Penulis
Intisari-Online.com -Perang sesungguhnya pemicu pesatnya perkembangan teknologi.
Peperangan yang selalu memakan korban jiwa dalam jumlah besar tidak melulu berakibat negatif. Banyak efek positifnya juga.
(Baca juga: Korea Utara vs Korea Selatan: Dari Dulu Perang Korea 'Hanya' Jadi Ajang Rebutan Negara Adikuasa)
Misalnya makin meningkatkan nasionalisme suatu bangsa dan peningkatan teknologi militer yang bisa diterapkan untuk kebutuhan non perang.
Suatu negara kadang membutuhkan peperangan atau konfrontasi dengan negara lain untuk meyatukan dan menumbuhkan nasionalisme bangsanya.
Contohnya adalah ketika RI berkonfrontasi dengan Malaysia (1962-1966), Argentina sengaja mengambil pulau Falkland dari Inggris (1982), Irak yang sengaja menginvasi Kuwait (1990), dan lainnya.
(Baca juga: Semenanjung Korea Memanas: Inilah Perbandingan Kekuatan Militer AS, China, Korsel dan Korut)
Akibat dari konfrontasi yang disengaja itu memang timbul peperangan yang mengakibatkan korban jiwa dan harta. Tapi bangsa dan negara menjadi makin bersatu setelah dipicu oleh adanya ‘’musuh bersama’’.
Dari sisi teknologi tempur apalagi persenjataan yang digunakan untuk tujuan memenangkan perang juga mengalami kemajuan sangat pesat.
Militer Nazi Jerman dalam PD II (1942-1945) bisa dikatakan sebagai penemu mesin jet tempur dan rudal jelajah.
Jet tempur yang pertama kali digunakan dalam peperangan adalah Me-262 dan rudal jelajah V-2 produki Nazi Jerman.
(Baca juga: Dari Pengamatan Satelit Mata-Mata, Korut Terbukti Punya Bom Nuklir, AS pun Ketar-ketir)
Ketika PD II berakhir akibat gempuran bom atom di Jepang, pihak-pihak pemenang perang seperti Rusia dan AS ramai-ramai menyita teknologi militer temuan Nazi Jerman untuk dikembangkan di negaranya masing-masing.
Maka munculan jet tempur pertama buatan Rusia MiG-15 dan F-86 Sabre produksi AS yang dikembangkan dari jet tempur Nazi, Me-262.
Kedua jenis jet tempur itu untuk pertama kalinya bertemu dalam Perang Korea (1950-1953). Sedangkan rudal-rudal jelajah yang kemudian bisa dipersenjatai hulu ledak nuklir merupakan pengembangan dari roket Nazi, V-2.
Keberadaan rudal-rudal jelajah berhulu ledak nuklir itu memicu lomba senjata di era Perang Dingin (1985-1991) yang kemudian memicu kesadaran betapa bahayanya jika bom nuklir sampai digunakan.
Pengalaman ledakan bom atom di Jepang sesungguhnya telah menjadi trauma dunia bukan baginegara jepang saja.
Oleh karena itu mulai dilakukan perjanjian nonproliferasi nuklir (1968) dengan tujuan pembatasan program nuklir, pemusnaan lokasi-lokasi peluncuran nuklir, dan lainnya.
Sebanyak 187 negara sepakat untuk menandatangi perjanjian nonproliferasi itu (1995).
Pihak Korut yang sedang getol memproduksi nuklir, ‘’kesalahannya’’ adalah melanggar perjanjian program nuklir itu. Pasalnya Korut merupakan salah satu negara yang ikut menandatanginya.
Hingga kini akibat Perang Korea yang berakhir hanya dengan gencatan senjata, uji coba peluncuran rudal-rudal balistik dan nuklir Korut juga telah dianggap melanggar gencatan senjata.
Maka jika disimpulkan Korut memang punya ‘’dua dosa’’, melanggar program pembatasan program nuklir dan melanggar gencatan senjata. Masih ditambah ‘’satu dosa’’ lagi , Korut mengancam akan menyerang AS menggunakan nuklir.
Maka menjadi masuk akal jika militer AS berdasar simulasilatihan tempur bersama Korsel dan Jepang, akan menggempur Korut dalam bentuk invasi.
Bukan dalam bentukserangan dadakan menggunakan rudal seperti telah dilakukan kepada Suriah.