Budaya 'Jatuhkan Palu', Saat Bangsa Viking Akhiri Pesta dengan Saling Mencaci

Aulia Dian Permata

Penulis

Mereka menggunakan sajak yang diketahui beberapa orang, tapi simbol-simbol ini tidak cukup dapat menyampaikan makna sebenarnya.

Intisari-Online.com- Pada 976 SM Norwegia: Ruangan sesak penuh asap.

Dua laki-laki di atas panggung yang tinggi, berkeringat di bawah lampu untuk minum dikerumuni banyak orang yang menghampiri.

Orang pertama berbicara: “Halfdan, ibumu sangat jelek. Saat ayahnya meminta Raksasa untuk mengawininya, Raksasa itu akan membayar dan menyuruhnya pulang!" kemudian diakhiri dengan tawa.

Pria kedua menjawab: "Oh ya? Ibumu sangat gemuk!"

Baca Juga:Isabel, Si Gadis Ayam yang Dikurung Ibunya dalam Kandang Sejak Bayi

Ya, budaya Viking, sama seperti bangsa lain di seluruh dunia, memainkan penghinaan di pesta-pesta meski berakhir dengan damai.

Salah satu frasa populer saat ini adalah “Drop the mic" (jatuhkan mikrofonnya), saat seseorang membuat pukulan kata-kata yang tak dapat dilawan lagi.

Sementara pepatah lain dengan arti yang sama meneriakkan “Drop the hammer” (jatuhkan palunya).

Mungkinkah Viking sebenarnya telah menjadi orang pertama yang menggunakan kalimat "jatuhkan palunya"?

Baca Juga:Banyak yang Salah Kira, Hartono Mall Bukan Milik Keluarga Djarum tapi Pengusaha Sukses Asal Solo

Kata-kata itu bisa jadi memiliki makna lain atau ganda.

Namun, budaya Viking adalah pra-terpelajar.

Mereka menggunakan sajak yang diketahui beberapa orang, tapi simbol-simbol ini tidak cukup dapat menyampaikan makna sebenarnya.

Oleh karena itu, seperti banyak kelompok suku lainnya di seluruh dunia, bangsa Viking mengandalkan ingatan.

Baca Juga:Jack Ma di Indonesia: Ini Isi Surat Inspiratif Sang 'Manusia Rp570 Triliun' untuk Anaknya

Adalah para skalds yang menuliskannya menjadi puisi atau lagu berdasarkan peristiwa-peristiwa besar.

Disebut sebagai 'flyting' atau semacam provokasi, tradisi ini hidup dalam makian semi lelucon.

Sebagian besar peserta sebelumnya telah tahu seperti apa aturannya, dan batasan mana yang tak boleh dilanggar.

Kebanyakan orang menganggap Viking sebagai bangsa liar yang menjawab segala provokasi apa pun dengan kekerasan, namun ternyata tidak.

Baca Juga:Ada 'Bom Waktu' Tersembunyi di Bawah Samudra Arktik yang Siap 'Meledak' Suatu Saat

Sementara 'flyting' hanya dimainkan antara sesama teman, bukan orang asing.

Untuk membuat hal-hal lebih menarik dan mudah diingat, Viking di Skandinavia dan Anglo-Saxon di Inggris menggunakan "kennings."

Yakni ekspresi majemuk dengan makna metaforis.

Misalnya, "pelancong gelombang" yang berarti perahu. "Di tengah-tengah perisai-badai" bisa berarti "di tengah-tengah pertempuran."

Dengan permainan ini mungkin seorang pejuang Viking telah "menjatuhkan palunya."

Baca Juga:49 Tahun Revolusi Al-Fateh: Moammar Khadafy Pernah Simpan Kepala Musuhnya dalam Kulkas

Artikel Terkait