Saat Pewarta Foto Harus Rela Melepas Kamera dan Kehilangan Momen Aksi Pembantaian Paling Mengerikan

Ade Sulaeman

Editor

Seorang fotografer menangis sedih setelah mengetahui ia gagal menolong salah satu korban bom di wilayah Aleppo, Suriah, Sabtu (15/4/2017) lalu. Serangan bom itu menewaskan sedikitnya 128 orang.
Seorang fotografer menangis sedih setelah mengetahui ia gagal menolong salah satu korban bom di wilayah Aleppo, Suriah, Sabtu (15/4/2017) lalu. Serangan bom itu menewaskan sedikitnya 128 orang.

Intisari-Online.com - Desa Fuaa dan Kafraya di Suriah menjadi saksi tentang pembantaian paling mengerikan, pada akhir pekan lalu. Kisahnya pun menjadi isu kemanusiaan yang paling menyentuh kalbu.

Sedikitnya 128 orang tewas akibat bom yang meluluhlantakkan iring-iringan bus pengungsi, dengan sebagian besar koban adalah anak-anak tak berdosa.

Seorang pewarta foto, Abd Alkader Habak, selain menghasilkan karya-karya yang mengharukan dan menggugah rasa prihatin, ia juga terlibat dalam aksi penyalamatan atas inisiatif sendiri.

Hatinya terenyuh dan terpanggil ketika mendengar teriakan histeris para korban, mayat yang berserakan, dan anak-anak yang sekarat terkapar di depannya.

Habak berada daerah konflik Suriah, negara yang dilanda perang saudara, ketika ia menyaksikan tragedi kemanusiaan di tepat depan matanya di Fuaa dan Kafraya, dua desa yang dikuasai oposisi.

Ia melepaskan kameranya, lalu berlari menyelamatkan orang-orang, para korban ledakan bom pada iring-iringan bus pengungsi Suriah.

Namun, apa yang ia temukan di dekat bus-bus itu adalah banyak orang yang tewas. Seluruhnya 128 orang tewas, ratusan orang lagi menderita luka-luka.

Para korban umumnya anak-anak yang sedang proses evakuasi dari Fuaa dan Kafraya, Alepp, Suriah utara. Habak melihat banyak orang tewas dan sekarat.

“Saya menyaksikan anak-anak dalam kondisi sekarat di depan saya,” kata Habak.

Habak sempat pingsan beberapa saat akibat terkena imbas ledakan. "Situasinya sangat mengerikan, apalagi menyaksikan anak-anak yang mengerang kesakitan dan sekarat di depanmu," kenang Habak.

Itu adalah momen paling memilukan bagi Habak. Ia menangis sedih ketika melihat ada begitu banyak anak telah meregang nyawanya akibat serangan bom.

"Jadi saya dan rekan-rekan saya memutuskan meletakkan kamera kami dan mulai membantu para korban," kata Habak lagi.

Ia berhasil mengevakuasi seorang bocah berusia tujuh tahun dan membawanya ke ambulans terdekat. Diperkirakan, 128 orang tewas dan sebagian besar adalah anak-anak.

Dia sempat terpental oleh ledakan bom, namun ia bangkit dan mulai menyelamatkan orang-orang yang terluka.

Sebuah foto yang mengharubiru menunjukkan dia menangis dalam kondisi berlutut di samping mayat seorang anak, yang sebelumnya ia mencoba untuk menyelamatkannya.

Anak itu adalah salah satu dari 68 anak-anak yang tewas dalam bom mobil bunuh diri yang mengguncang bus pengungsi dari Fuaa dan Kafraya, dua desa di Suriah utara.

Dia memeriksa anak yang pertama, ternyata sudah tidak bernyawa lagi. Dia pun berlari menuju korban yang sekarat, namun orang-orang memberi tahunya anak-anak itu sudah tewas.

Apa yang dia temukan justru anak itu masih bernapas dan langsung membopongnya menuju tempat yang aman, dan kemudian berlari lagi menuju ambulans.

"Anak ini memegang erat tanganku dan menatapku," kenangnya, sambil berharap anak itu masih selamat saat tiba di rumah sakit.

Artikel Terkait