Find Us On Social Media :

Wah, Ramalan Surat Kabar Tahun 1912 tentang Nasib Bumi Saat Ini Terbukti!

By Muflika Nur Fuaddah, Minggu, 19 Agustus 2018 | 06:30 WIB

Intisari-Online.com- 106 tahun yang lalu di Selandia Baru, pada minggu ini, sedang hangat-hangatnya perbincangan tentang masa depan Bumi ini.

Perbincangan tentang masa depan Bumi disebabkan sebuah artikel yang diterbitkan sebuah koran pada masa itu.

Lebih tepatnya pada tanggal 14 Agustus 1912, sebuah koran bernama Rodney and Otamatea Times, Waitemata and Kaipara Gazette dalam rubrik “science notes and news” mewartakan ramalan yang benar-benar terjadi saat ini.

Dilansir dari Science Alert, Jumat (17/08/2018), sebuah artikel yang berjudul "Coal Consumption Affecting Climate" (Konsumsi Batu Bara Memengaruhi Iklim) memperingatkan bahwa atmosfer Bumi akan berubah karena pembakaran miliaran ton batu bara dan akan menambah lebih banyak karbon dioksida ke atmosfer setiap tahunnya.

Baca Juga: Pria Ini Sembunyikan Jasad Istri dan Dua Putrinya di Dalam Tangki Minyak Agar Tak Tercium, Kejam!

"Tungku-tungku dunia sekarang membakar sekitar 2.000.000.000 ton batu bara per tahun. Ketika ini dibakar, menyatu dengan oksigen, ia menambahkan sekitar 7.000.000.000 ton karbon dioksida ke atmosfer setiap tahun," ungkap artikel tersebut.

Gagasan tentang pengaruh batu bara terhadap atmosfer bumi sebenarnya sudah menjadi isu yang penting pada beberapa dekade terakhir dari 1912.

Baca Juga: Sebelum 'Beraksi', Bocah Pemanjat Tiang Bendera Ternyata Sedang Dirawat di Tenda Medis

Ditelusuri oleh New York Times, diskusi-diskusi ilmiah yang membahas tentang dampak dari pembakaran batu bara sebenarnya sudah ada sejak 1850.

Meski sudah lebih dari satu abad, kondisi saat ini tidak menyajikan banyak perubahan.

Pada tahun 2016 saja, dunia sudah mengonsumsi lebih dari 5,3 miliar metrik ton batu bara.

Konsentrasi karbon dioksida terhadap atmosfer bumi saat ini juga sudah berada di atas 441ppm, tingkat tertinggi setidaknya dalam 800.000 tahun.

Baca Juga: Lebih dari 300 Rusa Mati Bersamaan, Bangkai Mereka Justru Dijadikan 'Laboratorium Alam'