secara jeli, karena semua gereja di Rusia berbentuk kubah seperti masjid dengan salib di atasnya, akhirnya kami bertemu Moscow Grand Mosque.

Bangunan dengan menara berwarna hijau ini disebut juga masjid Tartar, karena jemaahnya kebanyakan orang Tartar di Rusia Tengah yang beretnis mongol.

Mendekati hari kepulangan, untuk urusan belanja kenang-kenangan, pilihan ada di Arbat yang  tempuh melalui Metro Arbatskaya. Tempatnya berupa ruas jalan yang tertutup untuk kendaraan dan hanya pejalan kaki yang diperbolehkan melintas, atau semacam Pasar Baru di Jakarta.

Baca Juga : Miliki Kapal Selam Nuklir, Rusia Diklaim Siap Perang pada Tahun 2024

Banyak sekali toko dan kios penjual suvenir yang menarik. Tapi setelah kami cek, ternyata harganya bisa dua kali lipat dibandingkan dengan di Lapangan Merah. Tawar-menawar, harga baru turun setelah kita memakai trik lama... berpura-pura mau meninggalkan toko.

Sembilan hari berteman metro di Moskwa, sungguh pengalaman tak terlupakan. 

Baca Juga : Pasangan Muda Ini Memilih Cara Keji untuk Membersihkan Kota Moskwa