Find Us On Social Media :

Mirip Tragedi KM Sinar Bangun, Rupanya Ada Kisah Serupa yang Masih Menyisakan Duka

By Adrie Saputra, Rabu, 25 Juli 2018 | 18:30 WIB

Intisari-Online.com - Kapal Motor Sinar Bangun merupakan sebuah kapal feri yang tenggelam di utara Danau Toba, Sumatera Utara, Indonesia, pada 18 Juni 2018.

Kapal feri ini mengangkut penumpang dari Simanindo di Kabupaten Samosir menuju Tigaras di Kabupaten Simalungun.

Diperkirakan 164 penumpang hilang akibat tenggelamnya kapal ini, akan tetapi ketiadaan manifes mempersulit kepastian jumlah penumpang dan kendaraan yang terangkut saat pelayaran.

Laporan dari pihak terkait menunjukkan bahwa penumpang yang menaiki kapal ini adalah wisatawan yang mengunjungi kawasan Danau Toba pada masa libur Hari Raya Idulfitri 1439H.

Baca juga:  Demi Lovato Overdosis Heroin, Ternyata Begini Cara Heroin Membunuh Penggunanya

Kapal tersebut diduga tenggelam sekitar pukul 17:00 dan 17:30 waktu setempat.

Diduga kapal tersebut tenggelam akibat cuaca buruk dan kelebihan muatan. Kapal tersebut tenggelam 22 menit setelah bertolak dari Pelabuhan Simanindo.

Korban selamat menuturkan bahwa para penumpang berteriak dan berjuang untuk keluar dari kapal secepat mungkin.

Seorang wanita korban selamat menuturkan bahwa dia telah mencoba menyelamatkan anak-anaknya tetapi tidak mampu karena mereka diinjak-injak oleh penumpang lain yang berusaha menyelamatkan diri.

Sebuah video amatir menunjukkan usaha penumpang untuk menyelamatkan diri dari kapal yang terbalik.

Sekitar 50–60 orang mencoba memanjat lambung kapal untuk menyelamatkan diri saat kapal terus tenggelam.

Suara teriakan dan tangisan dapat terdengar dari video tersebut.

Video tersebut juga menunjukkan bahwa para penumpang tidak menggunakan pelampung atau perangkat penyelamat lain saat kapal tenggelam.

Baca juga: Masa Kecil Bung Karno, Punya Kekuatan Supranatural tapi Lenyap Setelah Hobi Berpidato

Pada 26 Juni, pihak terkait mengumumkan bahwa ada 188 penumpang yang berada dalam kapal ini.

Ada 164 orang di antaranya hilang, 21 selamat dan 3 diantaranya meninggal dunia.

Kapten kapal feri KMP Sumut II diketahui bernama Dony Max Silalahi, diketahui melintas jalur yang sama saat KM Sinar Bangun tenggelam.

Banyak netizen kecewa karena penyelamatan yang dilakukan oleh sang kapten tidak maksimal.

Kepada awak media di Simanindo, Kabupaten Samosir, Dony mengerti bagaimana perasaan keluarga korban kepada dirinya.

Dony pun meminta kepada anggota keluarga korban untuk mengerti posisinya pada saat peristiwa tersebut terjadi.

"Saya meninggalkan para korban karena situasi pada saat itu cuaca sedang buruk. Dan saya sebagai kapten kapal merasa punya tanggungjawab juga untuk menyelamatkan penumpang yang saya bawa," kata Dony Max Silalahi dikutip dari Jakartaobserver.com

Menurutnya pada saat itu penumpang juga sudah banyak yang pingsan ditambah cuaca yang semakin memburuk.

"Saya tidak mau korban bertambah banyak melihat situasi ini. Jadi saya mengambil keputusan untuk mengantarkan penumpang yang saya bawa ke pelabuhan. Itu pun setelah saya berkoordinasi dengan KMP Sumut I melalui radio yang segera datang ke lokasi kejadian untuk menyelamatkan para korban," ucap Dony.

Dony mengaku hanya dapat menyelamatkan korban sebanyak tiga orang saja.

"Ya kami hanya bisa selamatkan tiga orang," Ucap Dony.

"Percuma itu akan sia-sia sebab cuaca sangat buruk dan tidak ada waktu untuk menurunkan nya," tambahnya.

Baca juga: Pencarian Korban KM Sinar Bangun Dihentikan, Sebenarnya Hingga Kedalaman Berapakah Manusia dapat Menyelam?

Penghentian usaha evakuasi KM Sinar bangun yang tenggelam di Danau Toba akhirnya diputuskan oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat atas rekomendasi teknis Basarnas dan disetujui sebagian dari keluarga korban.

KM Sinar Bangun yang terakhir ditemukan tenggelam di kedalaman minus 450 meter.

Namun penyelaman ini tidak bisa dilaksanakan sembarangan karena dibutuhkan penyelam yang profesional dan peralatan yang cukup rumit bahkan bagi penyelam biasa sekalipun.

Kejadian serupa rupanya pernah menimpa kapal feri Korea Selatan.

Namun apa yang terjadi benar-benar tidak berperikemanusiaan.

Kapal feri Sewol membawa 476 orang ketika berbelok tajam dan terbalik di lepas pantai pulau Jindo pada bulan April 2014.

Setikitnya 304 jiwa tewas akibat insiden tersebut. Dengan 9 di antaranya masih hilang dan belum ditemukan.

Dalam tragedi ini, hanya ada 172 orang yang selamat karena ditolong oleh kapal-kapal nelayan dan kapal lainnya yang tiba di lokasi 40 menit setelah kedatangan pasukan penjaga pantai Korea Selatan.

Dari mereka yang meninggal, 250 adalah siswa SMA (Dawon High School) di Ansan.

Anak-anak disuruh tinggal dan tetap tenang untuk menunggu bantuan karena bantuan akan segera tiba.

Namun saat mereka menunggu bantuan, rupanya itu tidak pernah datang.

Baca juga: Penyesalan Korban Selamat Kapal Sewol

Kapten Lee Jun-Seok, orang yang berhasil menyelamatkan diri, dijatuhi hukuman penjara seumur hidup karena 'membunuh melalui kelalaian yang disengaja' dan hukuman mulai dari dua hingga 12 tahun dikenakan pada 14 anggota awak lainnya.

Tenggelamya kapal feri tersebut selain karena berbelok terlalu tajam, diduga juga kelebihan muatan.

Pada peringatan tragedi tersebut, peringatan diadakan di seluruh negeri untuk mengenang korban yang hilang.

Di Dawon High School, sebuah kelas dengan peringatan peringatan di luar halaman sekolah telah dipertahankan untuk tetap persis seperti ketika feri Sewol tenggelam.

Bunga, surat, dan gambar untuk menyampaikan belasungkawa bagi para siswa dan guru yang meninggal diletakkan dengan rapi di atas meja dan dinding.

Pita kuning dipasang di setiap meja, simbol harapan dan solidaritas.

Kru penyelamatan mempersiapkan tugas menantang untuk menaikkan feri seberat 6.825 ton, yang berharap akan menemukan sembilan jenazah belum ditemukan. (Intisari-Online.com/Adrie P. Saputra)