Find Us On Social Media :

Kisah Cinta Fatmawati dengan Bung Karno dalam Buku Harian yang Ditulisnya Sendiri

By K. Tatik Wardayati, Rabu, 8 Agustus 2018 | 09:15 WIB

Dari sini berkembanglah cinta antara Bu Fatmawati dengan Bung Karno, walaupun saat itu Bung Karno telah menikah dengan Bu Inggit Garnasih. Tetapi karena Bu Inggit tidak punya anak, merupakan alasan yang tepat bagi Bung Karno untuk mengambil seorang istri lagi, dan pilihannya jatuh pada Bu Fat, yang waktu itu masih berusia 18 tahun.

Dan dalam buku Ku Antar ke Gerbang susunan Ramadhan KH, Ibu Inggit menceritakan perasaannya saat mengetahui hubungan Bung Karno dengan Fatmawati. Dan karena Bu Fatmawati tidak mau dimadu, ia mintai cerai.

Ternyata setelah Bung Karno menikah dengan Bu Fat, beliau memperoleh putra-putri. Jadi apa yang diinginkan oleh Bung Karno yaitu anak, telah terpenuhi.

Baca juga: Gara-gara Harus Memberikan Sumbangan pada Bung Karno, Diturunkan Pangkatnya di Istana Merdeka

Buku ini memang catatan harian, yang melukiskan pengalamannya selama menjadi istri Bung Karno, sehingga dapat diikuti secara kronologis.

Karena itu pula buku ini dibagi dalam periode-periode, misalnya periode Bengkulu, periode zaman Jepang, periode Yogjakarta, periode Istana Merdeka, periode Sriwijaya, yaitu suatu masa di mana Bu Fat meninggalkan istana Merdeka karena beliau memprotes perkawinan Bung Karno dengan Ibu Hartini.

Setiap bagiannya dihiasi dengan foto-foto dalam periode tersebut dan memang karena sifatnya merupakan buku harian, pemaparannya subyektif sekali.

Bu Fat menulis dengan jujur dan dengan cara yang sederhana, mengabadikan apa-apa yang terpikir dan terasa, apa yang terjadi dan yang kejadiannya diketahui, sehingga ia merupakan kisah-kisah yang otentik.

Baca juga: Terbiasa Hidup Susah, Bung Karno Pun Jadi 'Penyelundup' Saat Diasingkan ke Flores

Setelah Bung karno dengan resmi bercerai dengan Ibu Inggit, secara resmi Bung Karno melamar Ibu Fatmawati dan mereka menikah secara sederhana, juga bagaimana pengalamannya diculik para pemuda ketika menjelang hari Proklamasi.

Mereka dibawa ke Rengas Dengklok. Dan menarik juga kisah bendera pusaka yang dijahit Bu Fat, yang sekarang tidak lagi dikibarkan, karena sudah tua. Bendera itu sebenarnya dijahit tanpa mengetahui tujuannya yang sebenarnya.

Dengan nada yang sederhana Bu Fat menulis kejadian itu begini, "Pada waktu hamil, pernah aku bermimpi ada pedang putih (seperti samurai) turun dari langit suatu hari, tatkala kandunganku berusia 9 bulan, datanglah seorang perwira Jepang membawa kain dua blok. Yang satu blok berwarna merah, sedang yang lain berwarna putih.