Find Us On Social Media :

Cara Pemerintah Korsel 'Menyulap' Sungai Cheonggyecheon yang Pantas Ditiru Pemprov DKI

By Ade Sulaeman, Sabtu, 28 Juli 2018 | 08:30 WIB

Intisari-Online.com - Berbagai upaya terus dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta untuk mengatasi atau setidaknya menyembunyikan kotor dan baunya Kali Sentiong atau Kali Item.

Mereka seolah berpacu dengan waktu karena Wisma Atlet Kemayoran yang berada tepat di dekat sungai tersebut akan segera digunakan pada ajang Asian Games 2018 nanti.

Satu cara yang telah digunakan adalah penggunaan jaring hitam atau waring di atas sungai.

Cara berikutnya yang sedang dijajaki adalah penggunaan pewangi yang akan disemprotkan ke sungai.

Baca juga: Kisah Kampung 'Bule' di Bogor yang Selama 149 Generasi Memiliki Gen Putih

Belakangan pemerintah pusat, melalui Kementerian PUPR juga turun tangan untuk mengatasi masalah di Kali Item.

Sebenarnya bukan hanya Jakarta, atau Indonesia pada umumnya, yang memiliki permasalahan dengan sungai.

Di negara-negara lain pun, termasuk negara maju, pernah mengalami masalah dengan sungai yang kotor.

Namun, beberapa di antaranya berhasil mengatasi permasalahan tersebut.

Baca juga: Temukan Bongkahan Emas Senilai Rp950 Juta, Pria Ini Beberkan Cara untuk Mendapatkannya!

Mereka berhasil 'menyulap' sungai yang kotor dan bisa jadi juga berbau menjadi sungai yang indah yang bahkan asyik untuk dijadikan tempat bermain atau sekadar bercengkerama dengan keluarga.

Sungai Cheonggyecheon di Korea Selatan salah satunya.

Sungai yang dulu sangat buruk rupa itu kini berubah menjadi sangat indah bahkan menjadi daya tarik wisatawan.

Lalu, bagaimana cara Korea Selatan menyulap sungai Cheonggyecheon? Mari kita simak ulasannya dalam artikel berjudul "Melihat Pengelolaan Sungai Cheonggyecheon yang Menginsipirasi Jakarta" yang pernah tayang di kompas.com berikut ini.

Baca juga: Petinggi Uni Soviet: Soekarno Terlalu Suka Berpesta dan Berdansa

---

Berbicara tentang sungai di Korea Selatan, mungkin orang akan banyak menyebut sungai Han, yang dikenal sebagai salah satu sungai utama di negara itu.

Namun di ibu kota Seoul, terdapat sungai kecil yang memiliki peranan besar dalam sejarah Korea Selatan. Sungai yang dimaksud adalah sungai Cheonggyecheon.

Saat ini, sungai yang mengalir di tengah kemegahan gedung bertingkat itu menjadi salah satu daya tarik wisatawan lokal maupun mancanegara.

Sungai sepanjang sekitar enam kilometer tersebut bahkan kerap menjadi lokasi syuting film maupun drama.

Tapi ternyata, sungai yang mengalir dari barat ke timur melintasi pusat kota Seoul itu bukanlah sungai yang sebenarnya.

Sungai Cheonggyecheon adalah sungai buatan yang dibangun melalui proyek restorasi antara 2003 hingga 2005.

Sungai tersebut pada awalnya bernama Gaechoen yang berarti "aliran yang terbuka". Aliran sungai dimanfaatkan untuk sistem pengairan selama masa Dinasti Joseon (1392-1897).

Pada masa itu banyak dilakukan pekerjaan pemugaran tepi sungai dan pembangunan jembatan.

Namun saat Jepang di bawah kekaisaran Hirohito menduduki Korea, krisis terjadi yang menyebabkan proyek sungai terhenti. Pada masa ini pula nama sungai diubah menjadi Cheonggyecheon.

Setelah Perang Korea (1950-1953) yang berakhir dengan perjanjian gencatan senjata antara Korea Selatan dengan Korea Utara, banyak warga pindah ke Seoul untuk mengadu nasib.

Para pendatang kemudian mulai mendirikan tempat tinggal di sepanjang sungai Cheonggyecheon, mengubah kawasan itu menjadi daerah kumuh.

Selama bertahun-tahun, pesisir sungai Cheonggyecheon kian dipdati rumah-rumah warga. Kondisi itu diperparah dengan banyaknya sampah dan limbah di sepanjang sungai yang menjadikan wajah kota Seoul semakin buruk.

Hingga akhirnya, pada 1958, pemerintah kota Seoul memutuskan merelokasi warga dan menutup sungai.

Selama 20 tahun sungai Cheonggyecheon ditutup dan dilanjutkan dengan membuat jalan layang tepat di atas bekas aliran sungai.

Jalan layang Cheonggyecheon akhirnya rampung pada 1976 dengan panjang 5,6 kilometer dan lebar 15 meter. Pada masa ini, kota Seoul mulai memasuki masa industrialisasi.

Restorasi

Selama hampir 30 tahun, sungai Cheonggyecheon seolah dilupakan. Namun pada Juli 2003, di masa pemerintahan Wali Kota Lee Myung-bak muncul niat menghadirkan kembali sungai tersebut.

Saat itu, sebuah proyek restorasi yang menuai banyak pertentangan dan juga kritik, digelar.

Lee Myung-bak, yang kemudian menjabat Presiden Korea Selatan periode 2008-2013 itu, ingin menghidupkan kembali Cheonggyecheon karena dianggap penting dan sejalan dengan gerakan mengembalikan sejarah dan budaya kawasan tersebut.

Merestorasi sungai Cheonggyecheon dan membuatnya kembali mengalir berarti harus merobohkan jalan layang yang sudah beroperasi selama 20 tahun lebih.

Banyak pihak mengkhawatirkan akan terjadinya kekacauan lalu lintas jika proyek itu benar-benar dilaksanakan.

Namun Lee Myung-bak berhasil meyakinkan banyak pihak sehingga restorasi sungai bisa berlangsung. Selama dua tahun lebih dua bulan, pekerjaan restorasi berjalan.

Hingga pada bulan September 2005, aliran baru sungai Cheonggyecheon kembali dibuka dan dengan cepat menjadi primadona masyarakat Seoul.

Tidak hanya karena memberi ruang publik bagi para pejalan kaki, namun juga membawa kembali air dan tumbuhan ke tengah kawasan metropolitan itu.

"Cheonggyecheon memberi jawaban pasti atas perdebatan kontroversial dalam perencanaan kota. Antara mereka yang menekankan kota berorientasi kendaraan dengan mereka yang percaya kota seharusnya lebih ramah pejalan kaki," kata Kim Youngmin, asisten Profesor Departemen Tata Kota dan Arsitektur dari Universitas Seoul, dalam wawancara radio peringatan 10 tahun restorasi sungai Cheonggyecheon.

"Banyak ahli lalu lintas memperingatkan bencana lalu lintas di dalam kota dan turunnya pendapatan daerah akibat restorasi. Namun semua hal yang ditakutkan tidak terjadi."

Meskipun menjadi semakin sulit untuk mobil masuk ke kota dalam, tapi sebaliknya menjadi tempat yang lebih baik bagi orang-orang yang menggunakan kendaraan umum atau berjalan kaki," tambahnya. (Agni Vidya Perdana)

Baca juga: Jadi Juara Dunia Pencak Silat, Yuliana Pulang Hanya Bawa Piala dan Medali