Find Us On Social Media :

Hati-hati! Inilah 6 Ciri Orang yang Berpotensi Menjadi Teroris, Salah Satunya Mahasiswa Sains

By Ade Sulaeman, Sabtu, 27 Mei 2017 | 16:20 WIB

Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian berbicara dalam acara #KapolriDiRosi di KompasTV, Jumat (26/5/2017) malam.

Intisari-Online.com - Jika selama ini kita menganggap bahwa faktor ekonomi dan pendidikan yang menjadi penyebab terbesar seseorang menjadi teroris, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian justru menemukan hal lain.

(Baca juga: Punya Banyak Peran Besar dalam Perang, Intelijen Militer (Seharusnya) Juga Mampu Cegah Serangan Teroris)

Menurut Tito, tertangkapnya beberapa tersangka yang kesehariannya hanyalah pedagang kecil-kecilan, itu hanyalah suatu kebetulan.

Tito mencontohkan Ossama bin Laden, pimpinan Al Qaeda yang punya kekayaan melimpah, tapi bisa terjangkit paham radikal dan terorisme.

Ada pula, Azahari Husin, otak bom Bali, bergelar doktor dan merupakan insinyur di Malaysia.

"Mereka yang terpapar radikal tidak ada korelasinya dengan latar belakang pekerjaan. Lebih pada kondisi psikologis mereka," ujar Tito dalam acara "#KapolriDiRosi" di Kompas TV, Jumat (26/5/2017) malam, seperti dikutip dari kompas.com.

(Baca juga: Sering Jadi Sasaran Serangan Teroris, Anggota Polri Lebih Reaktif saat Gunakan Senjata Api)

"Jadi range-nya bisa low sampai high class. Psychology is a matter," lanjut Tito.

Dalam temuan Tito, ada beberapa ciri orang yang berpotensi menjadi teroris atau setidaknya terpengaruh oleh ajaran radikal, yaitu:

1. Orang yang lemah secara kejiwaan

2. Sarjana, khususnya mereka yang mengambil jurusan ilmu sains (bukan sosial).

3. Cenderung penurut

4. Mudah menerima sesuatu

5. Tidak kritis

6. Pendiam.

(Baca juga: Serangan Truk Stockholm Menewaskan 4 Orang dan Melukai 15 Lainnya, Apakah Ini Aksi Teroris?)

Tito mengatakan, biasanya rekrutmen dilakukan melalui tatap muka, seperti pertemuan suatu kelompok. Ada juga rekrutmen melalui media sosial yang kini berkembang.

Tito kemudian bercerita soal pengeboman di Kedutaan Besar Australia. Anggotanya direkrut dengan kelompok pengajian, kemudian perlahan-lahan disusupi dengan ideologi radikal.

Menarikanya, mereka yang cerewet apalagi banyak bertanya cenderung menjadi orang-orang yang dengan mudah dijauhi oleh para perekrut teroris. Mereka yakin bahwa kelak usaha mereka akan sia-sia.