Find Us On Social Media :

Konflik AS-Turki : Saat F-16 Jadi Simbol Kedekatan, F-35 Justru Jadi Simbol ‘Perceraian’.

By Agustinus Winardi, Jumat, 17 Agustus 2018 | 11:45 WIB

Intisari-Online.com - Pada tahun 1980-an hubungan antara AS dan Turki bak pasangan yang sedang merayakan bulan madu.

Pasalnya di tahun itu Turki memesan jet tempur F-16 C/D dalam jumlah besar, yakni sekitar 156 unit melalui program khusus yang dinamai Peace Onyx I.

Sekitar 8 pesawat F-16 yang akan segera dikirim ke Turki kemudian diproduksi di Forth Worth, AS tapi 148 lainnya diputuskan untuk diproduksi dan dirakit di Turki.

Industri pertahanan Turki yang kemudian menangani perakitan dan produksi suku cadang F-16 adalah TUSAS Aerospace Industries (TAI).

Baca juga: AS Hentikan Penjualan F-35 ke Turki, Israel Senang Tapi Turki Tenang Karena Rusia Sudah Siapkan Penggantinya

Dalam perkembangan berikut TAI atas lisensi dari AS tidak hanya memproduksi suku cadang berupa sayap dan merakit F-16 saja tapi diijinkan memproduksi F-16 secara keseluruhan(100%).

Tidak hanya itu, Turki juga diijinkan menjual F-16 produksinya ke negara-negara lain yang masih merupakan sekutu AS.

Berkat kemampuan memproduksi F-16 secara mandiri melalui program Peace Onix I hingga Peace Onix III, Angkatan Udara Turki sendiri sampai memiliki lebih dari 300 unit F-16.

Sukses kerja sama dalam memproduksi F-16 itu terus berlanjut ketika pada tahun 2000-an AS bermaksud memproduksi pesawat siluman Joint Strike Fighter Program F-35 Lightning II bekerja sama dengan sejumlah negara anggota NATO.

Baca juga: Ekonominya Terpuruk, Turki Malah Balas Sanksi Ekonomi AS dengan 'Pukulan' ini

Turki sendiri sebagai negara yang terlibat dalam program produksi F-35, sudah memesan sebanyak 100 unit F-35, sekaligus mendapat keuntungan dari program kerja sama itu senilai lebih dari 150 triliun.

Tapi program kerja sama F-35 Turki dan AS mulai muncul masalah ketika di Suriah meletus perang saudara (2014) yang kemudian memicu kehadiran militer Rusia, AS, Iran, dan Israel.

Untuk melindungi ruang udaranya, Turki kemudian membeli rudal-rudal S-400 Rusia sehingga malah memicu konflik dengan AS dan negara-negara NATO.

Pasalnya rudal S-400 selain tidak bisa diintegrasikan dengan persenjataan milik NATO, oleh Turki bahkan akan digunakan untuk merontokkan jet-jet tempur Israel.

Baca juga: Merasa Punya Hutang Budi, Qatar Siapkan Bantuan untuk Turki yang Sedang Dilanda Krisis

Turki memang menjadi marah besar setelah militer Israel menggempur Jalur Gaza dan wilayah Palestina secara membabi buta pada Juni 2018.

Selain itu Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan ternyata menginginkan Turki yang kembali berjaya seperti Kekaisaran Ottoman Turki, sehingga memicu aksi kudeta di dalam negeri(2016).

Turki sendiri menuduh militer AS yang berpangkalan di Incirlik (Turki) berada di balik aksi kudeta sehingga membuat hubungan AS-Turki pun makin memanas.

Disusul oleh hubungan Rusia dan Turki yang makin ‘mesra’, AS pun menjadi berang dan memutuskan untuk menghentikan pengiriman jet-jet tempur F-35 yang seharusnya mulai diterima oleh Turki.

Turki sebenarnya berusaha keras mendapatkan haknya untuk memiliki F-35 sesuai perjanjian.

Tapi Kongres AS, Markas Besar AS di Pentagon, dan Presiden AS Donald Trump sendiri sudah sepakat untuk menghentikan pengiriman F-35.

Kepemilikan F-35 yang seharusnya membuat Turki menjadi negara yang berkekuatan militer terbesar di Eropa dan Timur Tengah pun jadi buyar.

Hubungan AS dan Turki pun terancam bubar serta sulit dipulihkan lagi gara-gara penghentian pengiriman F-35.

Oleh karena itu jika program kerja sama produksi F-16 antara AS-Turki bisa mencerminkan hubungan yang sangat dekat, sebaliknya melalui program F-35, hubungan Turki-AS malah terancam ‘perceraian’.

Baca juga: Dari Kerajaan Ubur-ubur Hingga Gerbang Surga, Inilah 5 Sekte Teraneh yang Pernah Ada