Membunuh Tanpa Suara, Salah Satu Materi Sekolah Anti Terorisme dan Komunisme di Amerika Serikat

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Intisari-Online.com – Andaikata tidak terjadi ledakan dalam pesawat jumbo Air India tanggal 23 Juni 1985, yang meminta korban 329 jiwa, sekolah teroris itu mungkin tidak naik "pamornya".

Di situ selain belajar bunuh, Anda juga diajari makan semut bakar dan tidur di pohon.

Ditulis oleh Jurgen Petschull, mari kita simak seperti apa sekolah teroris tersebut. Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Intisari edisi September 1985.

Sulit juga kalau mau mencari seorahg tentara bayaran di Hotel Hilton.

Yang tampak sibuk lalu lalang di ruang tunggu rupanya seperti manajer atau broker dari Wallstreet, atau hanya orang-orang panggung, sedangkan orang yang sedang kami tunggu ini punya usaha lain.

Usahanya adalah mengajari bagaimana caranya menyiksa dan membunuh dengan pistol, senapan mesin, bahan peledak, pisau atau bahkan dengan tangan kosong. Koran-koran di AS menjulukinya si "Profesor Teroris."

Baca Juga : Kisah Black September, Teroris yang Pernah Bikin Mossad Israel Kalang Kabut

Si Janggut yang matanya terus berkedip itulah mungkin orangnya. Dia memakai sepatu butut, celana kusut dan berjaket safari. Franklin Camper? Dia mengangguk.

"Panggil saja saya Frank," katanya. Dia tampak gelisah. Pria yang tingginya 1,90 m itu tampak pucat dan letih. Tidak heran, karena sudah sekitar dua minggu ini ia hampir tidak bisa beristirahat.

Yang jelas, sejak bekas salah seorang muridnya dituduh sebagai pelaku peledakan jumbo jet Air India, dalam penerbangan dari Toronto ke London.

Dalam kecelakaan di Atlantik barat daya Irlandia itu, tidak seorang pun dari ke 329 penumpang selamat.

Untuk kejadian itu seorang yang bernama Lai Singh dianggap sebagai biang keladinya.

Lai Singh adalah salah seorang anggota organisasi Sikh radikal yang menyatakan 'perang' dengan pemerintah India.

Pada November 1984 lalu, bersama tiga orang rekannya, Lai Singh berguru pada Frank Camper di negara bagian AS, Alabama.

Baca Juga : Di Masa Jayanya, Kelompok Rasis Sekaligus Teroris Ku Klux Klan Pernah Unjuk Kekuasaan Lewat 'Parade Militer'

Tidak heran, jika kini pemimpin Sekolah Teroris swasta itu diberondong pertanyaan tidak menyenangkan dari CIA, FBI serta wartawan surat kabar dan televisi.

Usaha jiwa

Gara-gara Camper, suatu cabang usaha kini menjadi bahan pembicaraan hangat. Usaha itu bergerak dalam bidang yang mengerikan dan sudah sejak lama dirahasiakan.

Banyak veteran Perang Vietnam yang mendirikan perkemahan militer untuk mendidik tentara bayaran dengan bayaran tinggi.

Selain itu, sekolah "mempertahankan diri", yang jumlahnya mencapai 130 itu punya motto, "Bunuhlah mereka, sebelum mereka membunuhmu!".

Bagi Frank Camper, sekolah-sekolah mempertahankan diri itu baru taraf 'taman kanak-kanak'.

Dia bangga, di perkemahannya murid dididik keras sedemikian rupa, sehingga keahlian mereka hampir bisa disamakan dengan kelompok terkenal Baret Hijau.

Baca Juga : Teknisi Curi Pesawat, Militer AS Siaga Aksi Terorisme, Tapi Penduduk Malah Menganggapnya Sebagai Air Show

"Banyak murid saya yang kini menjadi pasukan istimewa di Amerika Tengah dan Timur Dekat." Menurut Camper, "Saya bukan mendidik teroris, tapi ahli perang menghadapi terorisme dan komunisme."

Perkara apa yang dilakukan oleh bekas muridnya kemudian, tentu saja bukan lagi menjadi tanggung jawabnya.

Harian Daily News di New York berkomentar, "Para teroris yang mengganggu ketenangan dunia itu memperoleh keahlian membunuh dari Rusia, Libya, Libanon, Syria, Iran dan AS."

Pernyataan ini membuat pemerintah di Washington gusar.

Terutama Presiden Reagan, yang sehubungan dengan drama penyanderaan dari Beirut selalu menuntut peperangan melawan terorisme internasional, "Kita harus memerangi orang-orang yang meremehkan nasib manusia dan demi harga diri bangsa kita."

Baca Juga : Dihukum Seumur Hidup, Remaja 18 Tahun Ini Jadi Wanita Termuda yang Dipenjara dalam Kasus Terorisme

Penasihat keamanan, Robert McFarlane, lebih kongkret lagi, "AS menunjang serangan militer menentang terorisme internasional dan membantu segala kegiatan yang berkenaan dengan itu."

Apakah serangan militer itu juga berarti menentang negara-negara bagian AS, seperti Alabama, Georgia, Florida, Michigan dan Colorado, yang terang-terangan di depan CIA dan FBI membentuk sekolah "Tentara Bayaran" yang mengajari teknik menteror itu?

Pada bulan Oktober tahun lalu saja, Presiden Reagan memuji kegiatan CMA, Civilian Military Assistance Group.

Reagan memberikan bantuan keuangan, senjata dan ahli militer menyokong perjuangan kelompok ini menentang pemerintahan Sandinista di Nikaragua.

Menurut Reagan, organisasi bantuan ini merupakan tradisi negara AS.

Thomas Posey, pemimpin kelompok dari Alabama yang mengirim sukarelawan membantu pejuang-pejuang itu berkata, "Setiap kali, bila kami mendengar komunis sudah semakin mendekat, maka rasanya sudah ingin bertempur saja."

Baca Juga : Ancaman Teroris di Afrika Bertambah, AS Malah Ingin Kurangi Pasukan Khususnya

Pada musim gugur yang lalu, dua orang anggota CMA tertembak mati di Nikaragua dalam suatu pertempuran helikopter. Pemerintah AS sama sekali tidak menentang adanya militer-militer swasta itu.

Padahal menurut "Aksi Sikap Netral", warga AS tidak diperkenankan ikut campur dalam soal militer di negara lain, di mana AS tidak terlibat di dalamnya.

"Kami bukan calo tentara bayaran dari luar negeri," kata Camper. la juga tidak bisa menolak untuk memberikan tip kepada kepada ke-2OO anggota "Mercenary Association" yang datang dari berbagai negara, yang sedang mencari tenaga anti teroris yang terlatih baik.

"Bekas murid-murid saya yang kini bekerja di banyak negara itu ternyata membuat gerak-gerik saya diawasi."

Baca Juga : Terduga Teroris di Sleman-Yogyakarta Juga Sempat Bajak Truk dan Menyandera Seorang Warga

Tip yang hebat juga tidak disembunyi-sembunyikannya. Kadang- kadang itu diajarkannya pada CIA dan FBI. Sebagai balas jasa, selama lima tahun pemerintah AS memberi dia kebebasan bekerja tanpa diganggu-gugat.

Belajar makan semut bakar

Ayah yang berusia 39 tahun itu dapat memberikan banyak pengalaman pada murid-muridnya. Pada usia 18 dia sudah masuk ketentaraan, usia 19 dia berada di Vietnam.

Di sana dia ikut serta dalam gerakan rahasia operasi khusus. "Kami membentuk pasukan paling depan di belakang perbatasan Kamboja."

Setelah itu Frank melanjutkan kariernya sebagai tentara bayaran.

"Saya pernah bekerja di Yaman Utara, Arab Saudi, Panama, Meksiko, Honduras, El Salvaldor dan Nikaragua." Biasanya untuk menghadapi masalah komunis.

Ia juga mendidik tenaga anti teroris dan pernah menjadi penasihat keamanan untuk perusahaan-perusahaan AS di luar negeri, pengawal politikus di luar negeri dan para orang bisnis.

Baca Juga : Jadi Pahlawan! Anjing Militer Ini Berhasil Kalahkan 3 Teroris dan Selamatkan 6 Pasukan Khusus Inggris

Berapa orang yang sudah dibunuh selama ini? "Saya tidak pernah menghitungnya." Apa dia kasihan dengan korbannya? Camper ragu, kemudian katanya, "Tidak!" Menurut pendapatnya, ia selalu membela yang benar.

Apakah sebagai tentara bayaran ia bersedia bekerja pada siapa saja yang bisa membayarnya?

"Saya bisa mencari pekerjaan dan menentukan majikan saya sendiri. Ini tidak bisa dilakukan oleh tentara biasa."

Sejak Januari 1982 saja, murid Camper ada lima sampai enam ratus dari dua puluh lebih negara. Mereka mempelajari seni membunuh secara brutal.

Kursus latihan berlangsung sekitar empat belas hari dan biayanya sekitar 350 dolar (sekitar Rp350 ribu ketika itu - Red), tanpa makan dan tanpa akomodasi.

"Para murid itu terpaksa tidur di atas pohon dan makan semut bakar," istrinya menjelaskan. Si istri menjadi pengatur bisnis ini.

Murid diharuskan membawa sepatu lars dan pakaian tempur sendiri-sendiri. Senjata, bahan peledak dan amunisi disediakan.

Baca Juga : Meski Sempat Dilanda Serangkaian Aksi Terorisme, Indonesia Masuk dalam 10 Negara Teraman di Dunia

Langganannya datang dari Filipina, Malaysia, Jepang, Afrika Selatan, Kanada, Meksiko, Brasil, Chili, Panama dan Costa Rica.

"Apakah di tempat Anda juga diajarkan teknik perang dan teknik teror Jerman?" "Ya, kira-kira ada enam cara."

Apakah juga ada unsur Neonazi? Pada dasarnya ideologi pemikiran para muridnya tidak menjadi perhatiannya.

Salah seorang instrukturnya ada yang berasal dari Jerman. "Dia adalah seorang spesialis anti teroris, yang di Jerman termasuk dalam kelompok pasukan istimewa."

Pria yang dimaksud, berusia tiga puluh tahun, namanya Rolf. Konon dia ikut komando gerak cepat istimewa.

Spesialisasi lain yang diajarkan di kamp Camper, menyiksa orang supaya mengaku di kamar penyiksaan. "Musuh" dilucuti pakaiannya, diikat, dicambuk dan disiksa dengan torehan pisau.

Baca Juga : Amankan Piala Dunia Rusia Kerahkan Pasukan Khusus Paling Ganas Spetsnaz yang Siap Libas Teroris

"Itu tidak benar!" bantah Camper, "tapi memang kadang-kadang sampai mengeluarkan darah." Juga ada kalanya ada orang terluka karena tembakan. "Biasanya kami berlatih dengan amunisi."

Mereka belajar mempergunakan senjata api dengan cepat, senjata mesin dan revolver. Juga dalam program terdapat mata pelajaran membunuh tanpa suara, dengan menggunakan pisau atau tangan kosong.

Keahlian-keahlian itu semua bisa diperoleh juga oleh para bodyguard, pejuang kebebasan dan para teroris di "Pusat Latihan Khusus" di Pittsview, Alabama.

Di sini yang mengajar Kol. David J. Webster. Dalam mengajar dia sering mengucapkan kalimat, "Komunisme sudah makin meluas Kita harus berbuat sesuatu untuk mencegahnya."

Pelopor bisnis ini adalah Mitchell Livingstone Werbell. Sekitar sepuluh tahun yang lampau dia mendirikan sekolah "Cobray" di Powder Spring Georgia.

Pendidikan membunuh di sekolahnya berlangsung selama dua minggu dengan biaya sekitar 2.500 dolar.

Baca Juga : Korps Brimob, Polisi Spesial yang Selalu Terdepan di Setiap Konflik dan Siap Menjadi Tameng Aksi Terorisme

Dia memiliki lima belas instruktur berpengalaman. John Singlaub, memuji pemanfaatan rekannya itu, "Mitch merupakan orang yang tepat.

Bila sebuah negara sahabat memerlukan bantuan militer sedangkan Congress bisa memenuhinya, maka ada baiknya bila ada tentara bayaran."

Si veteran tua Werbell, tahun lalu, dalam usia 65 tahun, meninggal dunia karena kanker prostat. Kini usahanya itu dilanjutkan oleh putranya.

Alat utama bisnis ini adalah Majalah Soldier of Fortune di Colorado (juga bisa dibeli di Jakarta). Dalam. rubrik redaksinya, pembaca bisa memperoleh informasi mengenai senjata-senjata terbaru dan tentang pasukan-pasukan istimewa.

Ada iklan-iklan penawaran buku, seperti "Buku Petunjuk Lengkap Mengenai Trik-trik Lihai", "Bagaimana membunuh secara tepat".

Baca Juga : Kisah Napi Teroris yang Urung Meledakan Bom yang Sudah Terpasang Gara-gara Melihat Wanita Berjilbab

Tentara bayaran profesional dan petualang amatir dapat memesan senjata segala macam jenis dan granat. Satunya berharga 19,95 dolar.

Juga di tempat itu para veteran Perang Vietnam atau para lulusan serdadu bayaran bisa menawarkan jasanya.

Setiap tahun di musim gugur, majalah revolver itu mengadakan pameran alat-alar perang dan cara penggunaannya.

Mulai tanggal 18 sampai 22 September di Las Vegas, diadakan demonstrasi menembak cepat dengan senjata api, operasi pengayau dan seminar-seminar mengenai kedudukan militer di Afghanistan, di Timur Tengah dan Amerika Tengah.

Menurut perkiraan seorang redaktur majalah itu, di AS terdapat sekitar 300 orang bekas Komandan Tinggi Angkatan Perang, yang siap menjadi pasukan tempur istimewa dengan gaji paling sedikit 2.000 dolar setiap bulannya.

Sedang 10.000 orang lainnya yang pengalaman militernya lebih terbatas, seminggunya mau digaji sekitar 250 sampai 400 ribu rupiah.

Promosi gratis

"Itu sih bukan serdadu bayaran. Mereka maunya hanya perang-perangan," ujar Camper sinis. Sebaliknya, hidup Camper berjalan normal. "Sekolah Tentara" Camper terletak 25 mil (± 40 km) barat daya Birmingham di Alabama.

Baca Juga : Meski Belum Memiliki Markas Resmi, dengan Helikopter Pasukan Koopssusgab Siap Digerakkan Menumpas Terorisme Kapan Saja

Daerah tempat latihannya yang luasnya mencapai 3 km2 itu menyamai hutan tropis. "Seperti daerah-daerah di Amerika Tengah dan Asia Tenggara," demikian Camper mengingat pengalamannya.

Pada tanggal 19 November tahun lalu muncul empat orang Sikh. "Mereka terutama ingin belajar bagaimana melakukan serangan dengan bahan peledak," kata pimpinan sekolah teroris itu.

Tidak aneh bagi Frank Camper. "Karena itu termasuk dalam program kami."

Dari pembicaraan malam hari dengan murid-murid yang antusias itu, diketahui, mereka adalah anggota salah satu organisasi Sikh yang revolusioner.

Mereka bermaksud untuk membalas dendam atas diledakkannya Kuil Emas oleh pemerintah India pada bulan Juni 1984 yang lalu.

Kata Camper, "Mereka ingin membunuh perdana menteri dan rencananya ingin meledakan instalasi pembangkit nuklir India. Bahkan mereka sampai ingin belajar dari saya bagaimana meracuni tempat air minum."

Baca Juga : Stres Gara-Gara Tuannya Gugur Saat Memerangi Teroris, Anjing Militer Ini Ikut-Ikutan Mati

Camper menolak hal ini. Apakah ini segera dilaporkannya pada FBI? Tidak, karena dari pengalamannya mendidik, banyak muridnya yang sering asal bicara saja, entah benar entah tidak.

Ketika juru bicara dari keempat orang Sikh itu karena suatu pertikaian bersenjata, cedera terkena tembak, barulah Camper melaporkannya pada polisi. FBI datang menjengkuknya dan mengawasinya secara tidak menyolok.

Seminggu sebelum kunjungan PM India ke AS pada bulan Juni, agen FBI negara bagian AS berhasil membongkar rencana pembunuhan Gandhi.

Setengah lusin orang Sikh waktu itu ditahan. Salah seorang dari empat murid Camper, berhasil melarikan diri. Dia itu adalah pemuda berusia 25 tahun, yang pada formulir pendaftaran tercatat bernama Lai Singh.

Pada tanggal 23 Juni sebuah kopor berisi bom waktu telah meledakkan Jet Air India sebelum mendarat di London.

Sejak itu pencarian orang yang meletakan bom itu gencar dilakukan. Diduga keras seseorang yang ketika membeli tiket mencantumkan namanya L. Singh dan menyerahkan dua kopor, tapi dia sendiri tidak ikut.

Baca Juga : Cara Pasukan Khusus Anti Teroris Jerman Mengenang Keberhasilan Melawan Teroris yang Menyandera Pesawat Airbus

"la itu sebenarnya pemuda yang simpatik," kata Frank. Meletakkan bom tidak termasuk pelajaran yang diberikan oleh Frank.

Sejak Frank menjadi terkenal, karena dia yang memberi gambaran siapa pelaku peledak pesawat Air India itu pada FBI, Frank jadi takut kalau kelompok Sikh militan akan membalas sakit hati kepadanya.

Juga FBI tidak suka pada spesialis teroris itu: Camper sudah berbicara terlalu banyak untuk mempromosikan sekolahnya. Memang dia berhasil. Kursus berikutnya untuk menjadi pembunuh ternyata sudah penuh.

Baca Juga : Shotgun, Senjata Pendobrak Andalan Pasukan Antiteror untuk Menjebol Pintu Baja Sekaligus Pembasmi Teroris

Artikel Terkait