Find Us On Social Media :

Jika Melancong ke Manggarai Timur, Jangan Lupa Merasakan Kekerabatan dengan Seteguk Sopi

By Moh Habib Asyhad, Senin, 29 Mei 2017 | 16:20 WIB

Merasakan Kekerabatan dengan Seteguk Sopi

Bagaimana tidak, minuman yang terkristalisasi ini hanya dikeluarkan saat acara adat dan biasanya hanya disajikan untuk orang-orang yang dituakan di suku.

Viki, salah satu operator sekolah di Manggarai Timur mengaku pernah mencicipinya. Ia berkata bahwa sekali jilat membuat diri kita serasa melayang. Para rekannya pun hampir tidak percaya karena memang sulit untuk bisa merasakan sopi kristal.

Sambil meneguk sopi bersama, Bruno sebagai salah satu pegawai dinas pendidikan mengatakan bahwa konsep rekreasi dengan pergi-pergi atau refreshing itu tidak ada di kebudayaan beberapa masyarakat Manggarai Timur.

 “Cukup bertemu dengan keluarga, makan daging, mabuk, dan dansa,” tambah Bruno. Sederhananya kalau belum mabuk berarti belum pesta. Sepertinya memang sulit untuk menjauhkan sopi dari masyarakat NTT termasuk Manggarai Timur.

(Baca juga: 3 Tahun Tinggal di Atap Toilet Umum, Pria Jepang Ini Simpan 300 Botol Berisi Sesuatu yang Menjijikan)

Sopi sebagai budaya

Saat bersilaturahmi di Paundoa, kecamatan Kota Komba, Manggari Timur saya berhasil bertemu dengan warga yang berasal dari suku Rongga Jula. Saat sampai disana saya disambut dengan kopi pahit khas Manggarai kemudian tentunya sopi.

Siang itu cukup damai dan sepi, beberapa warga pergi ke ladang dan sawah tetapi saya mendapatkan kesempatan berbincang dengan masyarakat Rongga.

Saya bertemu dengan Thomas Ola yang merupakan kepala suku Liti. Ya, di suku Rongga sendiri kembali terbagi menjadi tujuh suku atau etnik termasuk Liti.

Contohnya adalah Silvanus yang berasal dari suku Motu dan Isdorus Ruek yang merupakan kepala desa Paundoa dari suku Lova. Beberapa warga juga ikut bergabung dengan kami seperti Konstantinus Jala yang istirahat dari ladang untuk berbincang.

Sebotol sopi kembali mencairkan suasana. Kami membahas tentang keunikan budaya Rongga yang menarik perhatian peneliti-peneliti. Dimulai dari tarian vera yang berisi sajak-sajak hingga bahasa ibu yang dimiliki Rongga.

Apakah sopi bisa dibilang bagian dari kebudayaan masyarakat NTT? Apabila mengacu kepada undang-undang kita bisa melihat warisan budaya, baik itu warisan budaya benda atau warisan budaya tak benda.

Memang sopi tidak masuk kedalam warisan budaya tapi pengajuan pun bisa dilakukan seperti yang diungkapkan oleh Babel Malau dari Kementerian Pendidikan dan Budaya.

Warisan budaya benda adalah warisan budaya yang bisa diindera dengan mata dan tangan seperti artefak atau situs. Sebut saja candi seperti Borobudur atau Prambanan. Keris atau pusaka lainnya juga dapat dihitung sebagai warisan ini.

Sedangkan warisan budaya tak benda tidak bisa diindera dengan mata dan tangan namun jelas ada di sekitar.

Contohnya adalah musik-musik nusantara, memang alat musiknya adalah benda budaya tetap bunyi hingga nilai yang terpendam tidak.

Nah, sopi sendiri adalah budaya yang jelas ada di sekitar.

Dari berkumpul, pesta, hingga acara adat minuman aren ini dikonsumsi. Mungkin kebudayaan untuk meminum sopi sendiri bisa masuk kedalam warisan budaya tak benda seperti yang disebut oleh Babel.

(Baca juga: Pesawat Intai Siluman Tercanggih dan Tercepat di Dunia Siap Gentayangan, Indonesia Patut Berhati-hati)

Tetapi apakah “sopi” itu sendiri sebagai minuman beralkohol dapat menjadi warisan budaya?

Pertanyaan ini mungkin sulit untuk dijawab untuk sekarang. Belum lagi kontroversi yang mengelilingnya karena kehadiran sopi oplosan dan penyitaan oleh kepolisian.

Tapi apabila berkunjung ke Manggarai Timur dan ingin merasakan “kekerabatan” bersama dengan masyarakat lokal, kita bisa mencoba untuk meminum sopi bersama. Buka mata untuk pengalaman, cari sopi yang aman, dan bertemu kawan-kawan baru dari tanah timur Indonesia ini.