Find Us On Social Media :

Apakah Dongeng Nyai Loro Kidul itu Ada Benarnya?

By K. Tatik Wardayati, Senin, 13 Agustus 2018 | 19:15 WIB

Intisari-Online.com – Di daerah Kotagede, sebuah kota kecil di Selatan Yogyakarta, ada sebuah dongeng yang isinya mengisahkan bahwa pada suatu  asa, ketika kerajaan Mataram masih beribukota di Kotagede, Nyai Loro Kidul tengah duduk bersantai di atas batu karang ditemani oleh para dayangnya.

Secara kebetulan ada sebuah kapal Belanda lewat. Ratu Laut Selatan ini menjadi amat murka karena merasa dipergoki dalam keadaan sedemikian. Ia lalu menciptakan badai-gelombang serta angin ribut sehingga kapal tadi pecah dan tenggelam.

Salah seorang penumpangnya terbawa ombak ke tepi dan terdampar di pantai Selatan Yogyakarta. Penduduk setempat  mengira bahwa ia adalah seekor "Monster Laut Selatan" yang putih warnanya. Mereka lalu mengikat "Monster" tadi dan membawanya beramai-ramai ke istana.

Raja Mataram segera mengetahui bahwa apa yang dikira sebagai "Monster" itu tidak lain adalah manusia juga. Kulit   tubuhnya memang putih dan pakaiannyapun jubah panjang yang serba putih. Inilah saat pertama kali orang Jawa melihat seorang Belanda!

Baca juga: Nyi Roro Kidul, Kisah Gaib Rakyat Jelata yang Kemasyhurannya Menembus Waktu dan Ruang

Orang Belanda itu kemudian dijadikan tawanan. Tangan dan kakinya diborgol lalu ditempatkan di sebuah pendopo di depan istana agar semua penduduk dapat menyaksikannya.

Ketika raja mengetahui bahwa tawanan tadi adalah seorang yang cerdas, mulailah nasibnya membaik. Mula-mula ia "naik pangkat" menjadi budak istana, kemudian menjadi pelayan istana, selanjutnya naik lagi menjadi pengurus rumah-tangga istana untuk akhirnya malah diangkat menjadi seorang Menteri.

Benarkah bahwa orang Belanda sudah mulai datang di pulau Jawa ketika Mataram masih berpusat di Kotagede? Benarkah bahwa di Mataram pun terdapat orang-orang Belanda yang menjadi tawanan?

Menurut penyelidikan Pastor C. Wessels SJ (dalam karangannya "De eerste Franciscaner Missie op Java", Studien, jilid CXIII, 1930, him. 117-126) orang-orang Portugis pada tahun 1584 mendirikan Biara dan Gereja Katolik dari Ordo Fransiskan di Panarukan.  Para anggota Missi itu terdiri dari orang-orang Portugis, Italia, Jerman, Austria dan Belanda.

Baca juga: Mengenal Panglima Burung yang Kabarnya Bakal Menikah dengan Titisan Nyi Roro Kidul

Jadi rupanya sebelum Cornelis de Houtman tiba di Banten telah ada orang Belanda di pulau Jawa. Biara dan Gereja itu sendiri hanya berdiri selama tidak lebih dari 15 tahun, karena Wessels mencatat adanya kompleks tadi terakhir kali tahun 1599.

Barangkali Biara serta Gereja tadi turut dihancurkan pasukan-pasukan Mataram di bawah Panembahan Senopati ketika mereka menyerbu ke Jawa Timur.

Disini kita lalu teringat pada dongeng tentang tawanan orang kulit putih dengan baju jubah panjang serba putih yang disebutkan di atas. Apakah tawanan tadi salah seorang Biarawan dari Panarukan?

Sayang bukti-bukti lain tidak ada. Yang pasti ialah bahwa benar orang Belanda sudah ada di pulau Jawa ketika Mataram masih berpusat di Kotagede. Jadi sewaktu masa pemerintahan Panembahan Senopati (1580-1601) dan puteranya Sunan Anyokrowati (1601-1613).

Baca juga: Perilaku 'Sadis' Raja-raja Mataram saat Meminta Berkah dari Nyai Roro Kidul

Tanggal 6 Juni 1667 Kompeni di Batavia menerima surat dari Residen Banten Ocker Ockerse. Isinya menyebutkan bahwa di Banten telah mendarat dua orang Biarawan Katolik yang terusir dari Makasar karena perang saudara yang terjadi di sana. Keduanya meminta ijin untuk menumpang kapal VOC ke Batavia, sebelum mereka melanjutkan pelayaran ke Timor.

Belum sempat pihak Batavia memberikan putusan, tanggal 18 Juni diterima surat pula dari Residen Ockerse yang memberitakan bahwa di Banten mendarat pula seorang Biarawan Katolik dari Ordo Fransiskan.

Semula ia meminta ijin Sultan Banten untuk menetap di Banten, namun ijin itu ditolak sehingga iapun bermaksud meneruskan pelayarannya ke Timor bersama dua orang rekannya terdahulu.

Pada masa itu pihak Kompeni masih mengidentikkan Katolik dengan Portugis atau Spanyol yang menjadi saingan dan musuh utamanya. Karena itu Batavia melarang mereka menumpang kapal VOC ataupun singgah di Batavia.

Baca juga: Polah 'Sadis' Raja-raja Mataram di Sela-sela Waktu Semadi Meminta Berkah dari Nyai Roro Kidul

Ketiga Biarawan itu akhirnya berlayar dengan kapal lain melalui Laut Selatan, karena takut  disergap kapal-kapal VOC bila melalui Laut Jawa.

Semenjak itu berita tentang mereka tidak terdengar lagi. Begitu pula tidak ada catatan bahwa di Timor pernah datang tiga Biarawan dari Banten.

Namun tanggal 6 Nopember 1668 di Batavia datang lagi sulat dari Residen Ockerse yang antara lain memberitakan bahwa, seorang Biarawan Katolik telah diutus oleh Sunan Mataram untuk melamar Puteri Sultan Banten bagi Putrera Mahkota Mataram.

Sampai di sini kita lalu teringat pada ceritera tentang tawanan orang kulit putih dengan pakaian jubah panjang warna putih, yang mula-mula dijadikan budak dan akhirnya menjadi Menteri.

Baca juga: Sultan HB IX Akui Pernah Bertemu Nyai Roro Kidul, Ini Caranya

Mungkin kapal yang. ditumpangi ketiga Biarawan dari Banten ke Timor telah tenggelam di Laut Selatan. Salah seorang di antara mereka berhasil selamat tiba di pantai Selatan Yogyakarta.

Mula-mula ia menjadi tawanan raja, kemudian menjadi budak, lalu menjadi pelayan dan pengurus rumah tangga istana sampai akhirnya memperoleh kepercayaan untuk diutus melamar Puteri Sultan Banten bagi Putera Mahkota Mataram.

Bila dugaan ini benar maka dongeng yang disebutkan di bagian permulaan tulisan ini mengandung kebenaran pula.

Sayang bukti-bukti lain untuk memperkuat dugaan ini tidak ada. (A.S. Wibowo - Intisari November 1977)

Baca juga: Nyai Roro Kidul Sering Dianggap Wakil Tuhan yang Berkuasa di Dunia