Rusidah, Fotografer Tanpa Jari

Agus Surono

Editor

Rusidah, Fotografer Tanpa Jari
Rusidah, Fotografer Tanpa Jari

Intisari-Online.com - Jika melihat sosok Rusidah kita pantas berkernyit dahi. Memotret tanpa jari? Namun ia lincah memainkan kamera digital. Bukan kamera kompak, tapi kamera DSLR.Ia sebenarnya seorang ibu rumah tangga biasa, tinggal di rumah kontrakan sederhana di Desa Boto Ndaleman, Kecamatan Bayan, Purworejo, Jawa Tengah. Suaminya seorang penjual es krim yang setiap hari berkeliling kampung dari pagi hingga petang. Pasangan ini dikaruniai anak semata wayang.Sejak umur 12 tahun ia kehilangan kedua lengan bawahnya. Toh ia tak menyerah dengan kondisi itu. Setamat SMP orangtuanya mengirim ke Panti Rehabilitasi Dr. Suharso, Solo. Selama di panti ini, Rusidah menunjukkan bakat yang berbeda dari teman sebayanya. Ia lebih tertarik mengotak-atik kamera daripada menjahit atau menyulam. Ia mengakui bahwa sejak kecil sudah berkeinginan menjadi seorang juru foto.Cita-cita itu ia tegakkan dengan segala keterbatasannya. Baik fisik maupun non-fisik. Ia pun belajar fotografer secara autodidak dan memodifikasi sendiri kameranya. Apalagi zaman itu kamera masih analog. Semua harus dikerjakan dengan hati-hati. Salah sedikit bisa membuat hasil pemotretan sia-sia. Berbeda dengan zaman sekarang yang sudah serba digital.Lahir tahun 1968, Rusidah mulai memotret secara profesional sejak 1995. Saat itu ia menjadi fotografer keliling. Kamera yang digunakan adalah Pentax K-1000 bantuan dari Pemerintah Kabupaten Purworejo. Jasa fotografi Rusidah terbagi menjadi dua paket, per foto seharga Rp 5 ribu dan per paket 30 foto ukuran 4R seharga Rp 150 ribu termasuk album.Tahun 1996 ia menjadi juru foto kegiatan perkemahan Pramuka SMP 5 Purworejo di Lapangan Kaliboto. Sejak itu masyarakat tahu kiprah Rusidah. Dari profesinya itu ia mendapat penghasilan sebesar Rp 200.000,- sampai Rp 400.000,- sebulan.Keuletan Rusidah membuat namanya terdengar sampai ke Gubernur Jawa Tengah (waktu itu) Mardiyanto. Bahkan tahun 2004, Gubernur Mardiyanti memberikan kamera Brown SR-2000 kepada Rusidah.Selama menjadi footgrafer sudah banyak objek bidikannya. Namun ada satu objek bidikan yang membuatnya bangga: memotret Ibu Negara (waktu itu) Ny. Tien Soeharto di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) tahun 1990-an. Meski saat itu adalah acara Hari Penyandang Cacat Internasional, namun Rusidah tidak mendapat undangan untuk hadir. Namun ia nekat hadir dan berangkat ke Jakarta seorang diri. Sesampainya di TMII ia percaya diri dan bergabung dengan peserta lainnya.Di acara ini ia bertemu dengan Ibu Negara dan kesempatan itu tak disia-siakannya. Segera ia memasang kamera dan menjepret Ibu Negara. Tak dinyana, Ibu Negara tertarik oleh kebisaan Rusidah memotret. Alhasil Ibu Negara pun meminta Rusidah memotret dirinya secara khusus.Di era digital kini Rusidah membekal kameraCanon EOS 550D dan flash Canon Speedlite 430EX II. Salah satu keinginannya adalah memiliki studi foto sendiri. Gayung bersambut dari PT Datascrip sebagai distributor kamera Canon di Indonesia. Rusidah memperoleh seperangkat fotografi studio sederhana dan cetak foto. “Bu Rusidah jadi motivasi kita. Semangat pantang menyerah,” ungkap Merry Harun, Direktur Divisi Canon PT Datascrip. Seusai jumpa pers, staf Datascrip menyertai kepulangan Rusidah ke Purworejo untuk memberi pelatihan penggunaan peralatan studio foto dan cetak foto.Studionya masih bergabung dengan rumah kontrakan di gang sempit dan berdinding kayu yang sebagian sudah lapuk. Ia pun berkeinginan untuk memindahkan studionya di pinggir jalan besar sehingga bisa menjaring banyak pelanggan.

Rusidah adalah sosok nyata yang meski memiliki keterbatasan namun pantang menyerah. (*)