Penulis
Intisari-Online.com -Pemerintah AS dan PBB baru-baru ini merasa sangat kesal setelah mengetahui bahwa Korea Utara ternyata terus melanjutkan program pengembangan senjata nuklirnya pasca-Konferensi Tingkat Tinggi di Singapura pada pertengahan Juni kemarin.
Seperti dilaporkan Cnn.compada Sabtu (4/8), PBB menyatakan Korut ternyata terus melanjutkan program pengembangan senjata nuklirnya.
Pernyataan ini muncul setelah foto-foto satelit berhasil ‘memergoki’ aktivitas kapal-kapal tanker dan kapal pengangkut batu bara terus menerus datang ke Korut.
Banyaknya kapal-kapal pengangkut BBM itu mengindikasikan bahwa Korut sedang membutuhkan bahan bakar untuk meluncurkan rudal-rudal dan mengaktifkan kembali reaktor nuklirnya.
Apalagi kapal-kapal pengangku BBM itu sengaja disamarkan sehingga ketika difoto satelit dari udara tidak seperti kapal-kapal pengangkut BBM.
PBB bahkan memprediksi Korut sedang bekerja sama dengan Suriah untuk memproduksi rudal yang nantinya akan dijual kepada pemberontak suku Houthi yang sedang berperang di Yaman.
Baca juga:Donald Trump Tertipu, Satelit Tunjukkan Korut Bangun Rudal Baru
Menteri Pertahanan AS, Mike Pompeo yang baru saja mengadakan pertemuan dengan para Menteri Pertahanan se-Asia Tenggara di Singapura, pada Jumat (3/8), juga menyatakan kekesalannya setelah mengetahui bahwa Korut ternyata terus melanjutkan program nuklirnya.
Pompeo bahkan menuduh Rusia telah mendukung Korut sehingga memiliki keberanian untuk melanjutkan program nuklirnya.
Yakni dengan cara membuka lagi akses di perbatasan Korut-Rusia sehingga puluhan ribu pekerja Korut bisa bekerja di Rusia.
Upah para pekerja Korut itu dibayarkan langsung ke rekening pemerintah Korut yang kemudian digunakan Kim Jong Un untuk membiayai program nuklirnya.
Selain Rusia, AS juga menuduh China membuka pasokan bahan bakar ke Korut sehingga embargo ekonomi yang telah diterapkan oleh PBB kepada Korut tidak berjalan optimal.
Sejak Kim Jong Un dan Presiden Donald Trump bertemu dalam KTT Singapura, peran Rusia dan China sebagai pendukung Korut memang tidak bisa disembunyikan lagi.
Pasalnya sebelum Kim Jong Un bertemu Trump, Kim telah ‘sowan’ terlebih dahulu ke China dan Rusia sehingga bisa mengambil sikap yang bisa menguntungkan kedua sekutunya itu.
Presiden China, Xi Jinping bahkan mengatakan tanpa peran dirinya, pertemuan antara Kim Jong Un dan Presiden Trump di Singapura tidak akan pernah terjadi.
China bahkan menfasilitasi kehadiran Kim Jong Un di Singapura dengan menyediakan jaminan keamanan, pesawat khusus, dan pengawalan ketat menggunakan jet-jet tempurnya.
Sedangkan Vladimir Putin meski tidak memberikan bantuan kepada Kim Jong Un ketika pergi ke Singapura selalu menekankan bahwa tindakan militer AS kepada Korut akan membuat militer Rusia ‘tidak bisa diam saja’.
Dengan dukungan Rusia dan China yang sesungguhnya merupakan musuh utama AS itu, Kim Jong Un pun berani mengibuli Presiden Trump dan terus melanjutkan program pengembangan nuklirnya.