Find Us On Social Media :

Pembalasan Dendam sang Korban Kanibal

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 26 Februari 2017 | 20:00 WIB

Balas dendam sang korban kanibalisme

Intisari-Online.com - Hanya empat pria berhasil melarikan diri ketika kapal Inggris Pierrot ditangkap di Samudera Atlantik pada bulan Juli 1884. Mereka terombang-ambing dalam sekoci kecil di samudera lepas selama 25 hari, nyaris mati karena kelaparan dan kehausan. Kapten Edwin Butt lalu mengusulkan cara terakhir yang didorong rasa putus asa.

(Sebelum Sarapan, Baiknya Mengonsumsi Minuman Ini Supaya Racun dalam Tubuh Kita Hilang)

Mereka akan mengundi untuk memutuskan siapa di antara mereka yang harus dikorbankan.

Dua awak kapal setuju dengan Rutt, namun Dick Tomlin yang berusia 18 tahun dan yang paling muda menolak. Ia memilih lebih baik mati daripada makan daging manusia.

Penolakan Tomlin akhirnya menentukan nasibnya. Pada kesempatan pertama Rutt mendekati pemuda yang masih tidur itu lalu memotong lehernya.

Rekannya, Josh Dudley dan Will Hoon tidak keberatan dengan kanibalisme. Ketika mereka diselematkan kapal Gellert empat hari kemudian, hanya daging anak muda itulah yang membuat mereka bertahan hidup.

Kapten kapal Gellert dengan wajah tegang menolak gagasan untuk memakamkan di lautan. Jenasah pemuda itu kemudian disembunyikan di bawah terpal dan mengikuti perjalanan ketiga orang yang bertahan hidup itu menuju pelabuhan Cornishdi Falmouth.

Ketiganya kemudian diadili dan dihukum mati karena telah melakukan pembunuhan di tengah laut. Namun, akhirnya jaksa memutuskan bahwa sudah cukup banyak kengerian berlangsung lalu mengurangi hukuman itu menjadi enam bulan hukuman penjara.

Tidak seorang pun menyadari bahwa horor itu baru saja dimulai. Ketika ketiga pria itu dibebaskan dari penjara, mreka tidak memiliki masa depan. Agar raga dan jiwanya tetap utuh, Josh Dudley mencari pekerjaan sebagai pengemudi kereta kuda. Dua minggu kemudian pasukan kudanya tiba-tiba melihat sesuatu yang mengerikan di tengah jalan kota London yang berkabut itu. kuda-kuda itu tiba-tiba menjadi liar lalu melempar Dudley ke jalan berbatu yang akhirnya menewaskannya.

Para saksi mengatakan benda yang terlihat di tengah kabut itu adalah sosok yang berlumuran darah dari kepala hingga kakinya. Setelah kematian Dudley, sosok itu secara misterius menghilang.

Rasa takut pun menyebarluas dan Kapten Rutt kemudian mengunjungi perkampungan Soho yang kumuh untuk mencari Will Hoon. Dia menemukan rekan lamanya yang mabuk berat dan dalam kondisi kesehatan yang buruk.

Rutt memberitahun Hoon bahwa ada sosok yang berpura-pura menjadi hantu Dick Tomlin dan mencoba membalas dendam. Dia memaksa Hoon membantunya memecahkan masalah ini. Namun, Hoon hanya terus mengenggak minuman keras hingga tak sadarkan diri, lalu akhirnya dibawa ke rumah sakit terdekat serta meninggal dalam kondisi berteriak histeris.

Para saksi kemudian mengatakan, ada seorang pasien lain yang “berbalut perban” yang memegang Hoon untuk menenangkan dirinya. Kemudian pasien itu menghilang.

Rutt yang ketakutan lalu pergi ke polisi. Mereka menyepelekan kisah “sosok berbalut perban” yang dikisahkannya. Namun, melihat kondisi mental si kapten, mereka menawarinya tidur semalam di sel penjara.

Rutt dengan senang hati menerima tawaran itu. Ia masuk ke dalam sel dan memeriksa kuncinya dua kali untuk memastikan dirinya aman berada di dalam penjara. Bagian dalam penjara itu diperuntukkan bagi penderita gangguan jiwa di London dan teriakan sepanjang malam lazim terdengar di sana.

Namun pada pukul 03.00 pagi, polisi mendengar kapten itu berteriak keras sehingga para penjaganya berlari menghampirinya. Mereka membuka kunci pintu dan masuk ke dalam menemukan Rutt berbaring dengan kedua tungkai terlipat ke atas dan matanya tampak membeku.

Polisi sangat terkejut menemukan sobekan perban dari katun yang berlumuran darah tergenggam erat di jari tangannya.