Penulis
Intisari-Online.com – Bukan sulaman biasa seperti yang kita lihat sehari-hari, tetapi betul-betul mirip lukisan. Karya semacam itu umumnya untuk gereja.
Seperti yang dibuat oleh Beryl Dean yang ditemui oleh Elizabeth Taylor dari FWF dan juga yang saya saksikan di biara Santu Jusup Aiterhofen, Jerman Barat. Tulisan berikut ini pernah dimuat di Majalah Intisari edisi September 1975.
Pengunjung kapel St. George di Windsor akan bisa melihat lima panel terbaru hasil karya ahli sulam paling terkenal di Inggeris, yakni Beryi Dean. Lima karya yang tingginya 360 cm itu menggambarkan kehidupan Kristus, dihias dengan mas, perak batu permata, dan merjan.
Ijin untuk melihat panel itu hanya bisa diminta dari koster gereja tersebut karena ruangan di mana sulaman-sulaman itu digantung sebetulnya dimaksud sebagai tempat sembahyang dan meditasi.
Baca Juga : Seni Sulaman, Jenis Seni yang Sudah Ada Sejak Sebelum Masehi
"Saya telah membuat panel itu dengan warna dan bentuk demikian rupa agar supaya bisa membantu meditasi, tetapi kalau seorang pencinta sulaman pergi ke situ efeknya mungkin bahwa ia malahan tidak bisa konsentrasi. Karena terus memperhatikan karya saya," kata Nona Dean.
Mulai tenar karena sulaman kepala Kristus
la memang tidak malu-malu kucing, karena ia tahu hasil karyanya bisa dibanggakan. Beryl Dean mulai mendisain dan menyulam sejak ia masih gadis remaja. Kini umurnya sudah limapuluhan.
"Saya membuat ini waktu umur 18 tahun" kata Miss Dean, sambil menunjukkan sulaman kepala Kristus dalam benang mas Cina, dalam suatu pameran hasil karyanya di gereja St. Andrew di Holborn, London tahun yang lalu. "Karya inilah yang menyebabkan saya dikenal orang."
Baca Juga : 'Rusa Berenang' Berusia 13.000 Tahun, Karya Seni Menakjubkan dari Zaman Es
Ia pernah belajar di Royal School of Needlework, tetapi tidak terlalu terkesan untuk apa yang ia pelajari di situ. "Orang diajar melakukan sesuatu yang seharusnya tidak boleh dilakukan: membuat segala sesuatu serealistis mungkin."
Untuk menunjukkan apa yang ia maksudkan ia juga ikut memamerkan sulaman bunga konvensionil di antara karyanya yang lain.
Ia kemudian pergi ke sekolah seni dan setelah perang usai ia keliling Eropah dan melihat kemajuan dalam arsitektur dan seni gereja.
"Saya takut kalau gereja-gereja kita akan menggunakan hasil uang pampasan perang untuk barang-barang yang kuno dan komersiil. Sebuah gereja ingin sesuatu yang pribadi yang tidak bisa dibeli di toko."
Baca Juga : Sosok dalam Lukisan Monalisa Ternyata Seorang Pria, Ini Penjelasannya
Ia lalu pulang dan mulai mengajar, mengadakan pameran dan ceramah perihal idei-denya tentang sulam-menyulam untuk gereja seperti yang dia idam-idamkan. Ia menolak kebanyakan dari simbolisme religius kuno.
"Apakah artinya tangga dan beberapa ikan di atas piring sebagai simbol seni gereja. Menurut saya kitab suci dan subjek-subjek spirituil lebih menarik seseorang karena warna dan bentuknya."
Beberapa biarawan bisa menerima pandangannya. Dan sekarang ia mempunyai lebih banyak pekerjaan daripada yang bisa ditanganinya. Ia juga mengajar sekolompok mahasiswa bersemangat di London dan kalau ada waktu ia memberi ceramah di Inggeris dan Amerika.
Perlu 5 tahun
Beryl Dean tidak mempunyai waktu untuk mengadakan polemik dengan orang-orang yang tidak setuju dengan tehniknya.
Baca Juga : Terkena Stroke, Pria Ini Malah Jadi Punya Bakat Melukis, Bahkan Lukisannya Laku Rp7,3 Juta!
"Ketika saya membuat ini, orang menengadah kaget: "Mata Pastor akan tersangkut karena sulamannya dan tikus akan menikmati isinya. Namun buktinya setelah 12 tahun masih seperti baru" katanya dengan bangga sambil berdiri di depan altar putih yang penuh dengan benang mas, merjan, mutiara, kawat kuningan dan aluminium.
Ia bekerja sama dengan Sir Basil Spence, seorang arsitek, yang membuat gereja-gereja baru di Inggeris utara dan tengah. Sulaman-sulaman waktu itu dibuat di atas kain furnish biasa, karena menurut pendapatnya brokat dan damast merupakan kain dasar yang salah, karena sudah ada polanya sendiri. Sehingga nanti akan mengurangi efek dari desainnya.
Hasil karya sulaman Dean dapat dilihat di gereja-gereja di seluruh Inggeris. Bahkan juga di Amerika, Australia, Kanada dan Jerman. Namun panel Windsor merupakan puncak dari kebiasaannya.
Lima tahun diperlukan untuk membuat disain dan melaksanakan panel-panel itu. Lebih dari 1800 jam telah dihabiskan untuk sulamannya saja. Karena perlu ketenangan ia sering mengerjakannya di waktu malam.
Baca Juga : Kesengsem dengan Pramugrari Cantik yang Ada dalam Lukisan, Begini Cara Bung Karno Mendapatkan Cintanya
Pelaksanaan panel itu ternyata mengalami banyak kesulitan. Ia mulai dengan membuat sketsa kecil yang dibesarkan dengan bantuan seorang ahli foto. Satu hal yang tidak direncanakan sebelumnya ialah pola warnanya.
"Kalau itu saya pikirkan dulu, kesemarakan sudah hilang sebelum jadi," katanya.
Panjangnya tangan terbatas. Karena itu kalau saya sudah selesai dengan satu bagian, harus digulung sebelum bisa meneruskan dengan bagian selanjutnya. Kalau suatu bagian sudah selesai, tidak mungkin untuk mengubahnya.
Ruang kerjanya terlalu kecil untuk bisa dipakai melihat ke lima panel sekaligus. Ketika dipamerkan di St. Andrew, itu merupakan untuk pertama kalinya ia bisa melihat bagaimana jadinya kalau kelak sudah akan dipasang di gereja St. George.
Baca Juga : Dibeli Pangeran Arab Senilai Rp6 Triliun, Inilah Lukisan Termahal di Dunia
"Wah langit merah itu salah sekali," katanya ketika melihat panel tentang godaan. Andaikata saya bisa melihat semua sekaligus saya tidak akan membuatnya seperti itu. Saya harus mengambilnya kembali atau mengubahnya.
Namun biarpun langitnya merah, panel-panel itu menakjubkan. Panel pertama anunsiasi (Pemberitahuan kepada Maria akan datangnya Isa) menunjukkan seorang gadis (umur dan bangsanya tidak ketahuan) sedang duduk termenung dikitari oleh bunga-bunga leli.
Panel kedua ialah Kunjungan Maria kepada Elizabeth. Ini rupanya yang paling disukai Miss Dean.
"Saya suka sekali membuat kepala-kepalanya. Saya selalu mulai dengan kepalanya karena ini yang menentukan karakter dari seluruh karya. Saya ingin menunjukkan bahwa mereka bahagia dan saya kira kupu-kupu yang beterbangan itu merupakan simbol kebahagiaan. Karena itu saya kitari dengan kupu-kupu.
Baca Juga : Menjadi Seorang Ibu Adalah Pekerjaan Paling Sulit di Dunia, Lukisan Ini Buktinya!
Adorasi ialah panel ketiga yang menunjukkan Tiga orang Majus mengunjungi bayi Kristus dan Ibunya.
Ketika membuat panel tentang godaan Miss Dean menghadapi kesulitan bagaimana menggambarkan setan jahat. Lalu ia mendapat ide untuk membuatnya seperti naga dan menggambarkannya seperti jago penunjuk arah angin di atas gereja di belakang Kristus yang sedang berdoa.
Panel terakhir ialah perkawinan di Kanaan, sebuah karya yang menakjubkan. Budak-budak di bawah kaki pasangan itu dan seluruh panel bergemerlapan karena ditutup dengan batu permata dan merjan.
Seumur hidup saya mengumpulkan bahan dan permata kecil dan ketika saya menerima pesanan itu saya menggunakan seluruh koleksi saya. Moga-moga saja para turis jangan memotong-motongnya sebagai souvenir.
Memperbesar dengan projektor
Ini yang di Inggeris. "Panti sulam" di biara Santu Jusup di Aiterhofen, Jerman Barat, belum sekaliber itu, tetapi cukup mengesankan. Berbeda dengan Beryl Dean yang menggunakan foto untuk memperbesar disain, di Aiterhofen mereka menggunakan projektor.
Seorang biarawati mendemonstrasikan bagaimana mereka memperbesar sebuah gambar. Kebetulan ada seseorang yang ingin sebuah gereja sulaman. Supaya semua serba persis, gereja itu difoto dulu lalu diprojeksikan di dinding untuk diikuti garis-garisnya. Beberapa besarnya bisa diatur dengan projektor.
Yang mereka buat saya lihat semuanya keperluan gereja. Untuk memberi gambaran berapa harga sulaman-sulaman yang dibuat di situ: Sebuah bordiran sebesar 1½ kali 1½ meter ternyata harganya antara 3500 sampai 3800 DM disulam pada kedua sisi.
Harga tergantung dari waktu kerja yang diperlukan. Diperkirakan bahwa sulaman itu akan memakan waktu antara 500 sampai 700 jam kerja.
Baca Juga : Misteri Lembah Nazca yang Konon Kabarnya Menjadi Bandara UFO, Terlihat dari Lukisan di Permukaannya