Find Us On Social Media :

Bisakah Vagina Mengalami Depresi? Bagaimana Wujudnya?

By Moh Habib Asyhad, Sabtu, 3 Juni 2017 | 19:00 WIB

Bisakah vagina mengalami depresi?

Intisari-Online.com - Siapa pun yang pernah melihat serial Sex and the City akan mengingat adegan itu.

Tidak, bukan saat Carrie Bradshaw bilang “halo, kekasih” untuk beberapa koleksi sepatunya.

Tapi saat Charlotte mendapati bahwa vaginanya “tertekan” dan mendapatkan antidepresan untuk menyembuhkannya—bukan untuknya, tapi untuk vaginanya.

(Baca juga: Sekian Lama Berdiri Gagah di Tengah Jalan Tol, Rumah Mewah Milik Juragan Warteg Itu Akhirnya Dibongkar Juga)

Kasus ini kemudian menimbulkan pertanyaan: bisakah vagina mengalami depresi?

Jawabannya: ya, vagina bisa mengalami depresi.

Istilah depresi sejatinya digunakan untuk menyebut gangguan vagina yang jarang disebut: vulvodynia—rasa sakit yang terus-menerus dan tidak dapat dijelaskan yang terjadi pada vulva.

Dr Vanessa Mackay, juru bicara Royal College of Obstetricians and Gynecologist, menjelaskan kepada Metro.co.uk, “Penyebab pasti kondisi ini tidak diketahui, bagaimanapun, ini dianggap sebagai hasil dari masalah pada saraf yang memasok vulva.”

Vulvodynia bisa menjadi masalah jangka panjang dan mempengaruhi perempuan di segala umur.

“Ketidaknyamanan bisa datang dan pergi tanpa peringatan dan berlangsung dari minggu ke bulan. Sering kali rasa sakit itu hilang secepat ia muncul.”

Kondisi, lanjut Dr Vanessa, seringkali sulit didiagnosis karena ada sejumlah penyebab nyeri pada vulva lainnya.

(Baca juga: Sadarkah Anda Ada yang Tak Lazim dari Borgol yang Dikenakan Pelaku Persekusi Cipinang Muara?)

Sebagai hasil dari kesulitan diagonisis, di samping ketidaknyamanan biasa yang terjadi pada vagina dan vulva, banyak perempuan berjuang dengan vulvodynia dalam diam, tak mendapatkan pertolongan lebih-lebih perawatan.

Ironisnya, tak banyak dokter yang mengenali gangguan ini sebagai gangguan medis yang mesti diatasi. Tak menunjukkan gejala-gejala fisik, perempuan dengan vulvodynia baru sadar ketika ada nyeri di vaginanya.

Ketika gangguan ini menyerang, seks terasa menyakitkan, masturbasi tak kalah menakutkan, dan orang-orang yang menderita vulvodynia akhirnya akan benar-benar kehilangan kenyamanan dalam kehidupan seksual mereka.

Maka, beruntunglah Anda yang menemukan dokter yang tepat.

Meski demikian, masalah bukannya tanpa solusi. Bisa dengan gel khusus, pengobatan, fisioterapi, peluma, juga dengan operasi.

Tapi yang jelas, dalam kasus ini dokter juga akan meresepkan antidepresan.

Ini bukan karena vagina telah kehilangan akal sehat melainkan efek nyeri yang ditimbulkan.

(Baca juga: Pernah Teliti Komunitas Muslim di Seluruh Dunia, Inilah Perempuan Berjilbab Pertama di Gedung Putih)

Ingat, antidpresan terbukti efektif dalam mengobati nyeri saraf. Jadi, meski bukan penggunaan antidepresan utama, jenis obat ini bisa digunakan untuk mengatasi depresi pada vagina kita—yang berarti rasa sakit atau nyeri yang terus-menerus.

Tentu, antidepresan juga bagus untuk mengatasi efek samping vulvodynia—frustrasi, stres, dan hilangnya libido. Antidepresan adalah pil multitalen.

Tapi yang menjadi persoalan utama bukan bagaimana merawat dan menyebuhkannya. Ini soal, bahwa nyeri dan depresi pada vagina itu nyata, dan dokter harus bisa membuat diagnosisnya.